Perubahan RUU HIP Menjadi RUU BPIP Belum Disepakati
Fraksi-fraksi di DPR masih membahas usulan perubahan RUU Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Prosedur pengusulannya sebagai RUU prioritas Prolegnas 2021 belum diputuskan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil lobi antarfraksi di DPR menyangkut penentuan Program Legislasi Nasional Prioritas 2021, antara lain, terkendala belum disepakatinya mekanisme perubahan usulan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Sebab, RUU HIP sebelumnya merupakan usulan dari DPR, sementara RUU BPIP adalah konsep yang ditawarkan oleh pemerintah melalui daftar inventarisasi masalah atas RUU HIP.
DPR menutup masa sidang kedua 2020-2021 tanpa penetapan daftar Prolegnas Prioritas 2021 dalam rapat paripurna yang digelar Jumat (11/12/2020) di Jakarta. Salah satu RUU yang masih menjadi pembahasan di akhir lobi antarfraksi terakhir, 23 November 2020, ialah RUU HIP. Di dalam rapat kerja Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dengan Panitia Kerja (Panja) Prolegnas 2021, mayoritas fraksi meminta RUU HIP itu tidak diteruskan pembahasannya di dalam Prolegnas Prioritas 2021. Hanya satu fraksi yang menyetujui untuk diteruskan, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Selain RUU HIP, ada dua RUU lain yang berusaha diselesaikan dengan mekanisme lobi antarfraksi, yakni RUU Bank Indonesia dan RUU Ketahanan Keluarga.
Selain RUU HIP, ada dua RUU lain yang berusaha diselesaikan dengan mekanisme lobi antarfraksi, yakni RUU Bank Indonesia dan RUU Ketahanan Keluarga. Namun, kedua RUU itu akhirnya secara informal telah disepakati di antara fraksi-fraksi untuk dikeluarkan dari dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Kini, hanya menyisakan RUU HIP yang ingin diubah menjadi RUU BPIP.
Ketua Kelompok Fraksi Nasdem di Badan Legislasi (Baleg) DPR Taufik Basari, Sabtu, mengatakan, dalam lobi terakhir antarfraksi, 23 November lalu, fraksi-fraksi relatif sepakat untuk mengeluarkan RUU BI dan RUU Ketahanan Keluarga. Alasannya, RUU BI dikhawatirkan bertabrakan dengan RUU Penguatan Sektor Keuangan yang merupakan usulan bersama pemerintah dan Komisi XI DPR. Adapun RUU Ketahanan Keluarga juga dalam pengambilan keputusan dalam rapat harmonisasi di Panja Baleg ditolak oleh mayoritas fraksi.
”Kalau untuk RUU BI dan RUU Ketahanan Keluarga relatif sudah jelas. Namun, untuk RUU HIP sempat ada pembahasan mendalam antarfraksi, karena statusnya kini sudah ada di tangan presiden. RUU itu memang usulan DPR, dan DPR telah menerima DIM (daftar inventarisasi masalah) dan surpres (surat presiden) dari pemerintah. Hanya saja, DIM yang dikirimkan oleh pemerintah itu tidak sesuai dengan draf yang dikirimkan oleh DPR, karena di dalam DIM-nya pemerintah menginginkan adanya perubahan menjadi RUU BPIP,” kata Basari.
Usulan DIM yang demikian itu menimbulkan kerancuan. Sebab, konsep pemerintah tidak sesuai dengan yang dikirimkan DPR. Muncul usulan agar RUU HIP dikeluarkan dari prolegnas prioritas. Namun, hal itu terkendala prosedur lantaran pemerintah pada faktanya telah mengirimkan DIM dan surpres untuk merespons usulan draf RUU HIP dari DPR. Hanya saja, isi DIM itu tidak sesuai dengan draf RUU HIP.
”Pertanyaannya, kalau RUU HIP itu sudah ada DIM dari pemerintah, apa bisa didrop. Sebab, pembahasan RUU itu juga sudah ada surpresnya,” kata Basari.
Muncul usulan agar RUU HIP dikeluarkan dari prolegnas prioritas. Namun, hal itu terkendala prosedur lantaran pemerintah telah mengirimkan DIM dan surpres untuk merespons usulan draf RUU HIP dari DPR.
Opsi lain pun mengemuka di dalam lobi-lobi antarfraksi. Opsi kedua ialah dengan tetap mengeluarkan RUU HIP dari Prolegnas Prioritas 2021, tetapi kemudian dimunculkan usulan RUU baru, yakni RUU BPIP. Jika ada usulan baru RUU BPIP, maka pemerintah yang mengajukan konsep RUU itu menjadi pengusulnya. Sampai di titik itu, lobi antarfraksi mulai mengerucut pada opsi kedua.
Namun, di dalam lobi itu disepakati agar opsi kedua tersebut didalami dan dimatangkan dulu di fraksi masing-masing maupun di internal pemerintah. Pematangan hasil lobi itu membuat raker penetapan Prolegnas Prioritas 2021 tidak kunjung digelar dan ditunda sampai tiga kali.
”Sebenarnya ketika lobi terakhir itu sudah mulai mengerucut, tetapi diminta dibahas lagi di internal fraksi masing-masing dan pemerintah. Tetapi, kemudian raker ditunda dan kami tidak mendapatkan informasi pasti kenapa penetapan prolegnas prioritas itu akhirnya dilakukan pada masa sidang berikutnya,” ucap Basari.
Nasdem pada prinsipnya menginginkan persoalan daftar Prolegnas Prioritas 2021 itu dibatasi hanya mengenai hasil lobi terakhir, yakni tentang mekanisme peralihan RUU HIP menjadi RUU BPIP. Ia berharap persoalan itu tidak melebar ke mana-mana sehingga penetapan prolegnas makin lama.
”Kami mendorong agar prolegnas itu ditetapkan secepatnya dan tidak sampai mengganggu RUU prioritas lain, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang telah disepakati masuk di dalam daftar prolegnas,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, anggota Panja Prolegnas 2021 dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Zainuddin Maliki, menuturkan, dorongan dari fraksi-fraksi untuk mengeluarkan RUU HIP dari daftar prolegnas prioritas kuat. Senada dengan itu, publik juga memberikan kritik terhadap RUU HIP.
”Umumnya masyarakat memandang RUU HIP dan RUU BPIP setali tiga uang. Karena itu, kami keberatan membahas RUU BPIP. Kalau memang mau menjadi RUU usulan baru, harus ada prosedurnya,” kata Zainuddin.
Dorongan dari fraksi-fraksi untuk mengeluarkan RUU HIP dari daftar prolegnas prioritas kuat. Senada dengan itu, publik juga memberikan kritik terhadap RUU HIP.
Prosedur yang dimaksud ialah adanya naskah akademik dan draf RUU BPIP secara detail. Hal itu pun mesti diajukan sesuai ketentuan penyusunan peraturan perundang-undangan tata tertib DPR. Namun, hingga masa sidang berakhir, 11 Desember, pemerintah belum memutuskan.
”Semua harus sesuai prosedur. RUU HIP dicabut lalu diusulkan satu RUU baru melalui prosedur dan tatib penyusunan perundang-undangan. Akan tetapi, kalau yang diusung ialah RUU BPIP, Fraksi PAN menilai hal itu dikhawatirkan memicu kegaduhan baru,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Benny Riyanto mengatakan, untuk menentukan soal RUU HIP yang diusulkan diubah menjadi RUU BPIP harus ditetapkan di dalam raker antara Menkumham dan Panja Prolegnas Prioritas 2021. ”Ini, kan, belum rapat lagi karena menunggu reses selesai. Jadi, apakah nanti jadi usulan pemerintah, usulan DPR, ataukah diusulkan bersama DPR dan pemerintah, itu akan dipastikan di dalam raker,” ucapnya.
Benny menambahkan, pihaknya tidak mempersoalkan penetapan Prolegnas Prioritas 2021 dilakukan setelah reses atau awal tahun 2021. Sebab, pada kenyataannya RUU di dalam prolegnas memang baru dibahas pada bulan-bulan itu. ”Tidak apa-apa menunggu setelah reses, karena, kan, biasanya juga RUU, sekalipun ditetapkan tahun sebelumnya, tetap dibahas awal tahun berikutnya,” katanya.
Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menyampaikan, nasib RUU BI dan RUU Ketahanan Keluarga serta RUU HIP akan diputuskan di dalam raker dengan pemerintah. Oleh karena itu, belum dapat dipastikan dua RUU, yakni RUU BI dan RUU Ketahanan Keluarga, keluar dari prolegnas prioritas. Demikian halnya soal nasib RUU HIP menjadi RUU BPIP.
”Tidak bisa diambil keseimpulan begitu, karena ini, kan, belum raker,” katanya.