Pemerintah memastikan alat pelindung diri untuk petugas pemilihan pada Pilkada 2020 ada di lapangan. Penerapan protokol kesehatan di TPS merupakan kewajiban, bukan himbauan. Ini agar tak ada perluasan penyebaran Covid-19
Oleh
Nina Susilo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah akan memastikan distribusi alat pelindung diri untuk penyelenggara pilkada serentak di 270 daerah pada Rabu (9/12/2020). Para penyelenggara yang bertugas di tempat pemungutan suara atau TPS pun diingatkan untuk mematuhi ketentuan penggunaan APD tersebut.
Ketua Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, KPU dan Bawaslu telah berkoordinasi dengan Satgas di tingkat pusat. Koordinasi ini untuk memastikan protokol kesehatan sebagai upaca pencegahan penularan Covid-19 dijalankan dengan baik dan disiplin.
“Kami minta petugas betul-betul mematuhi protokol kesehatan termasuk menggunakan APD yang telah disediakan. Pemerintah juga telah mengawal penyaluran APD sampai daerah terpencil,” tutur Wiku dalam konferensi pers daring dari Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Kami minta petugas betul-betul mematuhi protokol kesehatan termasuk menggunakan APD yang telah disediakan. Pemerintah juga telah mengawal penyaluran APD sampai daerah terpencil (Wiku Adisasmito)
Sejauh ini, KPU mengakui ada kesulitan pengiriman kelengkapan APD untuk para petugas penyelenggara pilkada. Curah hujan yang tinggi di kawasan Indonesia bagian barat membuat distribusi terhambat.
Untuk menyiasatinya, anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi menyebutkan, KPU meminjam dari Puskesmas setempat. Salah satunya adalah pengiriman 65 set sarung tangan lateks untuk TPS yang berada di Pulau Masalembu, sekitar 175 kilometer utara Sumenep, Jawa Timur. Pengiriman tak bisa dilakukan karena cuaca buruk dan otoritas pelabuhan melarang pelayaran ke Maselembu. Untuk keperluan pemungutan suara, KPU meminjam dari Puskesmas setempat dan akan mengembalikannya setelah pelayaran bisa dilakukan.
Contoh lainnya di Cilegon. Kekurangan pistol pengukur suhu tubuh (thermogun) terjadi. KPU setempat pun diminta untuk segera mengatasi kekurangan baik meminta dari penyedia atau meminjam dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), atau membeli secara eceran.
Sementara itu, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay sebelumnya mengingatkan pemerintah dan penyelenggara pilkada untuk tidak memandang remeh perlengkapan alat protokol kesehatan. Dia juga menyarankan supaya pilkada ditunda di TPS-TPS yang tidak belum mendapatkan logistik protokol kesehatan sampai H-1. Hal ini bisa dilakukan sebab KPU telah menerbitkan Peraturan KPU Nomor 13 tahun 2020 tentang Pilkada di Tengah Bencana Nonalam.
Bisa dibubarkan
Selain itu, protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dalam pemungutan suara tetap harus dijalankan. Hal ini, kata Wiku, adalah tanggung jawab penyelenggara, pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah, maupun masyarakat.
Aturan untuk menerapkan protokol kesehatan bukanlah imbauan semata, tetapi kewajiban. Oleh karenanya, petugas penyelenggara pemilihan di lapangan wajib menegur bila ada pemilih yang tidak mengikuti protokol kesehatan.
Satgas Penanganan Covid-19 daerah juga diminta memantau penyelenggaraan pemungutan suara. Bila ada masyarakat yang berkerumun, Satgas berhak memberi peringatan keras.
“Bila tidak mau terima teguran, Satgas berhak membubarkannya,” tambah Wiku.
Satgas Penanganan Covid-19 daerah juga diminta memantau penyelenggaraan pemungutan suara. Bila ada masyarakat yang berkerumun, Satgas berhak memberi peringatan keras
Diharapkan, semua pihak baik penyelenggara, para calon kepala dan wakil kepala daerah, maupun para pendukung menyukseskan pilkada dengan lancar dan aman dari penularan Covid-19.
“Keberhasilan ini sangat bergantung pada upaya kita semua,” ujar Wiku.