Mendagri Ingatkan Pemilih agar Tak Berkerumun Seusai Pencoblosan
Para pemilih diminta segera pulang ke rumah masing-masing dan tidak menciptakan kerumunan seusai memberikan suara dalam pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan pada 9 Desember. Hal ini untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemilih agar tidak menciptakan kerumunan seusai proses pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020 yang akan digelar pada Rabu (9/12/2020). Aparat keamanan juga diminta untuk melakukan tindakan pencegahan secara proaktif dan tegas agar tidak terjadi pelanggaran protokol kesehatan.
Dalam rapat koordinasi ”Kesiapan Tahapan Pemungutan Suara Pilkada 2020” di Kemendagri, Jakarta, Selasa (8/12/2020), Tito menyampaikan, setelah memberikan hak suaranya, pemilih harus langsung kembali ke rumah. Dengan begitu, tidak terjadi kerumunan di tempat pemungutan suara (TPS).
”Yang tinggal (di TPS) hanya saksi-saksi. Yang lain harus langsung kembali. Tidak boleh ada kerumunan, dalam bentuk deklarasi, konvoi, arak-arakan, dan lain-lain, yang bisa menjadi media penularan Covid-19 pasca-pencoblosan,” ujar Tito.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Asisten Kapolri Bidang Operasi Inspektur Jenderal Imam Sugianto, Asisten Panglima TNI Bidang Operasi Mayor Jenderal Arios Tiopan Aritonang, dan Deputi II Bidang Intelijen Dalam Negeri Badan Intelijen Negara (BIN) Mayjen Edmil Nurjamil.
Sebagai catatan, setiap TPS tidak boleh dihadiri lebih dari 500 orang. Pemilih pun datang ke TPS sesuai undangan yang telah ditetapkan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) agar tak timbul kerumunan.
Tito pun meminta agar aparat setempat, seperti petugas perlindungan masyarakat (linmas), satuan polisi pamong praja (satpol PP), Polri, dan TNI, melakukan langkah-langkah proaktif sehingga potensi kerumunan tak terjadi.
Polri telah mengirimkan 35 satuan setingkat kompi (SSK) pasukan pengaman pilkada atau sekitar 3.410 personel ke 10 polda yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dan sangat tinggi.
Jika terjadi potensi ketidakpuasan dari pemilih atau pendukung pasangan calon saat penghitungan suara, aparat juga harus mampu mengantisipasinya. Aparat harus mampu mendorong mereka agar menempuh proses hukum yang berlaku, yaitu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
”Dorong mereka untuk melakukan langkah hukum kalau tidak puas, bukan dengan penggunaan kekerasan atau konflik. Mohon langkah-langkah proaktif lebih penting, baik dengan pendekatan kepada paslon, partai pendukung, maupun para tim suksesnya. Jadi, mereka tak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut daripada sudah terjadi risiko konflik,” kata Tito.
Imam Sugianto menambahkan, Polri telah mengirimkan 35 satuan setingkat kompi (SSK) pasukan pengaman pilkada atau sekitar 3.410 personel ke 10 polda yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dan sangat tinggi. Namun, ia tidak menyebut secara detail 10 polda tersebut.
”Kami harap mereka bisa semakin memperkuat pengamanan wilayah-wilayah itu dari pemungutan hingga penghitungan,” katanya.
Imam menyebut, terdapat tiga daerah dengan tingkat pelanggaran protokol kesehatannya tertinggi, yakni Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta, dan Kepulauan Riau. Terhadap daerah-derah tersebut, Kapolri telah menginstruksikan kepada para kapoldanya untuk memperkuat pengamanan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan.
”Untuk melakukan tindakan pencegahan secara proaktif, humanis, dan sanksi yang tegas bagi yang tetap melanggar protokol kesehatan,” ujar Imam.
Demi menyukseskan bantuan pengamanan pada Pilkada 2020, sebanyak 52.385 personel TNI telah disebar di 270 daerah yang akan menggelar pilkada.
Arios Tiopan Aritonang mengatakan, demi menyukseskan bantuan pengamanan pada Pilkada 2020, sebanyak 52.385 personel TNI telah disebar di 270 daerah yang akan menggelar pilkada.
Dalam pengamanan Pilkada 2020, lanjut Arios, TNI berpatokan pada Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. ”Intinya, TNI siap membantu penyelenggara dalam mengamankan pelaksanaan pilkada. Demikian juga, kami ikut membantu dalam pendistribusian logistik,” ujarnya.
Sementara itu, Doni Monardo mengingatkan, saat ini kasus aktif di Indonesia mengalami peningkatan akibat beberapa minggu terakhir terjadi sejumlah kerumunan. Selain itu, peningkatan kasus juga terjadi akibat libur panjang pada Oktober lalu.
Oleh karena itu, ia meminta pemilih yang akan datang ke TPS untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Para penyelenggara, khususnya petugas di TPS, juga harus mampu memberikan kepastian tentang aturan penegakan protokol kesehatan.
”Mereka yang punya komorbid dan (warga) lansia tolong harus diberi atensi tinggi karena kalau mereka terpapar, angka kematiannya sangat tinggi. Apalagi di daerah-daerah tertentu yang rumah sakit dan dokternya terbatas,” ucap Doni.
Secara terpisah, Senior Manager Program International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Adhy Aman menyampaikan, ada dua hal yang menjadi faktor keberhasilan dalam penyelenggaraan pilkada di Indonesia. Pertama, memastikan TPS menjadi zona yang steril sehingga pemilih tidak perlu khawatir terjadi penularan virus Covid-19. Kedua, kesadaran pemilih untuk disiplin pada protokol kesehatan dan datang sesuai jadwal sehingga tak muncul kerumunan di TPS.
”Jadi, dari segi upaya (aturan protokol kesehatan) sudah baik, juga harus diikuti implementasi yang baik, bergantung pada pengetahuan dan kesadaran masyarakat,” kata Adhy.