Korupsi, selain karena keserakahan, juga terjadi karena ada kesempatan. Untuk itu, sistem pencegahan korupsi yang baik dibutuhkan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Korupsi dan nepotisme tidak hanya disebabkan oleh keserakahan. Adanya peluang dan sistem yang memungkinkan pejabat publik melakukan korupsi juga turut memengaruhi terjadinya tindak pidana tersebut.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Zainal Abidin, mengatakan, salah satu penyebab orang melakukan korupsi karena ada peluang. Ia mencontohkan dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
”Edhy dapat melakukan korupsi karena ekspor benih lobster diperbolehkan. Berbeda dengan masa Susi Pudjiastuti yang dilarang melakukan ekspor benih lobster,” kata Zainal dalam diskusi tematik bertajuk ”Mengapa Tidak Juga Jera? Memahami Korupsi dan Nepotisme dalam Perspektif Psikologi”, Senin (7/12/2020).
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Ikatan Psikologi Sosial. Hadir juga sebagai pembicara, dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Omar K Burhan.
Zainal menuturkan, Edhy membentuk peraturan menteri yang menciptakan peluang dan sistem yang memungkinkan untuk korupsi. Sistem tersebut juga membentuk orang yang awalnya tidak memiliki niat untuk korupsi, akhirnya terpaksa melakukan tindak pidana karena harus patuh pada atasan.
Proses tersebut membuat kejahatan menjadi biasa karena seolah-olah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Dalam penelitian yang dilakukan Zainal pada 2018 di sebuah lembaga pemasyarakatan terhadap politisi, pejabat publik, dan pengusaha, mereka mengatakan bahwa apa yang dilakukan bukan menjadi tanggung jawabnya.
Dalam penelitian yang dilakukan Zainal pada 2018 di sebuah lembaga pemasyarakatan terhadap politisi, pejabat publik, dan pengusaha, mereka mengatakan bahwa apa yang dilakukan bukan menjadi tanggung jawabnya.
Zainal menceritakan, mereka menyalahkan sistem yang membuat orang melakukan tindakan korupsi. Selain itu, mereka juga merasa menjadi korban dari perbuatan pimpinannya. Pengusaha yang melakukan suap mengaku perbuatan tersebut dilakukannya demi mendapatkan proyek.
Menurut Zainal, salah satu faktor orang rela korupsi karena keuntungan yang diperolehnya lebih besar daripada hukuman yang harus diterimanya. ”Jika keuntungannya lebih kecil, dia tidak akan korupsi,” ujarnya.
Ia menegaskan, keserakahan menjadi faktor utama orang korupsi. Namun, korupsi dapat dicegah ketika sistem yang terbangun meminimalkan orang memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tersebut.
Sementara itu, Omar K Burhan menjelaskan penyebab nepotisme. Ia mengungkapkan, nepotisme sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh semua orang. Nepotisme menjadi masalah ketika merugikan orang lain.
Nepotisme sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh semua orang. Nepotisme menjadi masalah ketika merugikan orang lain.
Persoalan nepotisme terjadi tidak hanya disebabkan oleh masalah meritrokasi. Namun, juga disebabkan oleh masalah pada prosedur proses perekrutan.
Di dalam politik, nepotisme memiliki konsekuensi yang sangat besar. Ketika elite politik menjalankan prosedural secara tidak adil, maka akan mereduksi keinginan orang untuk memilih. ”Nepotisme menjadi berbahaya karena masyarakat tidak akan percaya pada politisi sehingga partisipasi politik menjadi rendah,” kata Omar.
Oleh karena itu, menurut Omar, perlu ada perbaikan prosedur dan menjalankannya dengan benar untuk mengurangi nepotisme. Prosedur yang transparan menjadi cara untuk mencapai meritrokasi.