Transparency International: Pemberantasan Korupsi di Indonesia Masih Stagnan
Skor Global Corruption Barometer 2020 untuk Indonesia sebesar 65 persen atau hanya naik 1 persen dari tahun 2017. Di sisi lain, banyak responden menilai korupsi di pemerintahan sebagai masalah besar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi masih dinilai stagnan. Strategi pencegahan korupsi yang dilakukan pemerintah belum terlalu dirasakan publik. Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi diperkirakan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penilaian tersebut.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mengungkapkan, Global Corruption Barometer (GCB) Asia 2020 untuk Indonesia sebesar 65 persen. Ini berarti 65 persen responden menganggap baik kinerja pemerintah di bidang pemberantasan korupsi. Angka tersebut hanya naik 1 persen dari tahun 2017. Padahal, hampir setengah responden menilai korupsi meningkat satu tahun terakhir.
”Lebih dari 90 persen responden merasa korupsi yang ada di tubuh pemerintah itu masalah yang besar, jauh di atas rata-rata di Asia yang nilainya adalah 74 persen,” kata Alvin dalam konferensi pers ”Launching Global Corruption Barometer Indonesia 2020”, Kamis (3/12/2020).
Hadir juga sebagai pembicara Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kepala Staf Kepresidenan Rumadi Ahmad, serta Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiana.
Menurut Alvin, pemerintah sudah melakukan inisiatif melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) secara masif. Namun, melihat persepsi publik di GCB, strategi tersebut belum terlalu dirasakan oleh publik.
Selain itu, adanya revisi UU KPK turut berpengaruh pada anggapan publik terhadap kinerja pemerintah selama setahun terakhir. Publik juga banyak melihat dan mendengar kasus di media massa mengenai konflik kepentingan.
Alvin mengatakan, stagnasi kinerja pemerintah juga diperlihatkan dalam kepatuhan terhadap perjanjian internasional, seperti Konvensi Antikorupsi PBB (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC). Sejumlah UU yang sebenarnya dibutuhkan justru tidak segera disahkan, salah satunya UU mengenai perampasan aset.
Penilaian publik terhadap KPK yang baru dilakukan dalam GCB 2020 juga tidak terlalu besar. Hanya 51 persen responden yang menilai kinerja KPK cukup baik dalam satu tahun terakhir. Penilaian tersebut sejalan dengan berbagai survei yang sudah dikeluarkan, salah satunya dari Litbang Kompas.
Revisi UU KPK dianggap responden mengurangi mandat, kekuatan, dan justru menambah konflik kepentingan di dalam KPK. Meskipun demikian, menurut Alvin, publik melihat bahwa KPK mempunyai modal sosial yang cukup besar karena tingkat pengetahuan publik terhadap KPK sangat tinggi. Lebih dari 90 persen responden tahu mengenai KPK.
”Ini sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh KPK untuk terus membangun soliditas publik terhadap KPK,” kata Alvin.
Ia menegaskan, kehadiran lembaga antikorupsi di 17 negara Asia mempunyai mandat yang kuat dalam penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Mereka mampu menopang agenda pemberantasan korupsi. Jika dibandingkan dengan 16 negara Asia lainnya, Indonesia berada di peringkat ke-8 di bawah Myanmar, Bangladesh, China, Filipina, Malaysia, India, dan Kamboja.
Rumadi Ahmad menuturkan, Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan jangan korupsi. Menurut Rumadi, komitmen Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi tidak perlu diragukan lagi.
”Ketika ada pejabat negara termasuk menteri yang jelas-jelas melakukan korupsi, Presiden tidak pernah menghambat kinerja aparat penegak hukum termasuk KPK di dalam melaksanakan tindakan hukum,” kata Rumadi.
Wawan Wardiana mengatakan, segala persepsi yang dilontarkan publik kepada pemerintah ataupun untuk KPK secara khusus akan menjadi bahan introspeksi. Ia mengakui, apa yang terjadi dalam setahun terakhir berdampak terhadap kepercayaan masyarakat kepada KPK.
Meskipun demikian, KPK tetap berkomitmen dan ingin membuktikan kepada masyarakat. KPK telah memiliki strategi dalam memberantas korupsi ke depan melalui sektor pendidikan, pencegahan, dan penindakan. KPK juga berusaha semaksimal mungkin mengembalikan uang negara dan mencegah potensi kerugian negara.