Tujuh calon anggota Komisi Yudisial menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. DPR bisa menerima semua calon itu, atau menerima sebagian saja dari tujuh orang itu untuk mengisi kursi tujuh anggota KY.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tujuh calon anggota Komisi Yudisial mulai menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (1/12/2020). Masyarakat diajak untuk memantau jalannya uji kepatutan ini untuk mengamati kualitas calon anggota KY.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Peradilan (LeIP) Liza Farihah, Selasa (1/12/2020), mengatakan, mekanisme fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) yang dilakukan DPR merupakan satu-satunya jalan untuk menunjukkan keterbukaan dalam proses seleksi calon anggota KY. Melalui mekanisme itu kualitas setiap orang dapat diuji di hadapan DPR, dan publik berkesempatan menyaksikannya.
Sekalipun demikian, proses fit and proper test semacam itu juga pernah dilakukan oleh panitia seleksi (pansel) bentukan presiden ketika menyaring calon anggota KY yang akan maju ke tahapan berikutnya.
”Sesuai dengan ketentuan UU, mereka harus mendapatkan persetujuan DPR. Oleh karena itu, mekanisme satu-satunya yang memungkinkan untuk penilaian itu dilakukan secara terbuka, ya melalui fit and proper test. Sebab dengan demikian dapat mengikis keraguan publik terhadap persetujuan yang diberikan oleh DPR, yang kerap kali dinilai lebih karena pertimbangan politis,” kata Liza.
Para calon anggota KY yang dijadwalkan menjalani fit and proper test ialah Joko Sasmito (mantan hakim yang juga anggota KY 2016-2021), M Taufik HZ (mantan hakim), Sukma Violetta (anggota KY 2016-2021), Binziad Kadafi (praktisi hukum), Amzulian Rifai (akademisi), Mukti Fajar Nur Dewata (akademisi), dan Siti Nurjanah (unsur masyarakat).
Tidak ada jaminan
Liza mengatakan, ketujuh calon itu merupakan calon dengan nilai tertinggi yang diajukan Presiden Joko Widodo kepada DPR. Kendati demikian, tidak ada jaminan tujuh calon itu akan disetujui DPR. Sebab, berkaca pada seleksi calon anggota KY 2016-2021, DPR hanya menyetujui lima dari tujuh orang yang diajukan Presiden. Oleh karena itu, dua orang di peringkat berikutnya harus diajukan Pesiden untuk memenuhi keanggotaan KY menjadi tujuh orang.
Sejumlah nama yang lolos hingga tahap fit and proper test di DPR, menurut Liza, juga dinilai cukup dekat dengan kalangan masyarakat sipil. Beberapa nama diketahui memiliki rekam jejak baik. Kendati demikian, ada beberapa nama lain yang diragukan kontribusinya terhadap perkembangan KY di masa depan.
”Ada calon tertentu yang memiliki latar belakang aktivis dan praktisi hukum, dan selama ini dikenal memiliki rekam jejak baik dalam hubungannya dengan KY dan Mahkamah Agung (MA). Kedekatan dan hubungan yang baik dengan kedua lembaga ini merupakan modal baik. Sebab selama ini hubungan KY dan MA kerap kali kurang baik,” ujarnya.
Namun, LeIP juga menemukan rekam jejak salah satu calon yang diduga ada hubungan dekat dengan istri mantan Sekretaris MA, Nurhadi. Kedekatan hubungan itu dikhawatirkan membuat potensi pelanggaran kode etik terjadi jika terpilih sebagai anggota KY.
Ada pula calon anggota KY yang berlatar belakang anggota KY 2016-2021, yang menurut Liza, mesti didalami oleh anggota KY. Sebab tidak semua anggota KY 2016-2021 dinilai dapat berkontribusi bagi perkembangan KY ke depan.
Sementara itu, tepat pukul 10.00 WIB, Komisi III DPR melakukan fit and propertest terhadap Mukti Fajar Nur Dewata. Mukti dalam paparannya mengatakan, putusan hakim perlu dievaluasi. Selama ini, putusan baru dapat dievaluasi ketika sudah berketetapan hukum (incraht).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, I Wayan Sudirta, mempertanyakan kebijakan itu. Sebab, ketika putusan dievaluai ketika belum inkrah, ada potensi kebebasab hakim tercederai. Hal serupa ditanyakan Supriyansyah dari Golkar.
Mukti mengatakan, evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan putusan hakim itu dilakukan secara profesional. ”Tidak selalu putusan yang aneh itu karena suap, bisa saja karena persoalan profesionalisme. Kalau memang kapasitas hakim kurang, bisa dilakukan upgrading,” ujarnya.