Pembunuhan warga, pembakaran rumah ibadah dan rumah warga di Sigi, Sulawesi Tengah, mencederai persatuan bangsa. Aparat keamanan harus menghukum pelakunya. Hingga kini, para teroris pelakunya masih diburu TNI/Polri.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
ANTARA/MOHAMAD HAMZAH
Sejumlah personel Brimob yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala 2017 berjaga di Pos Pengamanan di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Minggu (2/4/2017).
JAKARTA,KOMPAS — Polisi telah meminta keterangan lima saksi untuk mengungkap pelaku pembunuhan dan pembakaran yang terjadi di Dusun Lewonu, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Sigi, Sulawesi Tengah. Keterangan saksi menjadi bekal bagi tim gabungan TNI/Polri untuk mengejar terduga pelaku, yaitu jaringan kelompok Mujahidin Indonesia Timur.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat warga di Satuan Permukiman 2 Dusun Lewonu, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Sigi, dibunuh oleh kelompok teroris, Jumat (27/11/2020). Para korban, yaitu Naka, Yasa, Ferdi, dan Pino, memiliki hubungan kekerabatan. Pelaku pembunuhan dan pembakaran diyakini adalah kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) (Kompas, 29/11/2020).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Awi Setiyono saat dikonfirmasi, Minggu (29/11/2020), mengatakan, pembunuhan dan pembakaran rumah warga di Sigi, diperkirakan terjadi sekitar pukul 10.30 Wita, Jumat (27/11/2020). Selang sekitar 5 jam kemudian, polisi yang tiba di tempat kejadian menjumpai keempat korban dan tujuh rumah warga dalam kondisi terbakar.
Selanjutnya, polisi mengevakuasi empat jenazah korban dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Olah TKP berlangsung selama lima jam atau sejak pukul 18.00 hingga 23.00. Olah TKP dan evakuasi jenazah dilakukan oleh Tim Gabungan Polres Sigi yang dipimpin oleh Kapolres Sigi Ajun Komisaris Besar Yoga Priyahutama dan tim Automatic Finger Print Identification System (Inafis).
Polisi berjaga di dekat baliho Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus teroris di Posko Operasi Tinombala 2016 Sektor II Tokorondo, Poso, Sulawesi Tengah.
”Ada lima saksi yang diinterogasi oleh tim. Saksi menyatakan bahwa pelaku kurang lebih 10 orang. Mereka membawa sebuah senjata api laras panjang, dan dua senjata api genggam,” ujar Awi.
Awi juga mengatakan bahwa para saksi meyakini tiga di antara pelaku merupakan bagian dari kelompok teroris Ali Ahmad atau Ali Kalora.
Berbekal informasi itu, Satgas Tinombala, Brimob Polda Sulteng, dan TNI mengejar kelompok Ali Kalora tersebut. Saat ini, tim masih berupaya memburu para terduga pelaku.
Melindungi saksi dan korban
Menanggapi kejadian di Sulteng, Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban (LPSK) menugaskan tim untuk memberikan perlindungan bagi para saksi, serta pemenuhan hak bagi korban tindak pidana terorisme di Sigi. Tim akan mendampingi, serta memberikan jaminan keamanan kepada saksi dan korban hingga proses peradilan.
ANTARA/BASRI MARZUKI
Sejumlah prajurit TNI menyusuri jalan setapak dalam hutan untuk memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/3/2016).
Wakil Ketua LPSK Achmadi mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Polda Sulteng untuk memberikan perlindungan ataupun layanan bantuan baik kepada korban maupun saksi. Bantuan kepada korban tindak pidana terorisme diberikan berupa layanan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan bagi keluarga korban meninggal.
LPSK juga melakukan penilaian untuk pemberian kompensasi bagi korban terorisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
”Tim LPSK akan bertolak ke Sigi besok, Senin (30/11/2020), untuk menelaah kondisi dan kebutuhan korban. Jika kebutuhan bantuan medis mendesak, LPSK bisa menerbitkan guarantee letter sebagai jaminan atas biaya penanganan medis bagi korban terorisme di Sigi,” kata Achmadi.
Rasa kemanusiaan
Organisasi Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) yang merupakan mantan sukarelawan kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu Presiden 2019 mengecam keras kejadian pembunuhan warga, dan pembakaran rumah ibadah dan rumah warga di Sigi.
Kompas
Tersangka terorisme dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur Basri alias Bagong dirawat di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (14/9/2016). Orang kepercayaan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso itu ditangkap di kebun kakao warga oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala di Desa Tangkura, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulteng.
Ketua Umum KITA Maman Imanulhaq mengatakan, teror di Sigi melukai rasa kemanusiaan, dan mencederai persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa, KITA menyampaikan empati dan duka mendalam kepada korban tindak kebiadaban teroris.
”Kami mendorong kepolisian segera menangkap dan memproses hukum pelaku terorisme ini. Jika kasus ini tak terselesaikan secara hukum, bukan tidak mungkin akan ada ancaman kejadian serupa di masa depan,” kata Maman.
Maman menambahkan, KITA mendukung langkah Polri yang menugaskan Satgas Operasi Tinombala untuk mengejar pelaku terorisme yang diduga berasal dari sisa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso pimpinan Santoso.
TIM KAMPANYE NASIONAL JOKOWI-AMIN
Maman Imanulhaq berbicara di depan para santri Pondok Pesantren Al-Hikamussalfiah Cipulus Wanayasa Purwakarta Jawa Barat, Kamis (6/12/2018).
KITA juga berharap polisi dapat menumpas jaringan MIT. Pimpinan MIT pasca-kematian Santoso yaitu Ali Kalora harus ditangkap dan diproses hukum.
”Aparat keamanan dan pertahanan baik Polri, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) tidak boleh lengah dalam upaya pemberantasan sel-sel terorisme. Jangan sampai ruang gerak sel-sel terorisme ini terus berkembang masif di Indonesia,” kata Maman.
KITA juga mendorong kepada semua elemen masyarakat terutama tokoh agama, tokoh masyarakat, agar terus menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Semua pihak diminta aktif berperan dalam menjaga toleransi antarumat beragama. Semua pihak juga diharapkan berperan memberikan edukasi kepada publik tentang nilai-nilai persatuan dan kesatuan sesuai dengan sila-sila Pancasila.