Pengungkapan Dugaan Suap Menteri Edhy Prabowo Titik Tolak Memperkuat Komitmen Berantas Korupsi
KPK menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan budidaya lobster 2020. KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (25/11/2020) malam, menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus suap perizinan usaha budidaya lobster 2020. Penangkapan ini diharapkan menjadi momentum pengembalian kepercayaan publik kepada kinerja penindakan KPK.
Selain itu, kasus ini juga diharapkan bisa dijadikan titik tolak memperkuat komitmen pemerintah maupun partai politik untuk bersih-bersih dari figur koruptif.
Dalam rangkaian penangkapan Edhy, Rabu (25/11) dini hari, KPK mengamankan 17 orang di sejumlah daerah. Edhy ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, sekembalinya dari lawatan ke Amerika Serikat. Selain Edhy, KPK menangkap istrinya yang juga anggota DPR, Iis Rosita Dewi, sejumlah pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta pihak swasta.
Dalam jumpa pers Rabu malam, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengumumkan KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap itu. Sebagai tersangka penerima suap ialah Edhy; Safri, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan; Siswandi, pengurus PT ACK; dan Ainul Faqih, selaku staf Iis, istri Edhy. Selain itu, juga Andreu Pribadi Misata, staf khusus menteri, dan Amiril Mukminin. Andreu dan Amiril masih dicari KPK. Sementara sebagai tersangka pemberi suap ialah Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).
”Saya minta maaf kepada Pak Presiden Jokowi, kepada Pak Prabowo, kepada ibu saya. Saya akan bertanggung jawab dan membeberkan apa yang terjadi. Saya akan mengundurkan diri dari jabatan wakil ketua (Gerindra),” kata Edhy.
Edhy menjadi menteri ketiga di pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berurusan dengan KPK. Pada September 2019, Imam Nahrawi yang saat itu menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Akhir Agustus 2018, Idrus Marham juga diproses hukum terkait suap proyek PLTU Riau-1.
Terkait penangkapan Edhy, Presiden Joko Widodo menyatakan menghormati proses hukum di KPK. Presiden juga menegaskan pemerintah mendukung upaya pemberantasan korupsi. ”Saya percaya KPK bekerja transparan, terbuka, dan profesional,” kata Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden menegaskan pemerintah terus mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD kemarin sore mengatakan, ”Apa pun alasannya, pemerintah mendukung apa yang dilakukan KPK dan silakan lanjutkan sesuai hukum yang berlaku.”
Pulihkan kepercayaan
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengungkapkan kegembiraannya karena KPK melakukan operasi cukup besar setelah revisi Undang-Undang KPK. ”Semestinya penangkapan Menteri KP (Edhy) ini dijadikan KPK momentum memulihkan kepercayaan publik,” kata Azyumardi.
Setelah revisi UU KPK diundangkan menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, kinerja penindakan lembaga tersebut dinilai sejumlah kelompok masyarakat sipil turun.
Azyumardi berharap kasus ini dibuka seluas-luasnya dan transparan dengan melibatkan publik. Ke depan, publik akan menunggu apakah KPK benar-benar bergigi untuk memberantas korupsi.
Menurut Azyumardi, penangkapan ini juga jadi momentum bagi Presiden Jokowi untuk memperlihatkan kemauan politiknya memberantas korupsi dengan segera memberhentikan Edhy dari kabinet. Bagi Partai Gerindra dan partai politik lain, penangkapan ini juga jadi momentum membersihkan diri dari figur koruptif.
Pada Rabu siang, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku baru mendengar mengenai informasi penangkapan Edhy Prabowo dan saat ini menunggu informasi yang valid dari KPK.
Dasco mengaku telah menyampaikan kabar itu kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Prabowo memberikan arahan agar menunggu perkembangan lebih lanjut dan informasi dari KPK.
Kronologi
KPK menerima informasi adanya dugaan terjadinya penerimaan uang oleh penyelenggara negara. ”Selanjutnya pada tanggal 21 November 2020 sampai dengan 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia,” kata Nawawi.
Dalam kasus itu, terdapat sejumlah transfer Rp 3,4 miliar dari swasta yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya, Safri, dan Andreu. Uang itu, antara lain, digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21-23 November 2020. Barang mewah itu berupa jam tangan Rolex serta tas mewah.
Selain itu, juga ada pemberian uang 100.000 dollar AS serta sejumlah setoran lain.
Suap diduga terkait rangkaian peristiwa terbitnya Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster serta kepentingan swasta dalam ekspor benih lobster.