Para elite dan masyarakat diminta mengedepankan jiwa kenegarawanan sehingga tidak mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan dan persatuan bangsa.
Oleh
NINUK MARDIANA PAMBUDY / NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kegaduhan yang muncul akibat silang kepentingan di tubuh bangsa harus diakhiri. Para elite dan masyarakat harus memiliki jiwa kenegarawanan dalam menyelesaikan masalah bangsa, apalagi saat ini negara tengah dilanda pandemi Covid-19.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir melalui keterangan tertulisnya, Selasa (24/11/2020), menyampaikan, masa depan Indonesia merupakan milik bersama sehingga para elite dan warga bertanggung jawab menjaganya. Kepentingan pribadi tidak boleh merusak sistem berbangsa dan bernegara.
”Harus ada komitmen bersama untuk menyelesaikan masalah bangsa dengan jiwa kenegarawanan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan sendiri,” ujar Haedar.
Masa depan Indonesia merupakan milik bersama sehingga para elite dan warga bertanggung jawab menjaganya. Kepentingan pribadi tidak boleh merusak sistem berbangsa dan bernegara.
Haedar mengingatkan, jika para elite semaunya sendiri, masa depan Indonesia akan menjadi pertaruhan berat. Situasi akan semakin parah apabila elite puncak sampai bawah serba pragmatis dan miskin visi kenegaraan. Tak berhenti pada para elite, kelompok masyarakat pun harus bertanggung jawab memberi solusi untuk masalah negeri.
”Jangan memolitisasi sehingga masalah bangsa menjadi tak berkesudahan. Kepentingan politik siapa pun wajar di negara demokratis, tetapi jangan mengorbankan tatanan keindonesiaan yang sudah dibangun susah payah dalam kebinekaan dan persatuan Indonesia,” ucap Haedar.
Keadaban publik
Sementara itu, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyampaikan, di tengah krisis global akibat pandemi sekarang, semua elemen bangsa harus bersatu padu. Tanpa persatuan dan kebersamaan, bangsa ini tak akan mampu menghadapi krisis, bahkan bisa mundur ke belakang.
”Maka, semuanya harus satu kata dan satu perbuatan. Yang dibutuhkan sekarang ini, bagaimana mewujudkan Indonesia yang tak lagi dipenuhi terus-menerus polemik seperti soal-soal ini,” kata Benny.
Di tengah krisis global akibat pandemi sekarang, semua elemen bangsa harus bersatu padu. Tanpa persatuan dan kebersamaan, bangsa ini tak akan mampu menghadapi krisis, bahkan bisa mundur ke belakang.
Segala polemik, lanjut Benny, harus diakhiri. Semua pihak harus menjalankan keadaban publik. Keadaban publik berarti fungsi antara negara, pasar, dan warga harus bersinergi.
”Satu dengan yang lain tak saling menyalahkan. Jangan merasa dirinya menang sendiri dan menganggap menang sendiri. Itu tak akan selesai,” tutur Benny.
Keadaban publik hanya bisa terjadi jika setiap unsur anak bangsa taat pada aturan bersama. Misalnya, kepatuhan pada protokol kesehatan. Siapa pun yang melanggar harus dikenai sanksi, tak melihat status sosialnya.
Apabila tak ada ketaatan pada aturan, akhirnya bisa menimbulkan apatisme publik. Hal itulah, menurut Benny, terjadi belakangan ini. Ada hak istimewa, baik pejabat publik, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat, yang seolah-olah berhak melanggar protokol kesehatan. Sementara pedagang kaki lima dan pedagang kecil harus mengikuti aturan itu.
”Nah, ini yang melukai nurani publik. Seharusnya tak pandang bulu sehingga keteladanan itu betul-betul menjadi norma bagi semua orang. Maka, yang sekarang dilakukan, apa pun alasannya, adalah tertib sosial,” kata Benny.