Eksepsi Napoleon Tidak Diterima, Sidang Dilanjutkan ke Pemeriksaan Pokok Perkara
Sidang dugaan gratifikasi terkait red notice Joko Tjandra yang menjerat bekas Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte akan berlanjut. Hakim menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum Napoleon.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak menerima nota keberatan (eksepsi) yang diajukan kuasa hukummantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. Majelis juga menyatakan surat dakwaan terhadap Napoleon, terdakwa kasus dugaan gratifikasi penghapusan red notice Interpol Joko Tjandra yang digunakan sebagai dasar pemeriksaan perkara dugaan korupsi itu sah.
Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut Muhammad Damis membacakan putusan sela itu dalam persidangan, Senin (23/11/2020). Damis didampingi oleh hakim anggota Saifudin Zuhri dan Joko Subagyo.
"Mengadili. Satu menyatakan keberatan tim kuasa hukum terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte tidak dapat diterima. Menyatakan sah surat dakwaan JPU pada Kejari Jaksel nomor Reg PDS/M.1.14/FT/10/2020 tanggal 23 Oktober sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa. Memerintahkan JPU melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut," kata M Damis.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengatakan bahwa nota keberatan yang diajukan tim kuasa hukum terdakwa dianggap sudah memasuki pokok perkara sehingga harus dibuktikan di persidangan. Selain itu, majelis juga mengatakan eksepsi terdakwa tidak beralasan hukum sehingga tidak diterima.
Soal perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan Napoleon misalnya, tim kuasa hukum mengatakan dakwaan dari JPU kabur. Ini karena Napoleon dianggap tidak terlibat langsung dalam penghapusan red notice buronan cessie Bank Bali Joko Tjandra. Kuasa hukum berdalih, status red notice itu sudah terhapus dari data NCB Interpol Pusat di Lyon, Perancis sejak 2014. Ini karena Kejaksaan Agung tak pernah mengajukan perpanjangan status red notice Joko.
Namun, majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan surat dakwaan JPU, Napoleon secara aktif mengatakan bahwa dirinya dapat membantu pengurusan penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO). Ini baik data dari NCB Interpol Pusat maupun daftar pelintasan orang di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.
"Nota keberatan telah memasuki pokok perkara sehingga harus dibuktikan dalam pemeriksaan perkara," kata hakim.
Selain itu, tim kuasa hukum juga menyatakan tempat dan waktu (locus dan tempus delicti) penerimaan gratifikasi dalam bentuk uang senilai 270.000 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 3,95 miliar dan 200.000 dollar Singapura atau Rp 2,92 miliar tidak jelas. Bukti penerimaan uang tersebut hanya berasal dari kuitansi penyerahan uang dari sekretaris Joko Tjandra Nurmawan Fransisca kepada perantara yaitu pengusaha Tommy Sumardi.
Kuitansi tersebut dianggap tidak ada kaitan langsung dengan terdakwa Napoleon. Bahkan, barang bukti uang yang disita juga tidak ada.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta berpendapat, perumusan waktu dan tempat dalam perkara ini bersifat alternatif. Dakwaan yang disusun oleh JPU juga dianggap tidak menyimpang dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Oleh karena itu, keberatan dari kuasa hukum terdakwa tidak dapat diterima karena tidak beralasan hukum.
"Tindak pidana dilakukan oleh terdakwa saat dirinya menjabat sebagai Kepala Divhubinter Polri dan berkoordinasi dengan penyidik Polri (Mantan Kepala Biro Pengawas PPNS Bareskrim Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo) pada suatu tempat dan waktu lain-lain," kata hakim.
Atas putusan sela tersebut, terdakwa memiliki hak untuk menanggapinya. Kuasa hukum terdakwa, Santrawan T Paparang meminta waktu kepada majelis untuk menyampaikan tanggapan secara tertulis pada persidangan pekan depan. Santrawan juga meminta kepada majelis hakim, agar JPU menghadirkan saksi pelapor dalam perkara tersebut. Menurutnya, kehadiran saksi pelapor sangat penting karena akan memperjelas duduk perkara dugaan gratifikasi tersebut.
Namun, jaksa penuntut, Zulkipli justru mempertanyakan dasar hukum yang digunakan kuasa hukum untuk meminta saksi pelapor dihadirkan dalam persidangan. Menurutnya, saksi-saksi yang dihadirkan JPU untuk pembuktian perkara dugaan gratifikasi itu sudah sesuai kategorisasi yang diatur di KUHAP.
"Permintaan saudara kuasa hukum mengada-ada. Saksi-saksi yang akan kami hadirkan dalam perkara ini sudah sesuai dengan prinsip yang harus dipedomani dalam pembuktian perkara di persidangan," kata Zulkipli.
Selanjutnya, sidang pemeriksaan perkara gratifikasi dengan terdakwa Napoleon ini akan dilanjutkan ke pokok-pokok perkara pada, Senin (30/12/2020). Adapun, terdakwa lain yang disidangkan dalam dugaan gratifikasi penghapusan red notice ini adalah Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi.