Penyidik Masih Dalami Unsur Pidana dalam Beberapa Kerumunan di DKI
Polda Metro Jaya akan menggelar ekspose terkait dugaan pidana pada pelanggaran protokol kesehatan dalam beberapa peristiwa kerumunan di wilayah DKI. Jika unsur pidana terpenuhi, kasus itu dinaikkan ke penyidikan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik kepolisian berencana menggelar ekspose terkait dengan dugaan pidana kekarantinaan kesehatan yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Senin mendatang. Sampai saat ini, penyidik masih meminta klarifikasi terhadap beberapa pihak yang dianggap mengetahui peristiwa tersebut.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian Negara RI Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, Jumat (20/11/2020), mengatakan, pada Senin mendatang, penyidik berencana melakukan ekspose dengan mengundang jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
”Ekspose itu adalah bagian penyelidikan yang sifatnya koordinasi antarsesama penegak hukum untuk melihat apakah memenuhi unsur pidana sehingga dapat ditingkatkan ke penyidikan. Ini masih tahap penyelidikan, belum penyidikan,” papar Ahmad.
Ekspose itu adalah bagian penyelidikan yang sifatnya koordinasi antarsesama penegak hukum untuk melihat apakah memenuhi unsur pidana sehingga dapat ditingkatkan ke penyidikan. (Ahmad Ramadhan)
Menurut Ahmad, dalam penyelidikan tentang tindak pidana kekarantinaan kesehatan, penyidik mendalami penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di wilayah DKI Jakarta. Hal itu dikaitkan dengan Pasal 93 juncto Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Adapun dugaan tindak pidana kekarantinaan yang akan dilakukan ekspose itu hanya yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya, termasuk yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Adapun yang terjadi di Megamendung, Bogor, merupakan kewenangan Polda Jawa Barat.
Menurut Ahmad, sampai hari ini penyidik Polda Metro Jaya masih terus meminta keterangan. Penyidik mengundang tujuh orang untuk dimintai keterangan. Namun, dari jumlah tersebut, hanya dua orang yang memenuhi undangan, yaitu Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta.
”Yang tidak hadir ada lima orang dan belum ada konfirmasi, belum ada alasan mengapa tidak hadir. Mereka adalah HA, humas FPI (Front Pembela Islam), NS pengantin wanita, MI pengantin pria, kemudian I sebagai orang yang diminta untuk menyewa tenda, dan HA bin AA yang statusnya belum diketahui tetapi bagian dari keluarga MRS (Muhammad Rizieq Shihab),” ujar Ahmad.
Dugaan tindak pidana kekarantinaan yang akan dilakukan ekspose itu hanya yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya, termasuk yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta.
Pencopotan baliho
Terkait dengan pencopotan baliho gambar Rizieq Shihab di banyak lokasi di wilayah Jakarta, hal itu merupakan ranah Komando Daerah Militer Jayakarta. Menurut Ahmad, kepolisian belum mengambil langkah serupa.
Secara terpisah, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane berpandangan, pencopotan baliho di berbagai lokasi di Jakarta diapresiasi. Hanya saja, menurut Neta, hal itu sebenarnya tugas satuan polisi pamong praja dan kepolisian.
”Sebab, sesuai ketentuan perda, semua pemasangan spanduk, poster, dan baliho harus memiliki izin dan tidak boleh dipasang seenaknya. Namun, satpol PP dan polisi tidak berani mencabut baliho-baliho Rizieq,” kata Neta.
Menurut Neta, banyaknya baliho dan poster bergambar Rizieq Shihab di berbagai lokasi dapat dipersepsi masyarakat bahwa Rizieq tidak tersentuh hukum. Dalam situasi demikian, Neta menyayangkan kepolisian tidak mengambil tindakan apa pun.
Hal-hal semacam itu, menurut Neta, membuat Rizieq bersama kelompoknya semakin berani dan bebas melakukan manuver seperti yang terjadi saat Rizieq tiba di Bandara Soekarno-Hatta hingga kerumunan massa saat akad nikah anaknya. Neta berharap, hal-hal semacam itu mestinya diantisipasi sedari awal dan negara tidak boleh seperti kalah menghadapi kelompok tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar, mempertanyakan sikap Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman yang memerintahkan jajarannya untuk mencopot spanduk dan baliho pemimpin FPI, Rizieq Shihab.
”Lucu juga, ya, kalau benar TNI mengurus baliho,” kata Aziz kepada Kompas.com, Jumat.