Langgar Protokol Kesehatan, Perberat Sanksi Calon Kepala Daerah
Bawaslu diminta menjatuhkan sanksi lebih tegas kepada pasangan calon kepala daerah yang berulang kali melanggar protokol kesehatan saat kampanye. Pemotongan masa kampanye selama tiga hari dapat dijatuhkan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/IQBAL BASYARI/ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu diminta menerapkan sanksi maksimal kepada kandidat yang berulang kali melanggar protokol kesehatan. Sanksi berupa peringatan tertulis dan pembubaran kampanye dinilai belum menimbulkan efek jera.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (20/11/2020), mengatakan, sisa waktu 15 hari masa kampanye menjadi waktu krusial bagi pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah untuk memengaruhi pemilih. Aktivitas kampanye diperkirakan meningkat dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya.
Sisa waktu 15 hari masa kampanye menjadi waktu krusial bagi pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah untuk memengaruhi pemilih. Aktivitas kampanye diperkirakan meningkat dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya.
Peningkatan aktivitas kampanye tersebut berpotensi kembali menimbulkan pelanggaran protokol kesehatan. Sebab, sanksi yang diberikan Bawaslu berupa peringatan tertulis dan pembubaran kampanye tidak mampu menimbulkan efek jera.
”Bawaslu harus berani memberikan sanksi maksimal berupa larangan kampanye selama tiga hari kepada kandidat yang berkali-kali melanggar protokol kesehatan. Kandidat pasti akan sangat khawatir jika mendapat sanksi itu karena kehilangan jatah kampanye menjelang akhir masa kampanye,” katanya.
Menurut Kaka, Bawaslu tidak boleh ragu memberikan sanksi kepada kandidat yang melanggar protokol kesehatan saat kampanye. Sanksi tegas berupa pengurangan masa kampanye akan sangat merugikan pasangan calon sehingga mereka sangat menghindari sanksi itu di akhir masa kampanye.
Pengawas pemilu di lapangan pun harus disiplin dalam memberikan sanksi. Peringatan tertulis harus segera diterbitkan agar pasangan calon sesegera mungkin membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan. Jika tidak dilakukan, sanksi berupa pembubaran kampanye harus diambil.
Selama 50 hari masa kampanye Pilkada 2020 di 270 daerah penyelenggara, terjadi 1.448 pelanggaran protokol kesehatan dalam kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas.
Selama 50 hari masa kampanye Pilkada 2020 di 270 daerah penyelenggara, terjadi 1.448 pelanggaran protokol kesehatan dalam kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas. Sebanyak 1.290 kegiatan kampanye diberikan peringatan tertulis dan 158 kegiatan kampanye dibubarkan.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada, kandidat dapat diberikan sanksi berupa pengurangan masa kampanye selama tiga hari. Sanksi itu diberikan apabila kandidat mengabaikan peringatan dari Bawaslu.
Dijatuhi sanksi
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, sejumlah kandidat telah diberikan sanksi berupa pengurangan masa kampanye selama tiga hari. Sanksi tersebut sudah dijatuhkan untuk pasangan calon di beberapa daerah, antara lain Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat; Sungai Penuh, Jambi; Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur; dan Bima, Nusa Tenggara Barat.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Bima Abdurrahman mengatakan, ketiga pasang calon kepala daerah yang berkontestasi mendapatkan sanksi berupa pemotongan kampanye selama tiga hari. Ketiganya melakukan tiga kali pelanggaran protokol kesehatan dalam kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas.
Pelanggaran itu antara lain menggunakan pengeras suara yang dapat mengundang kerumunan massa. Padahal, sebelum kampanye dimulai, sudah ada kesepakatan terkait larangan tersebut. Selain itu, ketiga pasangan calon mengumpulkan massa lebih dari 50 orang saat kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas.
”Kami tidak bisa membubarkan karena bukan ranah kami. Karena itu, setiap kampanye (dalam kondisi seperti itu), kami berikan teguran lalu peringatan tertulis satu jam kemudian. Namun, tidak diindahkan,” kata Abdurrahman.
Oleh sebab itu, Bawaslu Bima merekomendasikan KPU Bima agar tidak mengizinkan seluruh pasangan calon mengadakan kampanye pada Sabtu-Senin (21-23/11/2020). ”Kami sudah sampaikan surat rekomendasi itu ke KPU Bima dan menindaklanjuti ke kepolisian agar tidak mengeluarkan surat tanda terima pemberitahuan kampanye,” katanya.
Kaka menambahkan, efektivitas kampanye yang sesuai protokol kesehatan sangat ditentukan oleh pengawasan. Namun, di sini, Bawaslu dinilai tidak bisa bekerja sendirian karena kemampuan dan personel yang terbatas. Aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja (satpol PP) harus ikut turun tangan menertibkan pelanggaran protokol kesehatan.
Efektivitas kampanye yang sesuai protokol kesehatan sangat ditentukan oleh pengawasan. Namun, di sini, Bawaslu dinilai tidak bisa bekerja sendirian karena kemampuan dan personel yang terbatas.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal mengakui, penindakan terkadang sulit dilakukan karena jumlah petugas satpol PP terbatas. Sebab, selain membantu Bawaslu, kekuatan satpol PP terbagi untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
”Oleh karena itu, operasionalisasi di lapangan sangat bergantung pada koordinasi antara Bawaslu dan satpol PP,” ujar Safrizal.
Untuk memperkuat koordinasi, Safrizal mengatakan, secara periodik, kelompok penegakan hukum, yang terdiri dari satpol PP dan TNI-Polri, akan terus menggelar rapat koordinasi. Setidaknya rapat digelar seminggu dua kali untuk memonitor proses penegakan hukum dan dinamika pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di daerah yang menggelar pilkada.