Muhammadiyah Serukan Kolaborasi Hadapi Masalah Bangsa
Presiden Jokowi menyatakan, keberadaan Muhammadiyah merupakan anugerah bagi bangsa. Di usianya yang ke-108, Muhammadiyah terus berkarya bagi bangsa bersama dengan komponen bangsa lainnya.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga 75 tahun merdeka, bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai persoalan berat, seperti korupsi, kesenjangan sosial-ekonomi, konflik antarkomponen bangsa, eksploitasi sumber daya alam, dan oligarki politik, selain pandemi Covid-19. Kolaborasi dan sinergi antarkomponen bangsa mutlak diperlukan untuk mencari jalan keluar dari berbagai persoalan.
Kebersamaan dan kerja sama antarkomponen bangsa telah terbukti berhasil membawa Indonesia keluar dari berbagai krisis yang dialami sejak awal kemerdekaan. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir, dalam pidato peringatan Milad ke-108 Persyarikatan Muhammadiyah, Rabu (18/11/2020), mengungkapkan, masalah bangsa tidak bisa dihadapi sendirian oleh salah satu komponen bangsa, termasuk Muhammadiyah.
”Diperlukan kerja sama dan pembagian tugas dalam menyelesaikan masalah bangsa sesuai dengan posisi dan peran masing-masing dalam jalinan kebersamaan, sinergi, dan persatuan nasional,” kata Haedar yang menyampaikan pidato secara virtual dari kediamannya di Yogyakarta.
Masalah bangsa tidak bisa dihadapi sendirian oleh salah satu komponen bangsa, termasuk Muhammadiyah.
Resepsi Milad ke-108 Muhammadiyah yang mengambil tema ”Meneguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri” digelar kombinasi antara tatap muka dan secara virtual. Peringatan milad secara tatap muka dipusatkan di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta, diikuti oleh sekitar 200 peserta dan pendukung acara dengan protokol kesehatan ketat.
Haedar menyampaikan, sejak awal berdiri pada 18 November 1912, Muhammadiyah selalu berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah bangsa bersama dengan komponen bangsa lain. Sejarah membuktikan, saat negara menghadapi masa krisis, Muhammadiyah selalu hadir membawa solusi.
Sejak perumusan dasar negara Pancasila, sehari setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, Muhammadiyah sudah turut mencari titik kompromi demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hingga kini, saat negara menghadapi pandemi Covid-19, Muhammadiyah pun aktif menangani persoalan kesehatan serta dampak sosial-ekonomi yang menyertai.
Muhammadiyah mengajak pemerintah, kekuatan politik, dan seluruh warga bangsa bersama-sama melakukan ikhtiar kolektif untuk memberikan solusi dalam menghadapi masalah bangsa, sesuai dengan posisi dan peran masing-masing.
Selain pandemi Covid-19, lanjut Haedar, sebenarnya Indonesia masih menghadapi masalah berat, seperti korupsi, utang luar negeri, eksploitasi sumber daya alam, kesenjangan sosial-ekonomi, konflik antarkomponen bangsa, produk legislasi yang kontroversial, oligarki politik, serta masalah-masalah kebangsaan lain. Meski terus berikhtiar mencari jalan keluar, Muhammadiyah tetap tidak bisa sendirian menyelesaikan persoalan bangsa.
Karena itu, Muhammadiyah mengajak pemerintah, kekuatan politik, dan seluruh warga bangsa bersama-sama melakukan ikhtiar kolektif untuk memberikan solusi dalam menghadapi masalah bangsa, sesuai dengan posisi dan peran masing-masing.
”Pertama, pemerintah di seluruh tingkatan bersama legislatif, yudikatif, TNI, Polri, partai politik, dan lembaga lain harus mengedepankan hajat hidup rakyat di atas kepentingan lainnya,” ujar Haedar yang didampingi Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini.
Kepada seluruh warga bangsa, Muhammadiyah mengajak untuk terus memupuk kebersamaan dan persatuan karena mereka juga punya kewajiban dan tanggung jawab kolektif guna memecahkan masalah, termasuk pandemi Covid-19. Egoisme, kepentingan sempit golongan, juga rasa saling curiga, kebencian, pertikaian, dan konflik harus dihindari karena jika dibiarkan dapat menambah beban masalah bangsa.
Sementara khusus untuk umat Islam, diharapkan dapat menjaga situasi kebangsaan tetap kondusif dengan menjauhkan diri dari perselisihan dan segala tindakan kontroversial. ”Hindari tindakan-tindakan intoleran yang dapat merugikan hubungan keumatan dan kebangsaan yang selama ini terjalin dengan baik,” tutur Haedar.
Hindari tindakan-tindakan intoleran yang dapat merugikan hubungan keumatan dan kebangsaan yang selama ini terjalin dengan baik. (Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir)
Tak lupa, warga Muhammadiyah juga diharapkan selalu menjadi pemberi solusi, sesuai dengan kepribadian dan khitah gerakan Islam berkemajuan. Haedar juga mengajak warga Muhammadiyah untuk terus menyebarkan Islam wasatiyah atau jalan tengah dengan menghadirkan karakter keislaman yang damai dan moderat.
Anugerah bagi bangsa
Kontribusi serta pengabdian Muhammadiyah untuk bangsa mendapat pengakuan dan apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo. Dalam pidato yang disampaikan secara virtual, Presiden menyampaikan bahwa Muhammadiyah merupakan anugerah bagi bangsa Indonesia.
”Muhammadiyah merupakan anugerah Allah SWT bagi bangsa Indonesia,” ujar Presiden dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Apresiasi juga disampaikan atas kerja nyata Muhammadiyah dalam mengatasi masalah kesehatan dan ekonomi di masa pandemi. Bahkan, secara khusus Presiden menyampaikan ucapan terima kasih kepada para dokter dan tenaga medis rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah yang telah bekerja di garda terdepan dalam penanganan pasien Covid-19.
Muhammadiyah diharapkan tetap memberikan bantuan kepada pemerintah dalam penanggulangan Covid-19, termasuk menyukseskan program vaksinasi yang tengah disiapkan. ”Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan pemulihan kesehatan melalui vaksinasi. Saya berharap Muhammadiyah dapat ikut membantu memberikan penjelasan dan pemahaman yang benar kepada masyarakat,” tuturnya.
Warga Muhammadiyah diharapkan turut mencegah informasi keliru atau hoaks seputar vaksinasi yang diyakini sebagai jalan untuk mengendalikan Covid-19. Sebab, pemerintah berupaya mempersiapkan program vaksinasi dengan cermat, hati-hati, dan matang dengan terus memastikan keamanan, efektivitas, serta akses masyarakat pada vaksin.