KPK Kembali Tahan Kepala Daerah Terkait Dana Alokasi Khusus
Wali Kota Dumai, Riau, Zulkifli AS ditahan KPK terkait dugaan suap pengurusan anggaran DAK Kota Dumai serta atas dugaan menerima gratifikasi. Zulkifli jadi kepala daerah ketiga yang ditahan KPK terkait pengurusan DAK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Wali Kota Dumai, Riau, Zulkifli AS terkait dugaan suap pengurusan anggaran dana alokasi khusus atau DAK Kota Dumai. Selain itu, Zulkifli juga diduga menerima gratifikasi dari pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/11/2020), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Zulkifli AS (ZAS) ditahan dalam perkara dugaan suap terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan Tahun Anggaran 2017 dan APBN 2018 yang penyidikannya dilakukan sejak September 2019.
”Pada Maret 2017, ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo (Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Kementerian Keuangan) di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ZAS meminta bantuan mengawal pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai. Pada pertemuan lain disanggupi Yaya dengan fee 2 persen,” kata Alex.
Dia menjelaskan, pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar tahun anggaran 2016 Rp 22 miliar. Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran Rp 22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.
Pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk tahun anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Beberapa bidang yang diajukan, antara lain, rumah sakit rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, serta pendidikan.
ZAS kembali bertemu dengan Yaya membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK tahun anggaran 2018 kota Dumai, yaitu untuk pembangunan RSUD dengan alokasi Rp 20 miliar dan pembangunan jalan Rp 19 miliar.
Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, ZAS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.
”Penyerahan uang setara dengan Rp 550 juta dalam bentuk dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, dan rupiah pada Yaya dan kawan-kawan dilakukan pada November 2017 dan Januari 2018,” kata Alex.
Perkara kedua, ZAS diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.
Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada perkara pertama, ZAS disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkara Kedua, ZAS disangkakan melanggar Pasal 12B UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Zulkifli merupakan kepala daerah ketiga yang ditahan KPK terkait kasus DAK tersebut. Sebelumnya, KPK telah menahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman dan Bupati Labuhan Batu Utara Khairuddin Syah Sitorus.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengungkapkan, korupsi DAK sering terjadi karena tidak ada transparansi dalam pengurusannya. Padahal, pemerintah pusat sudah memiliki prioritas daerah mana yang akan memperoleh DAK.
”Ketidak transparan tersebut dimanfaatkan oleh oknum yang sudah memiliki informasi terlebih dahulu. Di dalam ruang gelap ini terjadi upaya transaksi dan manipulasi,” kata Robert.
Apalagi, DAK Fisik diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur. Di dalam pengadaan untuk pembangunan infrastruktur tersebut sering kali sudah ada permainan dari oknum swasta, pemerintah pusat dan daerah, serta penghubung. Hal tersebut dapat terlihat dari para pelaku yang sudah ditahan KPK.
Agar hal serupa tidak terjadi lagi, Robert mengusulkan agar DAK dibuka dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Informasi daerah mana yang akan memperoleh DAK harus dibuka dalam forum tersebut sehingga pemerintah daerah mengetahuinya.
Sistem perencanaan, penyaluran, pelaporan, dan evaluasi DAK juga harus dibenahi. Selain itu, integritas pegawai di Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional juga harus diperkuat melalui inspektorat.