Presiden: Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi
Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas menginstruksikan Kapolri, Panglima TNI, dan Satgas Penanganan Covid-19 untuk menindak para pelanggar protokol kesehatan. Mendagri pun diminta menegur kepala daerah.
Oleh
FX LAKSANA AS/RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keselamatan rakyat di tengah pandemi Covid-19 merupakan hukum tertinggi. Untuk itu, penegakan disiplin protokol kesehatan harus dilakukan dengan tegas.
”Saya ingin tegaskan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Pada masa pandemi ini telah kita putuskan pembatasan-pembatasan sosial, termasuk di dalamnya adalah pembubaran kerumunan,” kata Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas membahas laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Hadir dalam rapat tersebut, antara lain, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Idham Azis, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Mengutip siaran pers Sekretariat Presiden, Presiden menegaskan bahwa penegakan disiplin protokol kesehatan harus dilakukan. Tidak ada satupun orang yang memiliki kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 sehingga penularan rawan terjadi dalam kerumunan.
Sehubungan dengan itu, Presiden menginstruksikan Kapolri, Panglima TNI, dan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 untuk menindak tegas siapa saja yang melanggar pembatasan-pembatasan yang sebelumnya telah ditetapkan. ”Jadi, jangan hanya sekadar imbauan, tetapi harus diikuti dengan pengawasan dan penegakan aturan secara konkret di lapangan,” kata Presiden.
Saat ini, menurut Presiden, kepercayaan masyarakat terhadap upaya-upaya yang dilakukan pemerintah amat diperlukan agar langkah-langkah pengendalian pandemi yang dijalankan pemerintah dapat berjalan efektif.
”Saya juga minta kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengingatkan, kalau perlu menegur, kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, untuk bisa memberikan contoh-contoh yang baik kepada masyarakat, jangan malah ikut berkerumun,” kata Presiden.
Bagi daerah-daerah yang telah memiliki peraturan daerah tentang penegakan disiplin protokol kesehatan, Presiden mengingatkan untuk betul-betul menjalankannya dengan tegas, konsisten, dan tidak pandang bulu. Adalah tugas dan kewajiban pemerintah untuk mendisiplinkan masyarakat sekaligus
menegakkan hukum dengan tegas.
Ketegasan tersebut, masih mengutip siaran pers yang sama, diperlukan mengingat penanganan Covid-19 di dalam negeri terus membaik. Berdasarkan data per 15 November, rata-rata kasus aktif Covid-19 di Indonesia adalah 12,82 persen atau jauh lebih rendah daripada rata-rata kasus aktif dunia yang mencapai 27,85 persen. Rata-rata kesembuhan pasien Covid-19 di Indonesia mencapai 83,92 persen atau jauh lebih baik dibandingkan dengan angka kesembuhan dunia sebesar 69,73 persen.
”Angka-angka yang bagus ini jangan sampai rusak gara-gara kita kehilangan fokus kendali karena tidak berani mengambil tindakan hukum yang tegas di lapangan,” kata Presiden.
Sebagai tambahan perspektif, Presiden menyinggung perjuangan, kerja keras, dan pengorbanan para petugas kesehatan. Menurut Presiden, dokter, perawat, tenaga medis, dan paramedis telah sukarela mencurahkan tenaga guna merawat pasien Covid-19 selama berbulan-bulan. Bahkan, mereka tidak bertemu dengan keluarga mereka dalam waktu yang lama.
”Jangan sampai apa yang telah dikerjakan oleh para dokter, perawat, tenaga medis, paramedis menjadi sia-sia karena pemerintah tidak bertindak tegas untuk sesuatu kegiatan yang bertentangan dengan protokol kesehatan dan peraturan-peraturan yang ada,” kata Presiden.
Kepercayaan publik
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta seluruh pihak, terlebih lagi para tokoh dan pimpinan masyarakat, agar membangun kesadaran untuk tidak melakukan kegiatan yang berpotensi mengundang massa dalam jumlah besar di tengah pandemi. ”Mari kita membangun kesadaran kembali para tokoh-tokoh masyarakat untuk bisa menerapkan disiplin protokol kesehatan secara ketat,” ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini.
Kerumunan yang terjadi pada akhir pekan lalu, menurut Helmy, bukan tindakan yang edukatif bagi masyarakat. Pasalnya, pada saat yang sama, pedagang kecil dilarang berjualan untuk menghindari berkumpulnya orang di tengah pandemi Covid-19.
”Mari kita taat juga kepada negara. Kita, kan, sebagai warga negara terikat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Siapa pun kalau mengadakan kegiatan harus dibatasi agar tidak memicu berkumpulnya orang dalam jumlah besar,” tuturnya.
Pemerintah pun didorongnya agar bertindak tegas dan konsisten menegakkan protokol kesehatan. Jika pemerintah tidak tegas dan tebang pilih, masyarakat akan hilang kepercayaan. ”Kalau pemerintah tidak tegas, masyarakat akan menilai berarti mereka bisa melakukan tindakan serupa. Artinya, hukum tidak dapat lagi dijalankan dengan ketat. Sekarang dikembalikan kepada pemerintah bisa atau tidak menegakkan aturan itu,” ujarnya.
Tunda muktamar
PBNU, menurut Helmy, di masa pandemi ini telah menunda pelaksanaan muktamar. Salah satu pertimbangannya selain kondisi pandemi ialah menghormati hukum dan keputusan negara. Hal serupa diharapkan juga menjadikan pertimbangan bagi setiap pihak sehingga rantai penularan Covid-19 bisa terputus.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti juga mendesak pemerintah untuk konsisten menegakkan aturan dan protokol Covid-19. ”Negara tidak boleh kalah,” tegas Mu’ti.
”Pedagang pasar diuber-uber, bahkan tidak boleh berjualan karena dianggap tidak mematuhi protokol Covid-19. Mereka kehilangan mata pencarian karena Covid-19. Namun, elite politik dibiarkan melanggar protokol saat pilkada, elite agama dibiarkan melanggar hanya karena orang besar. Ini tidak benar dan melukai rasa keadilan,” ungkapnya.
Mu’ti pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk meningkatkan disiplin diri dan sabar mematuhi protokol kesehatan. Sebab, sampai saat ini, pandemi Covid-19 belum sepenuhnya terkendali. Selain itu, penanggulangan Covid-19 merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya kewajiban pemerintah.