Dalam wawancara khusus dengan ”Kompas”, Presiden Joko Widodo menyatakan vaksin Covid-19 yang kelak digunakan harus dipastikan tidak membahayakan publik. Untuk itu, sejumlah tahapan harus dilalui.
Oleh
Suhartono
·7 menit baca
Pemerintah Indonesia termasuk di antara negara yang sigap sejak awal mencari serta mempersiapkan pengadaan dan pengembangan vaksin sendiri untuk memutus mata rantai pandemi virus korona baru SARS-CoV-2 atau Covid-19. Meskipun upaya pencegahan Covid-19, seperti penerapan protokol kesehatan, harus tetap dijalankan, vaksin menjadi satu-satunya cara memenangkan ”perang” dengan Covid-19.
Saat meninjau kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jakarta, awal Juni lalu, Presiden Joko Widodo untuk pertama kali menyinggung soal vaksin sebagai pemutus mata rantai penyebaran Covid-19 di dunia, termasuk di Indonesia. ”Situasi tak menentu akan terjadi hingga vaksin untuk mencegah Covid-19 ditemukan. Padahal, penyiapan vaksin tak mudah dan membutuhkan waktu lama karena harus melalui uji klinis, uji lapangan, dan produksi. Jadi, kebiasaan baru mesti dilakukan sesuai protokol kesehatan agar aman Covid-19,” ujarnya (Kompas, 6 Juni 2020).
Hingga kini, temuan kasus positif di Indonesia memang terus turun naik. Pada Sabtu (14/11/2020), pasien positif Covid-19 bertambah sekitar 5.272 sehingga total pasien berjumlah 463.007. Pasien meninggal juga bertambah sekitar 111 atau menjadi 15.148 pasien. Sebaliknya, yang sembuh justru lebih besar menjadi 388.094 atau bertambah sekitar 3.000 pasien dari hari sebelumnya.
Meski demikian, Covid-19 tetap menjadi ancaman selama vaksin dan vaksinasinya belum ada. Vaksin adalah sebuah produk biologi yang dapat berasal dari virus, bakteri atau dari kombinasi di antara keduanya yang kemudian dilemahkan dan menjadi obat untuk melawan penyakit, termasuk virus Covid-19. Adapun vaksinasi merupakan proses pemberian vaksin yang dilakukan ke dalam tubuh manusia dengan tujuan memicu antibodi atau imunitas terhadap suatu penyakit.
Sejak kunjungan Presiden ke Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dipimpin Doni Monardo, langkah pemerintah tak main-main. Selain menunjuk Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk memulai penjajakan pengadaan dan pelaksanaan vaksin, Presiden Jokowi juga mengutus Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk bekerja sama dengan sejumlah negara dalam pengadaan dan pengembangan vaksin.
Sebagai payung hukum, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Dari sisi anggaran, pemerintah juga menyiapkan uang muka atau down payment untuk pembelian vaksin virus korona sebesar Rp 3,3 triliun dari total anggaran sebesar Rp 37 triliun yang bersifat multiyears mulai 2020.
Dengan kesiapan itu, Presiden berharap Indonesia akan mendapatkan 290 juta dosis vaksin virus korona pada akhir 2021.
”Akhir tahun 2020, vaksin kita harapkan datang. Pada bulan Januari 2021, kita bisa memproduksi. Kalau produksinya siap, vaksinasi baru diberikan kepada masyarakat,” kata Presiden Jokowi ketika menyaksikan uji klinis fase ketiga penyuntikan calon vaksin Covid-19 produksi Sinovac, perusahaan farmasi dari China, di Kota Bandung, Jawa Barat, awal Agustus (Kompas, 12/8/2020).
Saat ditemui Kompas dan Kompas TV di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (13/11/2020), Presiden Joko Widodo menyatakan, vaksinasi yang dilakukan pemerintah akan berjalan seperti yang sudah dijadwalkan sejak semula dan tidak ada perubahan. Namun, pemerintah ingin berhati-hati, tidak gegabah dan terburu-buru demi kesehatan dan keselamatan warga.
Inilah sebagian wawancaranya terkait vaksin dan vaksinasi Covid-19. Wawancara dengan Presiden Joko Widodo ini dapat pula disaksikan di Kompas TV dalam acara ”Rosi”, Senin (16/11/2020) malam.
Bagaimana perkembangan vaksin Covid-19 yang diusahakan pemerintah hingga akhir 2020 ini. Sudah mendapat komitmen dari produsen mana saja, dan apakah vaksin Pfizer-BioNTech, yang diklaim efektivitasnya 90 persen, sudah termasuk?
Saya tidak mau bicara soal produk dan merek vaksin secara khusus, ya. Saya sudah instruksikan untuk mencari vaksin yang sudah masuk dalam daftar WHO. Pokoknya, vaksin yang sesuai kaidah saintifik, data sains, dan tidak mau yang standar kesehatan dinomorduakan.
Jadi November atau Desember ini vaksin akan datang dan segera disuntikkan?
Mana saja yang bisa terlebih dulu dan lebih cepat, silakan. Akan tetapi, semuanya harus melewati tahapan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Harus ada emergency use authorization (otorisasi penggunaan darurat) dari Badan POM terlebih dulu sebelum disuntikkan ke manusia.
Kenapa tidak langsung disuntikkan vaksinnya?
Sebenarnya kita bisa, datang dan langsung disuntikkan. Namun, setelah disuntikkan, harus tanda tangan untuk tidak melakukan penuntutan apa-apa. Tetapi, kita tidak mau. Karena, kalau ada saja kesalahan, pasti ramai dan jadi masalah di media. Saya tidak mau itu. Jadi, harus melewati Badan POM. Karena itu, sekali lagi, jangan gegabah main suntik, saya tidak mau standar kesehatan diabaikan. Saya tidak mau seperti di Brasil, ada vaksinasi dihentikan karena ada masalah.
Ada tiga tahapan yang akan kita lalu terlebih dulu. Pertama, vaksin yang dipakai masuk list WHO. Kedua, disuntikkan sesuai studi WHO juga, usianya 18-59 yang akan disuntikkan. Dan, ketiga, tahapan harus hati-hati karena menyangkut manusia. Jadi, tidak harus terburu-buru. Tidak boleh terburu-buru. Kalau akhir November sudah datang vaksinnya, vaksin harus melewati tahapan di BPOM sekitar tiga sampai empat minggu hingga vaksin bisa disuntikan pada sekitar awal tahun setelah ada izin BPOM.
Dari survei Kementerian Kesehatan bersama Unicef dan lembaga lainnya baru-baru ini, 70 persen masyarakat Indonesia dinilai dapat menerima vaksin yang akan dilakukan pemerintah. Namun, masih ada 30 persen lagi yang menolak. Bagaimana upaya pemerintah meningkatkan penerimaan masyarakat agar program vaksinasi tuntas?
Saya sudah perintahkan sosialisasi terus-menerus vaksinnya dan vaksinasi yang akan dijalankan pemerintah, termasuk juga saya minta sosialisasi lewat tokoh-tokoh agama. Minggu depan kita akan mulai simulasi penyuntikannya. Awal tahun depan kita harapkan penerimaan masyarakat atas vaksin dapat meningkat. Memang, vaksinasi kita lakukan bertahap. Tahapan pertama, capaiannya 1-10 persen, lalu 10-20 persen dan seterusnya sampai semuanya. Namun, jangan dibayangkan 1-10 persen akan bagus hasil vaksinnya. Itu yang akan terus dipantau dan dievaluasi.
Presiden pernah menyatakan ada 290 juta vaksin yang diharapkan bisa disuntikkan beberapa kali dan dimuat dalam peta jalan vaksinasi. Sampai kapan pemerintah akan melakukan vaksinasi sampai ada semacam imunitas terhadap Covid-19?
Sesuai tahapan yang sudah ada, kita akan sampai dengan tahun 2022 penyuntikannya.
Lalu, bagamana daya tahan masyarakat nanti hingga tahun 2022 bagi yang belum dilakukan vaksinasi?
Pemilihan lokasi penyuntikan nanti disiapkan oleh tim. Tentu akan kita pilih lokasi atau wilayah yang pandemi Covid-19-nya cukup berat hingga yang zona hijau sehingga daya tahannya kuat. Tetapi, bisa saja zona hijau yang utama, semuanya Tim Vaksin yang akan menentukan. Tesnya PCR juga yang sudah tinggi di Jakarta akan kita pindah ke daerah lainnya agar tingginya sama.
Terkait vaksin membutuhkan keberanian karena pemerintah dinilai berubah-ubah, apakah karena dianggap ada kepentingan lain?
Tidak ada. Sama sekali tidak ada politisnya. Kepentingan ekonomi juga tidak ada. Kalau sudah siap dan penuhi syaratnya, ya, siap disuntikkan. Kalo tidak siap, ya, jangan. Pertama yang akan disuntikkan adalah tenaga kesehatan, yakni dokter dan paramedis. Lalu, TNI dan Polri serta petugas atau aparatur sipil negara di pelayanan publik akan didahulukan. Juga guru-guru didahulukan. Kita sudah punya daftarnya siapa-siapa.
Presiden juga siap disuntik di awal?
Kalau saya diputuskan yang pertama akan disuntik vaksin, saya siap. Akan tetapi, jangan sampai ketika Presiden yang pertama ditentukan, lalu dinilai ”lho kok enak sekali presiden yang pertama”. Jangan sampai ada tuduhan begitu. Saya tidak mau. Pokoknya siap saja jika disuntik pertama atau setelahnya. Terserah Tim Vaksin yang menentukan.
Bagaimana dengan langkah ekonomi setelah Peta Jalan Vaksinasi ditetapkan Presiden?
Kesehatan tetap nomor satu, tetapi ekonomi juga tetap harus jalan sesuai langkah yang ditetapkan. Sekarang bagaimana pentingnya protokol kesehatan harus jalan di tengah ekonomi yang berjalan. Saya nilai disiplin protokol kesehatan sebagian juga mulai membaik. Kita harapkan juga ini bergeser ke daerah lainnya agar ekonominya yang berjalan juga dapat membaik.
Selama pandemi Covid-19 dan nantinya jika sudah dimulai vaksinasi, apakah akan ada perubahan-perubahan target pemerintah?
Tidak ada perubahan target. Indonesia maju harus tetap berjalan. Omnibus law akan berjalan setelah peraturan pemerintah dan peraturan presidennya terbentuk dan mengakomodasi semua kepentingan, termasuk buruh. Setelah itu, reformasi birokrasi juga jalan dan transformasi ekonomi.
Apakah yang akan dilakukan untuk memperkuat konsolidasi pemerintah pusat dan daerah pasca-vaksin datang?
Tentu koordinasi antarmenteri, juga dengan kepala daerah.
Tetapi, ada dana mengganggur di daerah yang justru didepositokan sampai ratusan trilunan dan bisa untuk beli vaksin?
Dari dulu memang seperti itu, dananya pada akhir tahun selalu disimpan. Sejak September sampai Rp 200-an triliun. Nanti, kalau omnibus law sudah jalan, itu akan hilang karena program daerah terus bergerak.