Kementerian Dalam Negeri menjaring masukan kepala daerah dan publik saat menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. Rancangan peraturan ini turunan dari UU Cipta Kerja.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri menjaring masukan dari kepala daerah dan publik dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Masukan penting untuk menyempurnakan peraturan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Muhammad Hudori, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (15/11/2020), mengatakan, rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai aturan petunjuk pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja terus dikonsultasikan dengan pemerintah daerah (pemda) dan publik. Secara khusus, pelibatan pemda sangat krusial karena ke depan pelaksanaan RPP tersebut berada di ranah pemda.
”RPP akan terus disempurnakan dari hasil konsultasi publik dan konsultasi dengan para pemda,” ujar Hudori.
Dokumen RPP dapat diakses di https://uu-ciptakerja.go.id/. Melalui situs itu, publik diberi ruang untuk memberikan masukan terhadap substansi RPP. RPP tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah terdiri atas 9 bab dan 75 pasal.
Untuk menjaring masukan pemda, Mendagri Tito Karnavian menggelar sosialisasi kepada para kepala daerah dan DPRD, Kamis (12/11/2020).
Hudori menargetkan, RPP akan diselesaikan dalam waktu tiga bulan setelah UU diundangkan, 2 November. Tenggat waktu ini sesuai dengan amanat UU Cipta Kerja.
Sejauh ini, Hudori menyebut, pembahasan RPP berjalan lancar. ”Tidak ada kegelisahan. Kewenangan masing-masing sudah ada, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota,” ucapnya.
Mekanisme perizinan
Secara terpisah, Kepala Bidang Perizinan dan Pemanfaatan Ruang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor Naufal Isnaini mengatakan, sosialisasi dan konsultasi RPP penting agar pemda bisa memahami proses perizinan berusaha di daerah setelah lahirnya UU Cipta Kerja.
”Kami juga memberikan beberapa masukan, di antaranya, pemerintah daerah sebaiknya tetap ada keterlibatan dalam proses perizinan karena yang mengetahui kondisi lapangan itu pemda. Dan, terkait kejelasan mekanisme perizinan berusaha dari awal sampai akhir, seperti aspek tata ruang, izin lingkungan, bangunan gedung, sampai izin operasionalnya seperti apa,” ujar Naufal.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, substansi RPP belum memberikan jaminan kepastian berusaha. Draf itu tidak memberi jalan keluar apabila terjadi ketidaksesuaian peruntukan pemanfaatan ruang antara pemda dan pusat.
Robert pun mengusulkan agar RPP tersebut dibahas bersamaan dengan RPP tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK). Keterpaduan kedua RPP ini sangat penting karena RPP NSPK mengatur tentang pembagian kewenangan.