Eks Pegawai Kejaksaan Jadi Tersangka Kasus Kebakaran Gedung Kejagung
Tersangka kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung bertambah tiga orang. Salah satunya eks pegawai Kejaksaan Agung. Komisi III DPR meminta agar kasus kebakaran ini jadi pelajaran untuk memperketat pengamanan obyek vital.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri kembali menetapkan tiga tersangka dalam kasus kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung. Salah satunya, mantan pegawai Kejaksaan Agung berinisial IS. Dengan penambahan tiga tersangka tersebut, total tersangka dalam kasus kebakaran gedung kejaksaan 11 orang.
”Setelah perkembangan penyidikan sekitar 20 hari dan kemudian dari pemeriksaan labfor (laboratorium forensik), (penyebab) yang pertama (kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung), ada cairan pembersih yang mempercepat proses terbakarnya material. Yang kedua, ada aluminium composite panel (ACP),” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam konferensi pers di Jakarta.
Kemudian setelah mendapatkan keterangan saksi, surat, ahli, dan gelar perkara, penyidik menetapkan tiga tersangka baru, yaitu MD, J, dan IS.
Tersangka MD merupakan orang yang meminjam bendera salah satu perusahaan untuk pengadaan cairan pembersih sekaligus memerintahkan membeli cairan pembersih. Tersangka J tidak melakukan survei dan tidak memiliki pengalaman sebagai konsultan perencana pengadaan ACP. Tersangka IS merupakan orang yang menunjuk perusahaan konsultan perencana yang tidak memiliki pengalaman tersebut.
Ketiga tersangka dikenai Pasal 188 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman di atas 5 tahun penjara.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ferdy Sambo menjelaskan, ketiga tersangka terungkap setelah ada pengembangan pemeriksaan terhadap direktur dari PT APM yang menjelaskan bahwa MD berperan penting dalam pelaksanaan seluruh kegiatan pengadaan alat pembersih di Kejagung.
Ferdy mengatakan, dalam penyidikan asal bahan ACP tersebut, ditemukan ada pengadaan yang dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen dan konsultan perencana. Tersangka IS yang menjadi PPK merupakan mantan pegawai Kejagung. IS diduga memilih konsultan perencana yang tidak sesuai ketentuan.
Mereka tidak melakukan pengecekan bahan-bahan yang akan digunakan, khususnya ACP. Dari perkembangan pemeriksaan, model ACP ada dua, yakni mudah terbakar dan ada yang akan terbakar pada suhu tertentu.
Konsultan perencana tersebut tidak memiliki pengalaman dan tidak memiliki pengetahuan tentang ACP. Mereka memilih ACP yang tidak sesuai standar, sehingga menyebabkan terjadinya kebakaran yang merata di gedung Kejagung.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono menambahkan, pengadaan ACP tersebut terjadi pada 2019.
Ahli kebakaran dari Universitas Indonesia Yulianto yang hadir dalam konferensi pers mengungkapkan, panel ACP terdiri dari tiga lapis yang mudah terbakar. Lapis pertama dan ketiga terdiri dari material yang terbuat dari aluminium, sedangkan di tengahnya ada material inti.
Dari uji coba yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), diketahui ACP mudah terbakar dan terjadi perambatan.
Selain itu, banyak material yang menetes, sehingga muncul banyak kobaran api di bagian bawah. Apabila tidak dapat dipadamkan, maka penjalaran api di dalam ruangan bisa merambat ke ruangan lain.
Jadi pelajaran
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan, mengatakan, peristiwa kebakaran di gedung Kejagung harus menjadi bagian dari koreksi dan introspeksi.
Sebab, bukan hanya kebakaran yang terjadi, tetapi berdampak pada interpretasi mulai dari penghilangan barang bukti, menghapus perkara, sabotase sampai dengan isu pergantian Jaksa Agung.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan standar pengamanan bagi gedung-gedung yang menjadi simbol-simbol negara.
”Tidak hanya protokol PAM Obvit (Pengamanan Obyek Vital), tetapi juga dilakukan perlakuan yang bersifat relaksasi namun efektif dan tepat guna. Setidaknya menutup ruang dari alasan perbuatan lalai atau ketidaksengajaan yang terkesan konyol,” kata Arteria.