Jaksa penuntut umum meminta Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi Andi Irfan Jaya yang keberatan didakwa sebagai perantara suap kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari dari Joko Tjandra.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberatan Andi Irfan Jaya atas dakwaan sebagai perantara suap 500.000 dollar AS kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari dianggap sudah masuk ke pokok perkara yang akan dibuktikan ke persidangan. Penuntut umum meminta agar majelis hakim menolak seluruh nota keberatan dari terdakwa.
Hal itu terungkap di dalam sidang lanjutan perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung dengan terdakwa Andi Irfan Jaya, Rabu (11/11/2020), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim dipimpin hakim ketua Ig Eko Purwanto. Sementara Andi dihadirkan secara virtual dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tim penuntut umum yang terdiri dari M Yusuf Putra, Petrus Napitupulu, Himawan, dan Budy M Nainggolan membacakan pandangan secara bergantian.
Keberatan tersebut akan diungkap dalam persidangan dan dinilai merupakan materi pokok perkara yang tidak menjadi ruang lingkup dari keberatan terdakwa.
Menurut penuntut umum, pernyataan penasihat hukum Andi bahwa dakwaan tidak lengkap menjelaskan tempat dan waktu kejadian (locus dan tempus delicti) tentang pemberian uang 500.000 dollar AS dianggap tidak beralasan. Keberatan tersebut akan diungkap dalam persidangan dan dinilai merupakan materi pokok perkara yang tidak menjadi ruang lingkup dari keberatan terdakwa.
”Alasan tim penasihat hukum adalah keliru dan tidak berdasar sehingga harus dikesampingkan,” kata penuntut umum.
Demikian pula keberatan terdakwa bahwa sebagai karyawan swasta tidak terkualifikasi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau penyelenggara negara dalam dakwaan bahwa Andi turut serta dalam permufakatan jahat dinilai juga telah masuk ke pokok perkara.
Menurut penuntut umum, dalam dakwaan tersebut, penuntut umum memosisikan Andi masuk dalam kualifikasi bermufakat bersama Pinangki Sirna Malasari dan terpidana hak tagih piutang atau cessie Bank Bali Joko S Tjandra sebagai pemberi kepada pegawai negeri, bukan dalam kualifikasi sebagai penerima.
Penuntut umum memosisikan Andi masuk dalam kualifikasi bermufakat bersama Pinangki Sirna Malasari dan terpidana hak tagih piutang atau cessie Bank Bali Joko S Tjandra sebagai pemberi kepada pegawai negeri, bukan dalam kualifikasi sebagai penerima.
Demikian pula yang termasuk tindakan permufakatan jahat lebih luas cakupannya daripada sekadar menggunakan ketentuan turut serta sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Demikian pula keberatan tentang tidak adanya alat bukti yang menunjukkan penyerahan uang 500.000 dollar AS kepada Pinangki dianggap sudah masuk ke pokok perkara.
”Kami penuntut umum memohon kepada majelis hakim untuk menolak seluruh nota keberatan, menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat berwenang memeriksa perkara ini, dan pemeriksaan perkara Andi Irfan Jaya dilanjutkan,” kata penuntut umum.
Dalam sidang yang sama, penasihat hukum Andi, M Nur Sal, mengajukan pemindahan penahanan terhadap Andi. Penasihat hukum beralasan, selama penahanan, tim penasihat hukum hanya dapat berkomunikasi atau melakukan konsultasi secara daring, yakni menggunakan aplikasi Zoom selama maksimal dua kali seminggu, yakni Senin dan Kamis.
”Pertama, karena dalam kasus ini, hanya terdakwa yang ditahan di tempat ini. Kami melakukan konsultasi dengan terdakwa secara online, sementara terdakwa lain bisa secara offline,” kata penasihat hukum. Adapun terdakwa Pinangki ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Majelis hakim mengatakan akan menimbang surat pengajuan tersebut. Sidang ditunda sampai 16 November dengan agenda pembacaan putusan sela.