Hasil analisis pada laporan harta kekayaaan calon kepala daerah, kerap kali kekayaan tak sebanding dengan pengeluaran untuk pilkada. Alhasil, mereka memanfaatkan donasi dari pengusaha untuk menutupi kekurangannya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi memperingatkan para calon kepala daerah agar menghindari praktik politik uang. Sebab, apabila praktik itu terjadi sejak masih menjadi calon, bukan tidak mungkin mereka akan juga jatuh pada tindak pidana korupsi ketika terpilih.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam webinar bertema ”Pembekalan Pilkada Berintegritas 2020”, Selasa (10/11/2020), mengatakan, dari hasil analisis pada laporan harta kekayaaan penyelenggara negara (LHKPN) calon kepala daerah, kerap kali kekayaan tak sebanding dengan pengeluaran untuk pilkada. Alhasil, mereka memanfaatkan donasi dari pengusaha untuk menutupi kekurangannya.
Padahal, dari survei KPK pada Pilkada 2015, sebanyak 75,8 persen donatur mau membantu karena berharap mendapat imbalan program atau proyek setelah calon terpilih. Persentase itu naik signifikan di Pilkada 2018 menjadi 83,8 persen.
Dari situ, menurut Firli, kepala daerah mulai berusaha mencari celah korupsi. Dari data KPK, sejak 2004 hingga Juli 2020, setidaknya 21 gubernur dan 122 bupati/wali kota/wakil terjerat tindak pidana korupsi.
”Data ini mengerikan. Begitu banyak kepala daerah tersangkut korupsi. Gubernur sudah berapa kali kena semua. Ini perhatian nasional,” ujar Firli.
Webinar itu dihadiri calon kepala daerah dan penyelenggara pemilu dari Provinsi Kepulauan Riau, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Timur. Hadir sejumlah narasumber, di antaranya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan.
Bahkan, Firli menambahkan, dari 34 provinsi, sebaran korupsi terjadi di 26 provinsi. Di tahun 2020 saja, katanya, ada tiga kepala daerah yang ditahan KPK.
Terakhir, pada 23 Oktober lalu, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman ditangkap KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait dana alokasi khusus (DAK) Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018.
”Minggu depan, ada dua orang lagi, bupati dan wali kota. Namun, kami tidak hanya ingin lakukan tangkap. Sebab, penangkapan tidak pernah menghentikan orang supaya tidak korupsi,” ucap Firli.
Firli pun menegaskan, selama pilkada, KPK tak akan pernah memberhentikan proses hukum. Jika seorang calon kepala daerah terjerat kasus korupsi dan memenangi pilkada, proses hukum harus tetap berjalan. KPK akan bersurat kepada Mendagri dan KPU bahwa calon terpilih itu telah ditahan.
”Menang pilkadanya, dilantik, setelah itu langsung dinonaktifkan. Itu sering terjadi di zaman Pak Tjahjo Kumolo (mantan Mendagri). Dilantik di depan rutan. Jadi jangan berharap proses hukum berhenti karena pilkada, tidak. Sebab, ranahnya berbeda,” tutur Firli.
Oleh karena itu, Firli meminta calon kepala daerah agar mulai memetakan area rawan korupsi di daerah masing-masing. Hal itu bisa menjadi bahan kampanye untuk menghentikan korupsi, baik lewat pendidikan kepada masyarakat maupun perbaikan sistem. ”Mumpung masih calon, saya ingatkan dari awal,” katanya.
Junjung integritas
Tito Karnavian juga meminta calon kepala daerah agar pesta demokrasi tidak dinodai dengan politik transaksional. Calon, lanjut Tito, harus menjujung tinggi integritas dan menjauhi politik uang.
Menurut Tito, jika calon kepala daerah hanya ingin mengejar kekayaaan, itu salah. Sebab, gaji dan tunjangan selama menjabat saja tidak akan menutup biaya pilkada yang telah dikeluarkan.
”Kalau di pikiran hanya untuk cari kekayaan, lupakan saja. Sebab, nanti pasti malah bermasalah sehingga integritas menjadi penting,” ujar Tito.
Hasyim Asy’ari mengatakan, KPU telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) yang bertujuan mendorong keterbukaan peserta pilkada atas aliran dana kampanye pasangan calon. Publik juga mulai bisa mengetahui paslon yang melaporkan LHKPN sangat minimalis, tetapi laporan awal dana kampanyenya sangat besar.
”Ini semua publik bisa tahu karena keterbukaan informasi. Jadi, itu bisa menjadi pertimbangan para pemilih,” ucap Hasyim.
Abhan menegaskan, politik uang merupakan pelecehan terhadap kecerdasan pemilih. Selain itu, politik uang juga merusak tatanan demokrasi. ”Dampak politik uang salah satunya adalah korupsi di mana anggaran pembangunan dirampok untuk mengembalikan utang kepada para cukong,” ujar Abhan.