Karena terima bantuan carter pesawat jet pribadi saat ke daerah, Plt Ketua Umum PPP sekaligus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dilaporkan ke KPK. Ia dituduh terima gratifikasi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan sekaligus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengaan dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi. Suharso diduga menerima bantuan carter pesawat jet pribadi saat berkunjung ke Medan dan Aceh pada Oktober 2020, serta ke Semarang pada 3 November 2020.
Pelapor adalah kader PPP Nizar Dahlan. Saat dikonfirmasi pada Jumat (6/11/2020), di Jakarta, Nizar mengatakan, ia telah melaporkan Suharso ke KPK pada Kamis (5/11). “Benar kemarin saya lapor ke KPK soal gratifikasi Suharso Monoarfa karena memakai pesawat pribadi yang diperoleh secara pinjaman. Sebagai pejabat negara itu tidak boleh,” kata Nizar.
Nizar mengungkapkan, dikutip dari buku saku "Memahami Gratifikasi" (2014), dalam Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 juncto UU No 20/2001 dijelaskan pengertian gratifikasi.
“Benar kemarin saya lapor ke KPK soal gratifikasi Suharso Monoarfa karena memakai pesawat pribadi yang diperoleh secara pinjaman. Sebagai pejabat negara itu tidak boleh”
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Ia mengatakan, selain kunjungan ke Medan dan Aceh, Suharso menggunakan pesawat pribadi saat berkunjung ke Semarang. Nizar menunjukkan sebuah surat dengan kop Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tertanggal 2 November 2020.
Dalam surat tersebut tertera, Suharso akan berkunjung ke Semarang pada 3 November 2020 dengan pesawat khusus PK Hawker Pukul 17.00 WIB dan dijadwalkan tiba di Bandara Ahmad Yani pada pukul 18.00 WIB. Selanjutnya, Suharso akan kembali ke Jakarta pada hari yang sama dengan pesawat PK Hawker pukul 21.00 WIB.
Nizar berharap, KPK menyelidiki kasus tersebut. Ia juga ingin KPK memeriksa LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) Suharso yang dianggapnya tidak masuk akal dan diragukan kejujurannya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya laporan tersebut. KPK akan menganalisa lebih lanjut dengan melakukan verifikasi mendalam terhadap data yang diterima. Selanjutnya akan dilakukan telaah dan kajian terhadap informasi serta data tersebut.
“Apabila dari hasil telaahan dan kajian memang ditemukan adanya indikasi peristiwa pidana, maka tidak menutup kemungkinan KPK tentu akan melakukan langkah-langkah berikutnya sebagaimana hukum yang berlaku,” kata Ali.
Dinilai mengada-ada
Suharso menanggapi laporan Nizar tersebut. Ia mengatakan, PPP angkat bicara terkait laporan tersebut. PPP menegaskan laporan itu mengada-ada.
Sekretaris Jenderal PPP sekaligus Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, laporan gratifikasi yang dilakukan Nizar Dahlan mengada-ada. Hal tersebut juga menunjukkan Nizar tidak paham tentang ketentuan gratifikasi yang patut dilaporkan kepada KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Arsul, apa yang dilaporkan tersebut sepanjang menyangkut penggunaan pesawat udara oleh pengurus PPP bukanlah gratifikasi seperti dimaksud Pasal 12 A UU Tipikor. Ia menjelaskan, pesawat yang ditumpangi pengurus PPP, tidak ada hubungannya dengan jabatan sebagai menteri atau anggota DPR.
“Semua kegiatan di wilayah di mana pesawat tersebut mendarat adalah kegiatan pertemuan PPP dalam rangka sosialisasi atau penjelasan muktamar PPP. Tidak ada kegiatan pribadi atau dinas dan dilakukan pada hari libur, yakni sabtu/minggu, bukan hari kerja. Selesai kegiatan PPP, maka kami langsung pulang dengan pesawat tersebut, bahkan tetap dengan seragam PPP yang kami kenakan sejak berangkat”
Mereka menumpang pesawat tersebut sebagai pengurus partai bukan sebagai penyelenggara negara. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan di tempat tujuan.
“Semua kegiatan di wilayah dimana pesawat tersebut mendarat adalah kegiatan pertemuan PPP dalam rangka sosialisasi atau penjelasan muktamar PPP. Tidak ada kegiatan pribadi atau dinas dan dilakukan pada hari libur, yakni sabtu/minggu, bukan hari kerja. Selesai kegiatan PPP, maka kami langsung pulang dengan pesawat tersebut, bahkan tetap dengan seragam PPP yang kami kenakan sejak berangkat,” kata Arsul.
Ia menambahkan, sebagai pengurus PPP, mereka membayar biaya pemakaian pesawat seperti avtur, awak pesawat, dan sebagainya. Arsul berharap, laporan tersebut dilakukan bukan karena ketidaksenangan akibat ada permintaan yang tidak dipenuhi.