Majelis hakim memvonis penjara seumur hidup kepada dua terdakwa kasus korupsi Jiwasraya. Mereka juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 16,8 triliun.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Prayogi Dwi Sulistyo/Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/10/2020) malam, menyatakan, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat bersalah dalam perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan melakukan pencucian uang. Kedua terdakwa dinyatakan menggunakan keahliannya untuk merusak pasar modal dan perasuransian.
Atas perbuatan itu, Benny dan Heru divonis penjara seumur hidup. Majelis hakim yang diketuai hakim Rosmina menjatuhkan pula pidana membayar uang pengganti kepada Benny Rp 6,078 triliun dan Heru Rp 10,728 triliun.
Maka, total uang pengganti yang harus dibayar mereka Rp 16,8 triliun. Kerugian negara dalam perkara ini, berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, mencapai Rp 16,81 triliun.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menuturkan, uang pengganti Rp 16,8 triliun merupakan yang terbesar dalam catatannya. Pidana uang pengganti terbesar sebelumnya, Rp 1,5 triliun, dijatuhkan dalam perkara aliran dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan 128 juta dollar AS atau Rp 1,8 triliun (1 dollar AS setara Rp 14.600) dalam perkara korupsi kondensat.
”Putusan ini harus dicontoh para hakim,” kata Kurnia.
Namun, ia mengingatkan, uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim belum berarti apa-apa jika tidak diteruskan jaksa dengan mengeksekusi aset keduanya saat vonis sudah berkekuatan hukum tetap.
Dengan vonis Benny dan Heru, semua dari enam terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya divonis penjara seumur hidup. Empat terdakwa lain yang sudah divonis seumur hidup ialah bekas Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, Direktur PT Maxima Integra Tbk Joko Hartono Tirto, bekas Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan bekas Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan.
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Yenti Garnasih mengatakan, hukuman maksimum kasus korupsi coba diterapkan jajaran hakim Mahkamah Agung setelah ada pedoman pemidanaan Perma No 1/2020. Di Perma ini, disebutkan pelaku korupsi dengan peran signifikan dijatuhkan hukuman pidana yang sama. Putusan yang sama di antara pelaku kasus korupsi Jiwasraya menunjukkan disparitas pemidanaan mulai dihindari hakim.
”Ini sudah sesuai dengan prinsip negara hukum, di mana kesenjangan tinggi pemidanaan dalam perkara yang sama harus dihindari,” kata Yenti.
Namun, selain upaya pemidanaan berat, menurut Yenti, yang harus dilakukan sebenarnya adalah pelacakan aset dengan menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Merusak pasar modal
Vonis majelis hakim kepada Benny dan Heru sesuai tuntutan jaksa ialah hukuman penjara seumur hidup dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Jaksa juga menuntut kedua terdakwa dijatuhi pidana tambahan uang pengganti.
Majelis hakim menyatakan, Benny ataupun Heru bersama-sama mengatur pengelolaan investasi dan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal itu dilakukan melalui penempatan saham-saham tak likuid dengan tujuan mengintervensi harga.
Benny dan Heru juga dikatakan menginstruksikan transaksi jual dan beli saham melalui sejumlah entitas yang terafiliasi dengan mereka. Dengan cara itu, mereka dapat mengatur harga saham. Akibatnya, penempatan instrumen investasi tak memberi imbal hasil dan likuiditas bagi Jiwasraya.
Benny dan Heru juga bersepakat mengatur dan mengendalikan 13 perusahaan manajer investasi. Tujuannya, instrumen investasi Jiwasraya dapat dikendalikan.
Dalam pembelaannya, Benny menyatakan tak mengenal perusahaan manajer investasi yang dimaksud. Selain itu, perkara Asuransi Jiwasraya disebutnya tak termasuk ranah pidana korupsi, tetapi ranah pasar modal dan perasuransian.
”Menimbang fakta hukum bahwa pidana ini melibatkan banyak pihak, termasuk para manajer investasi, jika tak diteliti saksama dan cermat, seolah-olah para pihak sudah melaksanakan kewajiban, padahal terjadi kolaborasi jahat,” kata majelis hakim.
Majelis hakim menilai, unsur-unsur pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dapat dibuktikan. Majelis hakim mengatakan, hal yang memberatkan, kedua terdakwa menggunakan keahlian mereka untuk merusak pasar modal dan perasuransian.
Terdakwa Heru, menurut majelis hakim, menggunakan hasil tindak pidana untuk berfoya-foya. Sementara itu, nasabah yang mengumpulkan uang sedikit demi sedikit menjadi tak memperoleh manfaat.
Kuasa hukum Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, mengatakan, kliennya akan banding. Upaya hukum serupa dilakukan kliennya yang lain, yakni Joko Hartono Tirto.
Secara terpisah, kuasa hukum Hendrisman Rahim, Maqdir Ismail, mengatakan, Hendrisman mengajukan banding terhadap putusan yang dijatuhkan majelis hakim. Banding diajukan 16 Oktober.