Modus Korupsi Diketahui, Pimpinan Daerah Diminta Tidak Korupsi
Dari penangkapan ratusan kepala daerah karena korupsi sejak 2004, KPK mengetahui modus-modus korupsi pimpinan daerah. Dengan modus telah diketahui, pimpinan daerah terpilih hasil Pilkada 2020 diminta tidak korupsi.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan lima modus korupsi yang biasa dilakukan kepala dan wakil kepala daerah di hadapan sejumlah calon kepala-wakil kepala daerah yang berkontestasi dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020. Dengan modus korupsi telah diketahui, kepala-wakil kepala daerah terpilih diharapkan tidak korupsi.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, kelima modus korupsi tersebut adalah intervensi dalam belanja daerah, intervensi dalam penerimaan daerah, perizinan, benturan kepentingan, dan penyalahgunaan wewenang. Korupsi itu membuat pembangunan terhambat.
”Kasus korupsi terbanyak berupa penyuapan (704 kasus) dan pengadaan barang dan jasa (224 kasus),” kata Lili dalam Webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas 2020, Selasa (27/10/2020).
Acara juga diikuti Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara Herdensi Adnin, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah, serta penyelenggara dan kandidat kepala daerah dari Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara.
Intervensi dalam belanja daerah dilakukan saat pengadaan barang dan jasa; pengelolaan kas daerah; pelaksanaan hibah, bantuan sosial, dan program pengelolaan aset; serta penempatan anggaran di badan usaha milik daerah.
Adapun intervensi dalam penerimaan daerah terjadi pada pajak atau retribusi, pendapatan daerah dari pusat, dan kerja sama dengan pihak lain. Dalam konteks perizinan, korupsi terjadi saat rekomendasi, penerbitan perizinan, dan pemerasan.
Sementara benturan kepentingan antara lain dalam proses pengadaan barang dan jasa; rotasi dan mutasi; serta rangkap jabatan. Kemudian penyalahgunaan wewenang berupa pengangkatan dan penempatan jabatan untuk orang-orang dekat kepala/wakil kepala daerah, pemerasan pada rotasi, mutasi, dan promosi, serta gratifikasi yang dilarang.
Sebagai bentuk pencegahan, KPK kemudian melakukan intervensi kepada pemerintah daerah di delapan area, yakni perencanaan dan penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan aparat pengawasan internal pemerintah. Kemudian pada manajemen aparatur sipil negara, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset, dan tata kelola dana desa.
Menurut dia, KPK sudah mengetahui berbagai modus korupsi yang dilakukan kepala dan wakil kepala daerah. Modus itu terendus dari penangkapan sejumlah pimpinan daerah. Dalam kurun waktu 2004-2020, setidaknya ada 119 kepala daerah yang ditangkap KPK karena korupsi.
Adapun Abhan mengingatkan calon kepala-wakil kepala daerah untuk tidak melakukan politik uang. Praktik politik uang dalam pemilu merusak proses demokrasi. Politik uang mematikan kaderisasi politik dan menghasilkan kepemimpinan tidak berkualitas. Politik uang juga berujung pada korupsi, pembodohan rakyat, dan membuat biaya politik mahal.
Musa berharap, Pilkada 2020 mampu menghasilkan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bebas dari korupsi, bersih, dan mampu menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik. Pelaksanaan pilkada juga diharapkan berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik di masyarakat.