Masyarakat bisa melihat harta kekayaan calon di Pilkada 2020 yang dilaporkan ke KPK. Publik bisa menjadikannya sebagai alat untuk menilai kejujuran calon. Simak wawancara dengan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN jadi salah satu syarat bagi mereka yang ingin maju di pemilihan kepala daerah, tak terkecuali di pemilihan yang digelar tahun ini.
Sebagaimana diketahui, pelaporan LHKPN penting untuk mencegah penyelenggara negara korupsi. Adapun dalam kaitan pemilihan kepala daerah, pelaporan LHKPN menjadi penting untuk mencegah para calon kepala/wakil kepala daerah korupsi ketika mereka terpilih dan menjabat.
Namun tak hanya itu, kejujuran calon dalam melaporkan LHKPN bisa jadi salah satu pertimbangan publik, khususnya calon pemilih, dalam mengukur komitmen transparansi mereka. Tentunya, hal itu bisa juga menjadi salah satu pertimbangan pemilih saat menjatuhkan pilihan pada 9 Desember mendatang.
Untuk kepentingan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diamanatkan untuk mengumpulkan dan memverifikasi LHKPN menyediakan salurannya. Bahkan KPK mendorong publik untuk melaporkan jika ada kejanggalan dalam LHKPN. Bagaimana caranya? Kemudian bagaimana jika ada calon yang tidak jujur melaporkan harta kekayaannya?
Berikut petikan wawancara khusus Kompas dengan Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, di Jakarta, Minggu (25/10/2020).
Mengapa LHKPN penting?
Dalam pencegahan korupsi, salah satu komponen yang dituju adalah transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara secara individual. Dalam undang-undang secara jelas salah satu upaya pencegahan adalah mendorong transparansi harta individual penyelenggara negara. Dengan transparansi diumumkan ke publik, partisipasi masyarakat dapat terjadi untuk kontrol.
Apa manfaat LHKPN bagi masyarakat?
Masyarakat dapat mengukur komitmen transparansi penyelenggara negara dalam pencegahan korupsi. Komitmen diukur dari kepatuhan penyampaian dan kebenaran isi laporan. Tidak ada lagi alasan kesulitan teknis seperti dahulu misalnya laporan yang rumit dan bukti pendukung yang banyak. Saat ini direktorat LHKPN mengelola 36.112 laporan per tahun di luar laporan untuk event seperti pemilu legislatif tahun 2019 yang mencapai hampir 220.000 laporan.
Juga untuk mengukur komitmen kepala daerah, menteri, dan kepala lembaga. Bila lembaganya tidak patuh 100 persen, tidak memberikan sanksi internal atas pegawai yang tidak patuh atau tidak menjadikan LHKPN sebagai syarat promosi jabatan, maka komitmennya dapat dinilai masyarakat.
Bagaimana proses pengisian LHKPN dan verifikasinya?
Pada tahapan verifikasi, Direktorat Pendaftaran dan Penyelidikan (PP) LHKPN di KPK melakukan verifikasi atas nilai harta yang dicantumkan maupun terhadap kelengkapan dokumen pendukung. Jika sudah lengkap, maka akan diberikan tanda terima. Jika masih belum lengkap maka Direktorat PP LHKPN akan mengirimkan informasi perlu perbaikan agar dapat dilengkapi.
Sejauh ini apa kendala yang terjadi dalam proses LHKPN?
Kendala utama, tidak ada sanksi pidana/administratif untuk ketidakpatuhan dan ketidakbenaran penyampaian LHKPN. Idealnya sanksi ini dinyatakan dalam bentuk regulasi hukum. Saat ini kepatuhan terjadi karena dorongan masyarakat dan media yang gencar menanyakan alasan ketidakpatuhan.
Sanksi saat ini dikenakan secara sporadis oleh menteri/kepala lembaga atau kepala daerah. Misalnya, bila tidak menyampaikan LHKPN maka tidak memenuhi syarat promosi jabatan. Atau lebih keras lagi, tidak dapat mengakses aplikasi daftar kehadiran (time sheet), sehingga tidak mendapatkan tunjangan bulan yang bersangkutan.
Sekali lagi upaya penguatan ini masih terbatas pada upaya kepatuhan dan sangat sporadis, tetapi dapat menggambarkan komitmen riil pencegahan korupsi dari menteri/kepala lembaga dan kepala daerah.
Ketidakbenaran isi LHKPN menjadi isu penting karena dari tersangka yang diproses di KPK, harta yang bersangkutan selalu jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan. Sampai saat ini pemeriksa menjadi andalan, belum ada regulasi untuk menghukum penyelenggara negara yang menyembunyikan hartanya.
Terkait Pilkada 2020, bagaimana publik bisa yakin bahwa calon kepala/wakil kepala daerah jujur mengisi laporan?
Prinsip pengisian harta kekayaan adalah self assessment, artinya berapa nilai yang dicantumkan diserahkan sepenuhnya kepada penyelenggara negara. Fokus utama adalah kepatuhan penyampaian laporan dan melaporkan seluruh harta.
Bagaimana publik bisa melihat LHKPN para calon?
Masyarakat dapat mengakses menu e-Announcement melalui website elhkpn.kpk.go.id untuk melihat isian harta dari penyelenggara negara. Jika masyarakat merasa tidak yakin terhadap kesesuaian harta atau memiliki informasi harta lain yang belum diharapkan, maka masyarakat dapat memberikan informasi atau komentar pada menu e-Announcement tersebut. Direktorat PP LHKPN berharap peran serta masyarakat untuk mengawasi dan memberikan informasi jika terdapat ketidaksesuaian terhadap harta yang dilaporkan. Informasi ini akan sangat diperlukan dalam proses pemeriksaan LHKPN. Kerahasiaan pelapor terjamin dan tidak disebarluaskan.
Apa konsekuensi jika calon kepala/wakil kepala daerah mengisi laporan tidak jujur atau jika nanti ditemukan ada manipulasi laporan?
Jika ditemukan adanya indikasi calon menyampaikan laporan dengan tidak jujur, Direktorat Pendaftaran dan Penyelidikan (PP) LHKPN melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap laporan tersebut. Dilakukan sampai dengan klarifikasi kepada setiap PN. Untuk hasil pemeriksaan yang ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi, maka hasil pemeriksaan tersebut akan dilimpahkan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat/Penyelidikan untuk ditelaah lebih lanjut.
Apa perbedaan proses LHKPN calon kepala/wakil kepala daerah dan penyelenggara negara lainnya?
Secara prinsip tidak ada bedanya kecuali tahap pemeriksaan. Untuk calon kepala/wakil kepala daerah yang tidak terpilih tentu tidak perlu dilakukan pemeriksaan nantinya. Apalagi mereka yang sebelumnya bukan PN (pengusaha misalnya) maka pengisian LHKPN akan dilihat sebagai pemenuhan kewajiban saja, belum untuk transparansi karena belum tentu terpilih.