Pemda Didorong Kolaborasi dengan Organisasi Masyarakat
Pemerintah daerah didorong untuk bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan dalam pengadaan barang dan jasa. Kerja sama tersebut dinilai bakal mengefektifkan kerja pemda, khususnya dalam penanganan Covid-19.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah didorong merangkul organisasi masyarakat dalam pengadaan barang/jasa terkait penanganan pandemi Covid-19. Dengan begitu, jangkauan penanganan akan menjadi lebih luas. Di sisi lain, kolaborasi tersebut harus tetap mengedepankan aspek akuntabilitas dan transparansi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 440/5538/SJ tentang Kemitraan antara Pemerintah Daerah dan Organisasi Masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat untuk Percepatan Penanganan Covid-19 di Daerah.
Surat edaran yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah tersebut merupakan turunan dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Melalui SE Mendagri 440/5538/SJ, Tito berharap pemda dapat melibatkan ormas dalam pengadaan barang/jasa melalui skema swakelola tipe III. Artinya, pengadaan barang/jasa direncanakan dan diawasi oleh pemda sebagai penanggung jawab anggaran, lalu dilaksanakan oleh ormas.
Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga, dalam webinar ”Pelibatan Organisasi Masyarakat dalam Penanganan Covid-19”, Rabu meningkatkan jangkauan layanan kesehatan dengan memberdayakan kompetensi yang dimiliki ormas.
”Masyarakat lapisan menengah ke bawah masih kurang memahami apa itu virus korona, bagaimana mencegahnya. Itu cakupan kerja yang bisa dilakukan oleh ormas,” ujar Kastorius.
Dalam diskusi yang diinisiasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) tersebut hadir sejumlah narasumber, di antaranya Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal, Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur Kalimantan Utara Teguh Setyabudi, Ketua Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama (NU) Abdul Ghaffar Rozin, Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Agus Samsudin, serta Program Officer INFID Bona Tua.
Tidak mudah membangun kerja sama antara pemda dan ormas. Kedua pihak, menurut dia, harus memiliki modal kepercayaan yang tinggi.
Kastorius pun menjelaskan, ada sejumlah syarat khusus jika ormas ingin berkolaborasi dengan pemda. Syarat-syarat tersebut meliputi, ormas harus berbadan hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, memiliki perangkat organisasi, mempunyai bidang kegiatan yang berhubungan dengan barang/jasa yang diadakan, memiliki kemampuan teknis dan manajerial dalam pengadaan barang/jasa dalam tiga tahun terakhir, serta memiliki neraca keuangan yang diaudit dalam tiga tahun terakhir.
”Kita tahu banyak ormas-ormasan. Hari Senin muncul, Kamis hilang. Banyak ormas yang tidak jelas. Karena itu, semua harus dibangun koridor sehingga dalam membangun kerja sama antara state dan civil society ini dapat menjunjung prinsip transparansi dan akuntabilitas,” ucap Kastorius.
Modal kepercayaan
Safrizal menambahkan, tidak mudah membangun kerja sama antara pemda dan ormas. Kedua pihak, menurut dia, harus memiliki modal kepercayaan yang tinggi.
Hal tersebut penting karena pemda dan ormas harus ikut bertanggung jawab di setiap proses pengadaan barang/jasa ini. Kedua pihak bersama-sama menyusun anggaran yang dibutuhkan, serta target yang ingin dicapai.
”Jadi, ormas akan diberi ruang partisipasi yang besar sehingga tak berhenti sebagai pengamat, pemerhati, atau watch dog saja. Ormas akan ikut berpartisipasi langsung dalam menunjang kinerja pemda,” tutur Safrizal.
Pengadaan barang/jasa yang bisa dilakukan dalam kolaborasi ini, misalnya, penyelenggaraan sosialisasi pencegahan Covid-19, pengembangan sistem aplikasi atau standar mutu kesehatan, serta pembelian masker, disinfektan, dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer).
Pelibatan ormas dapat semakin mengefektifkan kerja pemda. Sebab, banyak pekerjaan tidak mampu diselesaikan oleh pemda akibat kekurangan sumber daya manusia dan keterbatasan infrastruktur.
Safrizal sependapat dengan Kastorius bahwa pelibatan ormas dapat semakin mengefektifkan kerja pemda. Sebab, banyak pekerjaan tidak mampu diselesaikan oleh pemda akibat kekurangan sumber daya manusia dan keterbatasan infrastruktur.
”Ada pula perhitungan ekonomisnya. Jika suatu proyek dikerjakan pemerintah, pengeluaran bisa lebih boros, tidak efektif, dan tidak efisien. Berbeda jika dikerjakan ormas yang memang tidak mencari untung,” kata Safrizal.
Safrizal pun mengingatkan kepada daerah agar menutup peluang kronisme serta korupsi dalam proses swakelola dengan ormas ini. Dengan begitu, proses pengadaan bisa berjalan lancar tanpa dibayang-bayangi ancaman hukum pidana.
Teguh Setyabudi menyampaikan, di Kalimantan Utara, terdapat 552 ormas yang berbadan hukum. Ia memastikan semua itu akan mendapatkan sosialisasi mengenai pengadaan barang/jasa ini.
Setidaknya, lanjut Teguh, di bidang kesehatan, Kalimantan Utara masih memiliki anggaran sekitar Rp 750 juta untuk bisa dijadikan sumber dana kemitraan dengan ormas. Adapun di bidang ekonomi, anggaran mencapai Rp 870 juta.
”Kami harus merumuskan petunjuk teknisnya terlebih dahulu agar perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kerja sama dengan LSM ini berjalan lancar dan transparan,” kata Teguh.
Peran ormas sangat dibutuhkan untuk memperkuat sosialisasi hingga ke perbatasan.
Teguh menyambut baik niat ini karena pemda pun mengalami kendala dalam sosialisasi pencegahan Covid-19 akibat keterbatasan infrastruktur dan luasnya wilayah. Peran ormas sangat dibutuhkan untuk memperkuat sosialisasi hingga ke perbatasan.
Sementara itu, Abdul Ghaffar Rozin berharap arahan Mendagri ini dapat memangkas birokrasi panjang yang selama ini menjadi kendala dalam kemitraan antara pemerintah dan ormas.