Nurhadi dan Menantunya Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 83 Miliar
Suap dan gratifikasi yang diduga diterima Nurhadi dan menantunya untuk pengurusan perkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Uang suap salah satunya untuk beli lahan sawit.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi yang sempat menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi didakwa telah menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 83 miliar. Uang tersebut diterima Nurhadi bersama dengan menantunya, Rezky Herbiyono, terkait pengurusan perkara di MA.
Jumlah uang yang diterima oleh Nurhadi dan Rezky tersebut melebihi yang sebelumnya disampaikan KPK saat penetapan tersangka pada 16 Desember 2019. Saat itu, KPK mengumumkan bahwa keduanya menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar terkait dengan pengurusan perkara.
Dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/10/2020), yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri serta dihadiri jaksa dan penasihat hukum terdakwa.
Adapun Nurhadi dan Rezky mengikuti sidang bersama pengacaranya di Gedung KPK lewat telekonferensi.
Jaksa mengatakan, Nurhadi dan Rezky pada 2014 sampai dengan 2016 telah menerima hadiah uang sejumlah Rp 45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Adapun Hiendra hingga saat ini masih buron.
”Uang tersebut diduga diberikan Hiendra dalam pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa depo container milik PT KBN,” kata jaksa. Uang tersebut juga diberikan untuk gugatan perdata antara Hiendra melawan Azhar Umar terkait sengketa saham di PT MIT.
Uang dari Hiendra tersebut digunakan oleh Nurhadi dan Rezky, antara lain, untuk membeli lahan sawit di Padang Lawas (Sumatera Utara), beberapa tas merek Hermes, pakaian, mobil, jam tangan, membayar utang, berlibur ke luar negeri, dan merenovasi rumah. Beberapa uang ditukar dalam mata uang asing dan kepentingan lainnya.
Perbuatan para terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang No 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pada 2014 sampai dengan 2017, Nurhadi dan Rezky juga menerima gratifikasi berjumlah Rp 37,287 miliar dari pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
”Terdakwa I (Nurhadi) memerintahkan Terdakwa II (Rezky) menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali tersebut secara bertahap sejak 2014 sampai dengan 2017, di antaranya dari Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardani, Donny Gunawan, Freddy Setiawan, dan Riadi Waluyo,” kata jaksa.
Perbuatan para terdakwa tersebut diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12B UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jumlah yang diterima Nurhadi dan Rezky dalam dua perkara tersebut melebihi yang diumumkan oleh KPK saat menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Saat itu, Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari PT MIT dan gratifikasi Rp 12,9 miliar untuk mengurus perkara perdata, baik di tingkat pengadilan pertama maupun pengadilan tinggi hingga MA (Kompas, 17/12/2019).
Pada 13 Februari 2020, KPK mengumumkan bahwa Nurhadi, Rezky, dan Hiendra masuk dalam DPO (daftar pencarian orang).
Nurhadi dan Rezky ditangkap KPK pada 1 Juni 2020 malam di sebuah rumah di Simprug, Jakarta Selatan.
Saat ditanya oleh hakim seusai pembacaan dakwaan, Nurhadi dan Rezky mengaku telah mengerti apa yang disampaikan oleh jaksa. Nurhadi dan Rezky serta penasihat hukum keduanya tidak mengajukan eksepsi. Namun, Nurhadi berharap keadilan.
”Semua dakwaan yang didakwakan ini adalah semuanya tidak benar. Nanti saya buktikan,” kata Nurhadi.
Sidang selanjutnya akan diadakan pada 4 November 2020 dengan agenda pemeriksaan saksi atau pembuktian. Jaksa KPK telah menyiapkan 164 saksi termasuk ahli.