Komnas HAM: Ada Penurunan Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Dari sisi penegakan hak asasi manusia, kinerja pemerintahan Jokowi-Amin dalam satu tahun terakhir dinilai stagnan oleh Komnas HAM. Bahkan, Komnas HAM menengarai ada kemunduran dalam hal kebebasan berekspresi.
Oleh
Edna C Pattisina dan Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penegakan hak asasi manusia selama setahun terakhir, secara umum, mengalami stagnasi. Selain tidak tersentuhnya kasus pelanggaran HAM berat, Komisi Nasional HAM menilai telah terjadi penurunan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dalam evaluasi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang digelar pada Rabu (21/10/2020) mengatakan, sesuai dengan isu strategis Komnas HAM, ada enam bidang yang dievaluasi, yaitu pelanggaran HAM berat, konflik agraria, intoleransi dan ekstremisme dengan kekerasan, akses atas keadilan, kekerasan oleh aparat dan masyarakat, serta kebebasan berpendapat dan berbicara.
”Semuanya stagnan dalam setahun pemerintahan Jokowi-Amin ini,” kata Ahmad Taufan Damanik.
Semuanya stagnan dalam setahun pemerintahan Jokowi-Amin ini.
Ia mengatakan, Komnas HAM menyoroti kebijakan Kepolisian Negara RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menyikapi aksi dan merespons berbagai kalangan atas polemik Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Baik pelajar, mahasiswa, buruh, aktivis organisasi kemasyarakatan maupun LSM menyuarakan pendapatnya terkait RUU yang dinilai Komnas HAM akan menambah konflik ke depan.
Ada sekitar 5.198 orang yang ditangkap dalam demonstrasi pada 5 Oktober 2020. Dari data SAFEnet menunjukkan, sampai April 2020, ada 209 orang yang menjadi korban UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di dalam undang-undang tersebut, ada ketentuan yang bisa menyerat pihak yang menyampaikan pendapat.
Selain kasus terbaru aktivis-aktivis KAMI, Ahmad menyoroti kebebasan berpendapat yang terhambat di ruang-ruang akademis. ”Ada serangan ke para akademis di kampus. Hal ini juga menimpa jurnalis,” kata Ahmad.
Komnas HAM juga menyoroti masalah dalam kasus-kasus agraria. Dari sisi jumlah, kasus ini yang paling banyak diterima laporannya.
Selain 12 pelanggaran berat HAM di masa lalu, Komnas HAM juga menyoroti masalah dalam kasus-kasus agraria. Dari sisi jumlah, kasus ini yang paling banyak diterima laporannya. Komisioner Sandra Moniaga menganalisis, dengan adanya RUU Cipta Kerja, kasus agraria akan semakin banyak ke depan.
Soal penegakan hukum, komisioner Amirrudin menyoroti tentang adanya politik diskriminasi. Masyarakat tidak sama posisinya di depan hukum. Hal ini menjadi fenomena yang menguat.
Komisioner Choirul Anam juga menggarisbawahi, penegakan hukum harus dilakukan dengan kredibilitas yang tinggi. Demonstrasi adalah hak asasi manusia. Ketika ada orang ditahan, ia harus didampingi kuasa hukum. Akses terhadap pendampingan ini harus ditegakkan. Pemerintah harus bisa menjamin kebebasan berpendapat di ruang virtual dan di jalan.
”Saya usul, kalau Kominfo mau batasi media sosial, perlu kerja sama dengan Komnas HAM karena kami ada standar kebebasan yang harus dipenuhi. Dengan demikian, kedewasaan di dalam negara hukum yang demokratis semakin berwujud,” kata Anam.
Demonstrasi adalah hak asasi manusia. Ketika ada orang ditahan, ia harus didampingi kuasa hukum. Akses terhadap pendampingan ini harus ditegakkan.
Profesional
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, mengatakan, penangkapan dan penahanan pelaku penyebar hoaks, ujaran kebencian, atau ajakan provokatif untuk berbuat kriminal harus dilihat lebih detail apa dugaan tindak pidananya. Selama ini, kepolisian memang melakukan pemantauan dengan cara patroli siber. Jika memang ada dugaan tindak pidana, menurut Poengky, wajar jika polisi menangkap atau menahan pelaku. Hal itu dilakukan polisi untuk menjaga situasi tetap kondusif.
Poengky juga mengatakan, harus dibedakan antara perbuatan yang termasuk dalam kebebasan berekspresi dan sebuah tindak pidana. Kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Tindakan itu seharusnya tidak termasuk penyebaran hoaks, ujaran kebencian, serta ajakan provokatif untuk melakukan tindak pidana.
Jenis-jenis tindak pidana itu sudah diatur dalam UU ITE. Dengan demikian, tindakan tersebut kemudian tidak bisa sepenuhnya disebut sebagai kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat. Ini berlaku untuk semua orang tanpa memandang perannya di masyarakat.
”Akhir-akhir ini, banyak kejahatan yang bersembunyi di balik kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat. Misalnya, sebarkan ujaran kebencian, hoaks, dan politik identitas. Kalau terhadap tindakan kriminal itu, ya, harus ditindak tegas,” ujar Poengky.
Penyidik Polri harus profesional dan tidak diintervensi oleh kepentingan lain.
Namun, Poengky juga memberikan catatan bahwa, setelah menangkap pelaku, proses hukum harus dilakukan secara tuntas dan transparan. Penyidik Polri harus profesional dan tidak diintervensi oleh kepentingan lain. Polisi harus profesional melakukan tugasnya untuk mencegah kejahatan dan menindak tegas pelaku kejahatan. Jika proses hukum dilakukan dengan transparan dan tuntas, tentu itu bisa menepis kecurigaan publik tentang kriminalisasi atau upaya membungkam kebebasan bereskpresi.
”Tidak boleh juga ada perbedaan penanganan antara aktivis dan bukan aktivis. Semua orang kedudukannya sama di depan hukum,” kata Poengky.