Integritas Calon Kepala Daerah Pelanggar Protokol Kesehatan Diragukan
Meskipun menandatangani pakta integritas tentang penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19, pelanggaran protokol kesehatan oleh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah makin naik.
Oleh
IQBAL BASYARI DAN NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada masa kampanye meningkat meskipun mereka telah menandatangani pakta integritas tentang penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Integritas pasangan calon diragukan.
Saat pengundian nomor urut pilkada, setiap pasangan calon telah menandatangani pakta integritas tentang penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Pakta integritas itu menjadi wujud komitmen pelaksanaan kampanye yang aman untuk mencegah penularan penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua pasangan calon menjaga integritas. Tidak semua pasangan calon yang berjumlah 741 pasang di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada mematuhi komitmen yang telah dideklarasikan.
”Komitmen terhadap penerapan protokol Covid-19 harus menjadi tanggung jawab kita bersama,” kata Pelaksana Harian Ketua Komisi Pemilihan Umum Ilham Saputra saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Komitmen terhadap penerapan protokol Covid-19 harus menjadi tanggung jawab kita bersama.
Ironisnya, komitmen itu telah dilanggar oleh sebagian pasangan calon. Temuan Badan Pengawas Pemilu pada 20 hari pertama (26 September-15 Oktober 2020) pelaksanaan kampanye, terdapat 612 pelanggaran protokol kesehatan dari 25.657 kampanye pertemuan terbatas. Mayoritas pelanggaran berupa kampanye pertemuan terbatas yang diikuti lebih dari 50 orang. Sebanyak 303 kegiatan kampanye mendapatkan peringatan tertulis dan 83 kampanye dibubarkan.
Jumlah pelanggaran pada hari ke-11 hingga ke-20 cenderung meningkat dibandingkan hari pertama hingga hari ke-10. Pada 10 hari pertama pelanggaran protokol kesehatan sebanyak 237 kampanye dari 9.189 kegiatan kampanye. Jumlahnya naik seiring dengan meningkatnya kampanye pertemuan terbatas pada hari ke-11 hingga ke-20, yakni 375 pelanggaran dari 16.468 kampanye.
Sanksi tegas
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dalam Webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020, mengatakan, Bawaslu dan Polri harus memberikan sanksi tegas kepada pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan. Meskipun jumlah pelanggaran protokol kesehatan hanya 2,3 persen dari seluruh kegiatan kampanye pertemuan terbatas, pelanggaran dinilai tetap membahayakan kesehatan pemilih.
”Gunakan cara-cara yang cerdas. Jika dahulu pasangan calon mengadakan rapat umum, sekarang tim pemenangan dibuat besar sehingga mereka bisa memecah menjadi kelompok-kelompok kecil untuk berkampanye,” katanya.
Tito mendorong agar pasangan calon memanfaatkan bahan kampanye untuk menarik dukungan pemilih. Mereka diperbolehkan membagikan masker, sarung tangan, pelindung wajah, dan sarana cuci tangan kepada pemilih karena tidak tergolong dalam bentuk politik uang.
Sayangnya, metode ini tidak tidak sepopuler kampanye pertemuan terbatas. Dalam 20 hari pertama masa kampanye, pembagian bahan kampanye kepada pemilih hanya terjadi sebanyak 1.115 kegiatan atau hanya 3,9 persen dari keseluruhan kampanye yang berlangsung pada 26 September-15 Oktober 2020.
Adapun kegiatan kampanye terbanyak adalah kampanye pertemuan terbatas sebanyak 25.657 kegiatan disusul pembagian bahan kampanye sebanyak 1.115 kegiatan. Urutan selanjutnya adalah pemasangan alat peraga kampanye sebanyak 1.077 kegiatan dan kampanye daring sebanyak 167 kegiatan.
”Semakin banyak masker bergambar pasangan calon dibagikan kepada pemilih, mereka bisa menjadi agen promosi karena setiap daerah mewajibkan penggunaan masker di ruang publik,” tutur Tito.
Semakin banyak masker bergambar pasangan calon dibagikan kepada pemilih, mereka bisa menjadi agen promosi karena setiap daerah mewajibkan penggunaan masker di ruang publik.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity sekaligus Komisioner KPU 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, menyatakan, sanksi yang tegas dibutuhkan jika pelanggaran protokol kesehatan terus berlanjut. Seperti diketahui, sanksi yang ada saat ini sebatas sanksi teguran, pembubaran, dan pengurangan jatah kampanye. Semua itu dinilai tidak mampu menimbulkan efek jera.
”Pelanggaran protokol kesehatan yang terus meningkat menjadi sebuah kekecewaan, tetapi sudah bisa diduga sejak awal,” katanya.
Hadar mendorong agar Bawaslu lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada pelanggar sesuai aturan yang berlaku. Penerapan protokol kesehatan tidak bisa hanya bertumpu pada komitmen pasangan calon karena pelanggaran sudah terjadi ratusan kali.
”Pasangan calon pelanggar protokol kesehatan perlu diumumkan secara terbuka dan mudah diakses oleh pemilih karena bisa menjadi salah satu acuan dalam melihat integritas pasangan calon yang telah melanggar pakta integritas,” ucap Hadar.
Hadar memprediksi pelanggaran protokol kesehatan masih akan terjadi, terutama mendekati akhir masa kampanye yang berakhir pada 5 Desember 2020. Pada masa itu, pasangan calon akan lebih gencar mendekati pemilih. Jika model kampanye pertemuan terbatas masih menjadi andalan pasangan calon, niscaya pelanggaran protokol kesehatan tak akan menurun.
”Model kampanye pertemuan terbatas dianggap masih lebih efektif dibandingkan metode lain dan mayoritas pasangan calon tidak memiliki kreativitas membuat kampanye efektif yang aman dari penularan Covid-19,” tutur Hadar.
Trik pasangan calon
Secara terpisah, anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, mengungkapkan, dari hasil pengawasan di lapangan, ternyata kerap dijumpai pasangan calon atau tim kampanye yang memakai sejumlah trik agar pegumpulan massa bisa lebih dari 50 orang dan tidak menyalahi aturan.
Misal, jika diundang 100 orang, maka tim kampanye akan membagi mereka menjadi dua kelompok di dua ruangan berbeda. Trik lain, tim menggelar deklarasi, tetapi merasa itu bukan bagian dari kampanye.
”Sebelum mereka melanggar aturan, sebisa mungkin kami cegah dulu, salah satu caranya jajaran menghubungi tim LO (liaison officer/tim penghubung) atau tim sukses,” tutur Afifuddin.
Afifuddin menyadari, semakin mendekati hari pemungutan suara, mesin partai semakin panas. Karena itu, pengawasan juga tak boleh surut.
Adanya tim disiplin justru menempatkan rakyat tidak hanya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di dalam menentukan pemimpinnya. Adanya tim penegak disiplin sekaligus sebagai tanggung jawab partai guna melindungi rakyat, menempatkan keselamatan rakyat dengan cara bertindak proaktif di dalam menegakkan protokol kesehatan.
Ia menyayangkan situasi pelanggaran protokol kesehatan yang semakin meningkat. Padahal, pasangan calon sudah menandatangani pakta integritas.
”Memang ini menjadi situasi yang berulang. Harapan kami, komitmen moral ini dipraktikan dalam alam nyata demi keselamatan kita semua menggelar pilkada di saat wabah,” kata Afifuddin.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, tim penegak disiplin protokol kesehatan bagi pasangan calon sudah dibentuk di setiap daerah di mana pilkada digelar. DPP PDI-P melalui bidang kehormatan terus melakukan pemantauan secara langsung terhadap pelaksanaan instruksi DPP tersebut.
Bagi PDI-P, lanjut Hasto, pembentukan tim ini menjadi bagian dari tanggung jawab dan keseriusan partai dalam upaya penegakan aturan protokol kesehatan bagi para pasangan calon yang diusung.
”Adanya tim disiplin justru menempatkan rakyat tidak hanya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di dalam menentukan pemimpinnya. Adanya tim penegak disiplin sekaligus sebagai tanggung jawab partai guna melindungi rakyat, menempatkan keselamatan rakyat dengan cara bertindak proaktif di dalam menegakkan protokol kesehatan,” ucap Hasto.