Penyidik Perkara Pinangki Diduga Langgar Kode Etik
Tiga penyidik perkara Pinangki Sirna Malasari dilaporkan ICW ke Komisi Kejaksaan. Mereka diduga melanggar etik karena tidak berusaha menggali kebenaran materiil saat menangani perkara tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch melaporkan tiga jaksa penyidik dalam perkara Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan, Rabu (14/10/2020). Mereka diduga melakukan pelanggaran kode etik saat menyelidiki perkara yang menjerat jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Ketiga penyidik tersebut adalah SA, WT, dan IP. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan, ada empat poin dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan ketiga penyidik tersebut. ”Penyidik diduga tidak menggali kebenaran materiil berdasarkan keterangan dari Pinangki,” kata Kurnia.
Ada empat poin dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan ketiga penyidik tersebut.
Ia menjelaskan, pada 12 November 2019 diketahui terdapat pertemuan di kantor terpidana pengalihan hak tagih piutang Bank Bali, Joko Tjandra, yang dihadiri Pinangki dan Rahmat. Berdasarkan pengakuan Pinangki, Joko Tjandra percaya begitu saja kepadanya untuk dapat mengurus permohonan fatwa bebas dari Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Menurut Kurnia, penyidik tidak mendalami lebih lanjut keterangan Pinangki tersebut. Ia menduga ada beberapa kejanggalan yang terlihat dalam penyidikan tersebut.
”Tidak mungkin seorang buron kelas kakap, seperti Joko Tjandra, yang telah melarikan diri selama sebelas tahun, bisa langsung begitu saja percaya dengan seorang jaksa yang tidak mengemban jabatan penting di Kejagung untuk mengurus fatwa MA melalui Kejagung,” kata Kurnia.
Penyidik diduga juga tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung. Dalam laporan hasil pemeriksaan itu disebutkan, Pinangki sempat mengatakan bahwa ia melaporkan kepada pimpinan setelah bertemu Joko Tjandra. Namun, hingga saat ini belum dijelaskan siapa pimpinan tersebut.
Selain itu, ICW meragukan penyidik telah mendalami peran beberapa pihak yang selama ini diduga terlibat dalam perkara Pinangki. Jika telah didalami dan ditemukan siapa pihak itu, orang-orang yang disebut seharusnya dipanggil ke hadapan penyidik untuk dimintai klarifikasi.
Pinangki sempat mengatakan bahwa ia melaporkan kepada pimpinan setelah bertemu Joko Tjandra. Namun, hingga saat ini belum dijelaskan siapa pimpinan tersebut.
ICW juga menduga penyidik tidak berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada proses pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, pada 4 September 2020, KPK menerbitkan surat perintah supervisi terhadap penanganan perkara Pinangki di Kejaksaan Agung. Namun, pada 15 September 2020 Kejagung langsung melimpahkan berkas perkara Pinangki ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
”Jika nantinya laporan ini terbukti benar dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap para penyidik, ICW mendesak Komisi Kejaksaan agar merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk memberi sanksi tegas terhadap para penyidik tersebut,” kata Kurnia.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengakui telah menerima laporan dari ICW. ”Kami akan mendalami dan menelaah substansi laporan tersebut, termasuk kemungkinan meminta penjelasan atau keterangan tentang apa yang dilaporkan oleh ICW,” kata Barita.
Ia menambahkan, karena kasus tersebut sudah berjalan di pengadilan, Komisi Kejaksaan akan mengikuti dan memantau perkembangan persidangan.
Sementara itu, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, terkait dengan supervisi yang dilakukan, KPK masih mengumpulkan data yang akurat dari kepolisian dan kejaksaan. Mereka masih mendalami perkara Pinangki.
”Tentang terbukanya kasus baru, nanti akan dilihat ada bagian mana yang belum. Ini sangat tergantung kevalidan data yang masuk. Kalau hanya sekadar cerita, tidak bisa,” kata Karyoto.