Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia sesalkan penyerangan aparat Polri ke Sekretariat PII dan mendesak kader yang ditangkap dibebaskan. Namun, pengamat menilai, unjuk rasa dibatasi waktu sehingga tak bisa ditoleransi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia atau PB PII menyesalkan penyerangan aparat kepolisian ke Sekretariat PII di Jakarta. PB PII mendesak agar 10 kader yang ditangkap aparat kepolisian segera dibebaskan.
Ketua Umum PB PII 2017-2020 Husin Tasrif Makrup, Rabu (14/10/2020), di Jakarta, mengatakan, kepolisian tidak seharusnya menggunakan cara-cara represif dengan dalih apa pun sebagaimana terjadi di Sekretariat PII di Jalan Menteng Raya 58, Jakarta Pusat, 13 Oktober malam.
”Kami mengecam keras aksi penyerangan, penganiayaan, dan diskriminasi terhadap pengurus PII yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada 13 Oktober 2020 di Sekretariat PII,” kata Husin.
Kami mengecam keras aksi penyerangan, penganiayaan, dan diskriminasi terhadap pengurus PII yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada 13 Oktober 2020 di Sekretariat PII.
Husin menjelaskan, pada 13 Oktober 2020 sekitar pukul 20.00, sekelompok aparat kepolisian masuk ke Sekretariat PB PII dan PW PII. Aparat berdalih menyisir massa aksi tolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang terlibat kerusuhan.
Kemudian, tiba-tiba aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah Sekretariat PB PII dan PW PII yang menyebabkan beberapa pengurusnya masuk ke dalam kantor untuk menyelamatkan diri. Selanjutnya, pintu kantor didobrak yang diikuti dengan pemukulan, penganiayaan, dan perusakan Sekretariat PB PII.
Menurut Husin, para pengurus PB PII dan PW PII yang tidak terlibat aksi dan berada di sekretariat turut diserang dan dipukul serta diangkut ke Polda Metro Jaya. Beberapa dari mereka terluka di bagian kepala. Terdapat 10 kader dan pengurus PII yang ditangkap aparat.
Oleh karena itu, lanjut Husin, PB PII mendesak Kepala Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan pengurus PII yang ditangkap tersebut. PB PII juga mendesak Kapolda Metro Jaya untuk memberikan penjelasan atas terjadinya insiden tersebut serta memberikan sanksi tegas kepada oknum aparat kepolisian yang telah melakukan aksi penyerangan, penganiayaan, dan diskriminasi terhadap pengurus PII.
”Kepada para pengurus dan kader Pelajar Islam Indonesia (PII) di seluruh Indonesia untuk tetap menahan diri dalam menyikapi insiden ini, tidak mengambil tindakan di luar akal sehat dan di luar koridor konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Husin.
Dibatasi waktu
Penyampaian pendapat dalam unjuk rasa adalah perbuatan legal yang dilindungi undang-undang. Meski demikian, dalam menyampaikan aksi unjuk rasa dibatasi waktu.
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, berpandangan, pada dasarnya penyampaian pendapat dalam unjuk rasa adalah perbuatan legal yang dilindungi undang-undang. Meski demikian, dalam menyampaikan aksi unjuk rasa dibatasi waktu.
Dalam perspektif itu, aksi unjuk rasa yang terjadi pada malam hari tentu tidak bisa ditoleransi. Meski demikian, juga harus dipastikan elemen atau kelompok yang masih melakukan aksi unjuk rasa pada malam hari.
”Maka, kepolisian terus dituntut untuk transparan dan profesional dalam penanganan aksi ini. Ukuran profesional di sini adalah kecepatan penuntasan kasus dan ketepatan memberikan informasi yang benar,” kata Bambang.
Sementara itu, hingga Rabu sore, Humas Polda Metro Jaya dan Mabes Polri masih belum memberikan penjelasan terkait penyerbuan ke Sekretariat PII pada Selasa malam kemarin.