Polri menegaskan akan terus memeriksa ribuan orang yang ditangkap guna mengungkap auktor intelektualis di balik unjuk rasa RUU Cipta Kerja pada 7-9 Oktober. Di sisi lain, Polri juga dituntut tidak menggunakan kekerasan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menaikkan status 240 pendemo Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ke tahap penyidikan atau proses pemidanaan. Polri menyatakan akan terus memeriksa ribuan orang yang sudah ditangkap untuk mengungkap auktor intelektualis di balik aksi demonstrasi yang terjadi pada 7-9 Oktober 2020 tersebut.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (10/10/2020), mengatakan, hingga saat ini, Polri telah mengamankan 5.918 orang dari seluruh Polda saat aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Ribuan pendemo itu ditangkap lantaran diduga membuat kericuhan.
Argo menambahkan, dari hasil pemeriksaan terhadap para pendemo dan pengumpulan barang bukti, Polri telah menaikkan status 240 orang ke tahap penyidikan atau proses pidana.
”Dari 240 orang itu, ada 153 orang masih dalam proses pemeriksaan dan 87 orang sudah dilakukan penahanan,” ujar Argo.
Argo menyampaikan, penegakan hukum tersebut merupakan upaya Polri menjaga wibawa negara sekaligus memelihara ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat. ”Negara tidak boleh kalah oleh premanisme dan intoleran,” katanya.
Di sisi lain, Argo juga mengimbau kepada seluruh eleman masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja agar keberatannya ditempuh melalui jalur hukum, yaitu proses peninjauan kembali (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, aksi turun ke jalan di tengah pandemi Covid-19 sangat berisiko. Adapun, dari total seluruh pendemo yang telah diamankan, setidaknya 145 orang reaktif Covid-19.
Memburu auktor intelektualis
Polri masih akan terus memeriksa pihak-pihak yang sudah ditangkap dan mengumpulkan seluruh barang bukti untuk mengungkap auktor intelektualis di balik aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Jika tidak ditemukan barang bukti, Polri akan membebaskan para pendemo tersebut.
”Jumlah pendemo yang dilepas harus dicek kembali ke jajaran Polda. Pada prinsipnya, yang tidak ada barang bukti, pasti dilepas,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono.
Sementara itu, media sosial diramaikan tudingan keterlibatan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terkait aksi besar buruh dan mahasiswa di seluruh Indonesia. Hal itu diviralkan kali pertama oleh akun Twitter @digeeembok, sejak 5 Oktober. Akun tersebut menuding aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja didanai oleh Yudhoyono.
Dalam siaran persnya, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Ossy Dermawan membantah tudingan tersebut. Menurut Ossy, tuduhan terhadap Yudhoyono tidak memiliki bukti kuat. Tuduhan akun @digeeembok disebut juga melecehkan kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lain yang turun ke jalan dan murni menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
”Jika ada pihak-pihak yang melancarkan fitnah dan tuduhan yang tidak berdasar terhadap Partai Demokrat, kami akan menempuh jalur hukum,” kata Ossy.
Sebelumnya di Sidang Paripurna pada 5 Oktober, Demokrat merupakan salah satu fraksi yang menolak RUU Cipta Kerja. Satu fraksi lain adalah Partai Keadilan Sejahtera. Sementara tujuh fraksi di DPR mendukung pengesahan RUU tersebut.
Karopenmas Polri Awi Setiyono tidak ingin terlalu jauh mengomentari isu tersebut. Sejauh ini, Polri masih mengumpulkan barang bukti yang ada.
”Kami, kan, bukan bicara soal a, b atau c ya. Tetapi, kami perlu alat bukti. Polisi bekerja berdasarkan bukti,” ujarnya.
Bertindak profesional
Ketua Komisi III DPR Herman Herry meminta Polri bertindak profesional dalam mengungkap auktor intelektualis di balik unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Selain itu, ia juga meminta aparat kepolisian tidak memakai kekerasan dalam menangani unjuk rasa, khususnya terhadap para wartawan yang bertugas meliput unjuk rasa tersebut.
”Aparat kepolisian untuk tetap menghormati hak tersebut dan tidak melakukan kekerasan dalam prosedur pengamanannya,” ujar Herman.
Herman juga meminta Kapolri menindak tegas polisi yang bertindak sewenang-wenang atau tidak sesuai standar pengamanan yang humanis. ”Tentunya Kapolri harus menindak tegas polisi yang melakukan excessive use of forces,” katanya.