Covid-19 Ikut Pengaruhi Pembangunan Kekuatan Pertahanan
Berdasarkan data Kementerian Pertahanan, realokasi anggaran pertahanan yang diperuntukkan bagi penanganan Covid-19 mencapai Rp 9,97 triliun. Pandemi Covid-19 juga berdampak pada pembangunan kekuatan pertahanan.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kekuatan TNI akan mengalami perlambatan karena realokasi sebagian anggaran untuk menangani pandemi Covid-19. Menyiasati hal ini, TNI berupaya memetakan skala prioritas dan mengedepankan inovasi untuk perawatan dan pengadaan sejumlah alat.
Berdasarkan data Kementerian Pertahanan, realokasi anggaran pertahanan yang diperuntukkan bagi penanganan Covid-19 mencapai Rp 9,97 triliun. Dalam keterangan resmi Kementerian Pertahanan, realokasi itu juga disebutkan berdampak pada pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI, sehingga ada yang dibatalkan.
Presiden Joko Widodo, dalam sambutannya di peringatan hari jadi ke-75 TNI, Senin (5/10/2020) menyatakan selalu mendukung transformasi untuk penguatan TNI. Transformasi organisasi TNI harus dilakukan sesuai dinamika ancaman dan perkembangan teknologi militer. TNI perlu mempersiapkan diri mengantisipasi pertempuran masa depan yang punya daya hancur lebih besar, berjalan lebih singkat, bahkan menggabungkan berbagai taktik, baik konvensional, nonkonvensional, maupun taktik lintas dimensi.
”Untuk menguasai lompatan teknologi militer terkini, kita harus sungguh-sungguh mengubah kebijakan kita dari kebijakan belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan,” tutur Presiden Jokowi.
Presiden juga menggarisbawahi, kebijakan investasi pertahanan itu berpikir jangka panjang, dirancang sistematis, serta dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menuturkan, pembangunan kekuatan TNI berpedoman pada interoperabilitas trimatra terpadu, kebutuhan operasi dan orientasi pada pengguna. Ada beberapa kendala untuk memenuhi kekuatan TNI, di antaranya sumber daya yang terbatas baik dari sisi waktu dan anggaran, serta kemampuan industri pertahanan dalam negeri. Hadi mengatakan, tahun 2020-2021, prioritas diarahkan pada pemeliharaan dan perawatan alutsista.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (AL) Laksamana Yudo Margono mengatakan, TNI AL menyusun skala prioritas dalam pembangunan kekuatan. Untuk modernisasi alutsista, ada pertimbangan ketersediaan anggaran dan kemampuan industri pertahanan nasional. Menyikapi kendala ini, TNI AL membuat kebijakan untuk tetap mempertahankan beberapa jenis alutsista.
”Jadi kami tidak melaksanakan penghapusan meski sudah melebihi usia pakainya,” kata Yudo.
Kebijakan ini memiliki beberapa konsekuensi. Anggaran perawatan dan pemeliharaan jadi lebih mahal. Sementara kemampuan operasional dan tempurnya menurun.
Menurut Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal Fadjar Prasetyo, TNI AU memaksimalkan Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AU untuk membuat bom, roket, dan pesawat target drone. ”Kalau pesawat tempur memang masih mengandalkan luar negeri,” ujarnya.
TNI AU, lanjut Fadjar, kini bekerja sama dengan industri pertahanan seperti PT Len Industri dan PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk perawatan dan pengadaan beberapa alat. ”TNI AU sudah bisa meng-upgrade sistem senjata dan avionik F-16 dengan proses reverse engineering. Itu kerja sama juga dengan PT DI,” kata Fadjar.
Anggota Komisi I DPR, Christina Aryani, mengatakan, rencana rencana strategis kekuatan pokok minimum harus direvisi dan disesuaikan terutama dengan tantangan pandemi Covid-19.
Sementara itu, peneliti Centre for Strategic and International Studies, Iis Gindarsah, menekankan, di tengah ketidakpastian perkembangan pandemi Covid-19, pekerjaan rumah pemerintah di bidang pertahanan tak hanya terkait pengadaan alutsista. Namun, juga menuntaskan penyusunan doktrin, strategi, dan postur pertahanan yang menjadi pedoman bagi arah kebijakan strategis 2024, bahkan hingga 2045. (INA/REK/PDS/EDN)