Sejak gedung utama Kejaksaan Agung terbakar pada Sabtu, 22 Agustus, malam hingga kini, penyidik Badan Reserse Kriminal Polri belum bisa menyimpulkan penyebab kebakaran sebagai kesengajaan atau kelalaian.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI belum menyimpulkan penyebab kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung sebagai kesengajaan atau kelalaian sejak gedung tersebut terbakar pada 22 Agustus 2020 pukul 19.10. Sampai saat ini, penyidik masih memeriksa saksi, termasuk meminta keterangan ahli.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, Senin (28/9/2020) di Jakarta, mengatakan, sampai saat ini penyidik masih memeriksa saksi maupun saksi ahli. Pada Senin ini penyidik memanggil enam saksi dari Kejagung dan berencana memanggil ahli dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta penjual dust cleaner merek Top.
”Untuk penyebab kebakaran masih proses, masih dievaluasi. Kalau ditanya (soal kesengajaan atau kelalaian), belum sampai situ. Nanti tentu akan menyimpulkan dari pendalaman saksi, termasuk saksi ahli,” kata Awi.
Sebelumnya, dalam keterangan pers terkait penyebab kebakaran, Polri menyatakan kebakaran gedung Kejagung sebagai peristiwa pidana. Namun, seperti apa yang dimaksud peristiwa pidana, Polri akan menindaklanjuti lagi melalui sejumlah penyelidikan.
Menurut Awi, selain masih meminta keterangan beberapa saksi, penyidik mulai melakukan analisis dan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan yang telah didapatkan selama ini. Analisis dilakukan untuk menentukan penyebab kebakaran gedung Kejagung karena adanya kesengajaan atau kelalaian. Penyidik pun masih menyusun konstruksi hukum terkait kasus tersebut.
Untuk penyebab kebakaran masih proses, masih dievaluasi. Kalau ditanya (soal kesengajaan atau kelalaian), belum sampai situ. Nanti tentu akan menyimpulkan dari pendalaman saksi, termasuk saksi ahli.
Ketika ditanya Kompas tentang informasi adanya saksi yang adalah seorang karyawan layanan kebersihan (cleaning service) dan diduga memiliki rekening dengan jumlah hingga Rp 100 juta, Awi menolak menjawab. Adapun informasi tersebut terlontar dalam rapat kerja antara Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR beberapa hari lalu.
”Untuk pertanyaan ke arah materi penyidikan, saya tidak bisa sampaikan,” ujar Awi.
Kasus surat jalan
Awi mengatakan, penyidik Bareskrim pada Senin ini menyerahkan barang bukti dan tiga tersangka dalam kasus surat jalan palsu. Ketiga tersangka itu adalah Anita Kolopaking, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, dan Joko Tjandra.
”Sebagaimana diketahui, berkas perkara surat jalan palsu dengan tersangka ADK, PU, dan JST pada minggu lalu telah dinyatakan P21 (hasil penyidikan dinyatakan sudah lengkap),” kata Awi.
Adapun barang bukti yang diserahkan adalah 1 buah paspor atas nama Joko Tjandra, 14 telepon genggam, 2 komputer dan 1 laptop, 2 buku, 39 dokumen, serta 18 buah berita acara pemeriksaan (BAP) digital. Ketiga tersangka beserta barang bukti diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Susun surat dakwaan
Biasanya sebelum masa tahanan penuntut umum habis, perkara tersebut sudah dilimpahkan ke PN Jakarta Timur.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, dengan berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap dan diikuti dengan pelimpahan barang bukti beserta tersangka, jaksa penuntut umum akan segera menyusun surat dakwaan. Jaksa penuntut umum pun akan segera melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
”Biasanya sebelum masa tahanan penuntut umum habis, perkara tersebut sudah dilimpahkan ke PN Jakarta Timur,” kata Hari menambahkan.
Dilimpahkannya berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan kemudian disidangkan di PN Jakarta Timur adalah karena dugaan kasus penggunaan surat jalan tersebut untuk naik pesawat pribadi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jaktim. Sebagaimana diketahui, Joko Tjandra diduga masuk ke Indonesia dari Pontianak menuju Jakarta dan sebaliknya dengan menggunakan surat jalan palsu.
Penahanan pertama terhadap Prasetijo oleh penyidik dimulai pada 31 Juli sampai 19 Agustus dan kemudian diperpanjang 20 Agustus sampai 28 September. Anita ditahan penyidik pada 8 Agustus sampai 27 Agustus dan diperpanjang 28 Agustus hingga 6 Oktober. Sementara Joko Tjandra selama ini menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Salemba.