Berbeda Tanda Tangan, Gugatan UU Penanganan Covid-19 MAKI dan Kawan-kawan Ditarik
Karena berbeda tanda tangan penerima kuasa di surat kuasa dengan dokumen gugatan, permohonan uji formil dan uji materiil UU No 2/2020 tentang Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi ditarik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permohonan uji formil dan uji materiil Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 ditarik oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia atau MAKI dan kawan-kawan lainnya. Penarikan perkara itu disetujui oleh Rapat Permusyawaratan Hakim Mahkamah Konstitusi dan dibacakan dalam ketetapan Mahkamah Konstitusi, Senin (28/9/2020).
Berdasarkan ketetapan yang dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, alasan penarikan permohonan uji formil dan materiil oleh MAKI dan kawan-kawan karena ada perbedaan tanda tangan penerima kuasa pada surat kuasa dengan tanda tangan dalam dokumen permohonan. Hal itu ditemukan saat majelis panel melakukan pencermatan terhadap dokumen permohonan. Kuasa para pemohon kemudian menyatakan mencabut permohonan aquo.
”MK telah menyelenggarakan persidangan pendahuluan pada tanggal 27 Agustus dengan agenda mengonfirmasi kebenaran dokumen. Dan, ternyata para pemohon membenarkan pencermatan hakim panel berkenaan adanya dugaan perbedaan tanda tangan penerima kuasa yang ada pada surat kuasa dengan tanda tangan termohon,” ujar Anwar.
Rapat permusyawaratan hakim (RPH) MK kemudian memutuskan bahwa penarikan perkara Nomor 38/PUU-XVIII/2020 itu beralasan menurut hukum. Sesuai dengan Pasal 35 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang MK, penarikan kembali perkara tersebut berakibat permohonan tidak dapat diajukan kembali. Panitera perkara di MK diminta untuk mencatat penarikan perkara tersebut dan mengembalikan berkas kepada pemohon.
MK telah menyelenggarakan persidangan pendahuluan pada tanggal 27 Agustus dengan agenda mengonfirmasi kebenaran dokumen. Dan, ternyata para pemohon membenarkan pencermatan hakim panel berkenaan adanya dugaan perbedaan tanda tangan penerima kuasa yang ada pada surat kuasa dengan tanda tangan termohon.
”Menetapkan mengabulkan permohonan para pemohon perkara 38/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil dan materiil UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No 1/2020 ditarik kembali. Para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan aquo,” kata Anwar.
Gugatan uji materiil dan formil dari MAKI, Yayasan Mega Bintang Solo 1997, Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki), Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), serta Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (Peka) diterima MK pada 18 Mei 2020.
Atas permohonan tersebut, MK kemudian menerbitkan ketetapan pembentukan majelis panel hakim untuk memeriksa perkara. MK juga telah melakukan pemeriksaan pendahuluan dengan agenda nasihat kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Namun, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan itu diketahui ada perbedaan tanda tangan antara surat kuasa dan dokumen permohonan. Para pemohon kemudian meminta kepada majelis hakim untuk mencabut perkaranya.
Ada keteledoran
Terkait dengan perbedaan tanda tangan tersebut, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, memang ada keteledoran dan kekeliruan dalam hal tersebut dari pihak kuasa hukum. Hal itu akan dijadikan pelajaran ke depan agar MAKI lebih teliti dalam menyusun dokumen permohonan. MAKI juga akan kembali mengajukan gugatan baru ke MK terkait uji formil dan materiil tersebut.
Menurut Boyamin, alasan MAKI tetap maju menggugat lagi adalah karena mereka menilai penyusunan UU di DPR tidak sesuai dengan aturan formil pembentukan perundang-undangan. Selain itu, Pasal 27 Ayat (2) UU No 2/2020 dianggap memberikan kekebalan hukum bagi pejabat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan pejabat Kementerian Keuangan. Mereka tidak bisa dituntut secara hukum perdata, pidana, ataupun PTUN dengan dalih itikad baik dan bukan merupakan kerugian negara.
Menurut rencana, pekan depan MAKI akan ajukan lagi gugatan baru ke MK.
”Menurut rencana, pekan depan MAKI akan ajukan lagi gugatan baru ke MK,” kata Boyamin saat dihubungi terpisah.
Di sisi lain, MK juga masih memeriksa perkara lain terkait UU Penanganan Covid-19. Salah satunya adalah gugatan yang diajukan oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Desiana Samosir, Muhammad Maulana, dan Syamsuddin Alimsyah. Perkara Nomor 37/PUU-XVIII/2020 itu sebelumnya sudah sampai pada tahap pemeriksaan. Kuasa hukum Yappika dan kawan-kawan, Violla Reininda, mengatakan, agenda sidang berikutnya adalah mendengarkan keterangan DPR dan pemerintah yang dijadwalkan pada 8 Oktober nanti.