Kampanye Pilkada 2020 dimulai pada Sabtu (26/9/2020) ini. Pengumpulan massa harus dihindari. Namun, gagasan programatik calon tetap harus sampai ke calon pemilih.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Mulai Sabtu (26/9/2020) ini selama 71 hari ke depan, pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah beserta timnya akan memulai masa kampanye Pilkada 2020. Di tengah pandemi, kandidat diharapkan mengubah cara kampanye agar tak membuat pilkada menjadi sumber penyebaran Covid-19.
Kegiatan pengumpulan massa, seperti konser musik, maupun rapat akbar tak boleh lagi dilakukan. Interaksi kandidat dengan calon pemilih bisa dilakukan intensif di ranah digital. Selain itu, kualitas pilkada perlu dijaga lewat penyampaian tawaran kebijakan programatik kandidat.
Pilkada 2020 di 270 daerah, diikuti 25 pasangan calon (paslon) yang berkontestasi di sembilan pemilihan gubernur, 615 paslon di 224 pemilihan bupati, dan 101 paslon di 37 pemilihan wali kota. Dari jumlah itu, ada 25 kabupaten/kota yang menggelar pilkada dengan satu paslon.
Kemarin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, mengingatkan paslon agar saling beradu gagasan terkait penyelesaian masalah pandemi beserta dampak sosial ekonomi di wilayahnya masing-masing, seperti peningkatan jumlah pengangguran, pertumbuhan kemiskinan, serta penurunan pendapatan asli daerah.
Tito meminta paslon tak mengadakan kegiatan yang bisa mengundang kerumunan massa. Ini akan menjadi media penularan Covid-19, dan bisa menimbulkan sentimen negatif publik, seperti yang terjadi saat pendaftaran paslon 4-6 September. Saat itu, paslon menggelar arak-arakan dan pengumpulan massa.
Tito berharap terjadi perubahan metode kampanye di Pilkada 2020. Paslon harus sebanyak mungkin memanfaatkan media sosial, media elektronik, dan media cetak. Tim sukses dapat menggunakan kampanye terbatas pintu ke pintu untuk menyebarkan alat pelindung diri, yang dijadikan sebagai alat peraga kampanye, seperti masker, hand sanitizer, dan pelindung wajah.
Kemarin, di sejumlah daerah dilaporkan pengundian nomor urut paslon berjalan lancar tanpa massa. Di Jawa Barat, rapat koordinasi mendorong kepatuhan pada regulasi dan protokol kesehatan digelar daring.
Di Kota Denpasar, Bali, dua paslon di Pilkada Denpasar, yakni Jaya Negara dan Arya Wibawa serta Ambara Putra dan Kertha Negara menegaskan komitmen mematuhi protokol kesehatan selama kampanye.
Calon wakil gubernur Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar, menyampaikan, kepatuhan menjaga protokol kesehatan dimulai dari paslon. Dalam strategi kampanye ia bersama timnya akan lebih memfokuskan pada kampanye virtual.
Adapun, calon bupati petahana Karawang, Cellica Nurrachadiana, mengaku belajar dari teguran Kemendagri saat masa pendaftaran. Ia mengaku tak akan mengulangi kesalahan dengan menciptakan kerumunan saat kampanye. Dia akan fokus pada kampanye di medsos. Pertemuan tatap muka hanya untuk yang tak memiliki medsos.
Tak ada pelanggaran serius
Anggota Badan Pengawas Pemilu M Afifuddin mengungkapkan, secara umum tak ada pelanggaran serius atas protokol kesehatan di masa penetapan paslon hingga pengundian nomor urut paslon. "Koordinasi antara penyelenggara pemilihan dan pihak keamanan lebih sistemis, didukung kepatuhan calon," ujar Afifuddin.
Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah memprediksi, calon akan lebih mengintensifkan kampanye terbatas karena celah itu masih terbuka di Peraturan KPU Nomor 13/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.
Karena itu, menurut dia, yang dibutuhkan kini adalah ketegasan penyelenggara pemilu melarang segala pertemuan fisik. Jika publik bisa dipaksa beradaptasi dengan pandemi, maka parpol dan paslon bisa juga dipaksa bertransformasi ke kampanye virtual.
Di sisi lain, kecenderungan kandidat mengundang tim kampanye nasional atau dari daerah lain harus diantisipasi. "Konsolidasi pemenangan itu, bisanya selalu melibatkan figur nasional berpengaruh. Ini akan menggerakkan orang lintas wilayah selama masa kampanye," kata anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini.
Pemerintah daerah, kata Titi, harus bertindak selaras dengan komitmen pemerintah pusat dalam menerapkan protokol kesehatan secara tegas. Selain itu, sinergi KPU, Bawaslu, aparat keamanan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dan elemen daerah amat diperlukan dalam mengawasi kepatuhan kontestan dan masyarakat pada protokol kesehatan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, larangan sejumlah metode kampanye yang berpotensi menciptakan kerumunan massa pada PKPU 13/2020 rentan digugat ke Mahkamah Agung. Menurut dia, larangan perlu diatur dalam aturan setingkat undang-undang guna menggantikan aturan yang berlaku pada UU 10/2016. Dia mendorong pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, larangan itu idealnya diatur dalam aturan setingkat UU, termasuk perppu. ”Namun, karena perppu belum ada, KPU menindaklanjuti apa yang menjadi kesimpulan rapat dengan Komisi II DPR dan pemerintah,” ujarnya.