Politik Hukum KPK Berubah, Febri Diansyah Putuskan Mengundurkan Diri
”Rasanya ruang bagi saya untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi akan lebih signifikan kalau saya berada di luar KPK,” kata Febri Diansyah, Kabiro Humas KPK, menjelaskan alasan pengunduran dirinya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah menyatakan mundur dari KPK. Keputusan tersebut diambil Febri karena dia merasa kondisi politik dan hukum di Indonesia telah berubah bagi KPK.
Sebelum di KPK, Febri dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Indonesia Corruption Watch (ICW). Namanya semakin dikenal publik setelah menjadi juru bicara KPK sejak 6 Desember 2016. Ia tak lagi menjabat sebagai juru bicara KPK pada 6 Desember 2019, tetapi tetap menjadi Kepala Biro Hubungan Masyarakat.
Di Gedung KPK, Kamis (24/9/2020), Febri menuturkan, ia merasa berat mengambil keputusan ini karena harus meninggalkan teman-teman yang masih berjuang di KPK. ”Saya perlu tegaskan bahwa, kalaupun saya keluar dari KPK, saya tidak akan pernah meninggalkan KPK dalam artian yang sebenarnya,” ujarnya.
Hal tersebut sudah dituangkan Febri dalam surat pengunduran dirinya yang disampaikan kepada atasannya, yakni Sekretaris Jenderal KPK dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia pada 18 September 2020. Ia berharap proses pemberhentian terhadap dirinya dapat diproses pada tanggal 18 Oktober 2020.
Febri menyatakan, ia memilih menjadi pegawai KPK karena ingin berkontribusi secara signifikan dalam pemberantasan korupsi. Menjadi pegawai KPK merupakan perjuangan memberantas korupsi. Perjuangan tersebut akan lebih maksimal dengan dilandasi independensi kelembagaan dan pelaksanaan tugas.
Akan tetapi, kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK. Kondisi KPK sudah berubah seiring dengan adanya revisi Undang-Undang KPK pada 17 September 2019. Ia mencoba bertahan di KPK dan berupaya berbuat sesuatu agar bisa tetap berkontribusi untuk pemberantasan korupsi.
”Namun, secara pribadi, saya melihat rasanya ruang bagi saya untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi akan lebih signifikan kalau saya berada di luar KPK. Tetap memperjuangkan dan ikut dalam advokasi pemberantasan korupsi,” kata Febri.
Febri mencoba bertahan dengan situasi yang baru. Namun, pada akhirnya ia memilih mengajukan pengunduran diri setelah berdiskusi dengan beberapa orang di dalam dan luar KPK. Meskipun demikian, ia menyatakan semangat pemberantasan korupsi akan tetap diwujudkan di manapun berada. ”Dengan segala kecintaan saya kepada KPK, saya pamit,” kata Febri.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Febri sudah menemuinya untuk menyampaikan pengunduran diri pada Oktober 2020. Ia menghormati keputusan Febri yang mundur dengan segala pertimbangannya.
”Saya merasa kehilangan dan KPK sebenarnya juga merasa kehilangan karena bagaimanapun Febri bagian dari KPK yang telah turut mengawal dan membesarkan KPK. Namun, kami menghormati keputusannya dan saya tetap berharap walaupun yang bersangkutan di luar KPK akan tetap bersatu di titik pemberantasan korupsi di Indonesia,” tutur Ghufron.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, Biro SDM telah menerima surat pengunduran diri Febri. ”Sesuai mekanisme di internal KPK, pegawai yang mengundurkan diri harus menyampaikan secara tertulis satu bulan sebelumnya,” kata Ali.
Kabar pengunduran diri Febri mengundang perhatian Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. ”Pengunduran diri Febri dari KPK perlu disesalkan karena dia merupakan salah satu aset KPK yang penting dalam menjaga marwah dan martabat KPK,” kata Laode.
Menurut Laode, Febri bukan hanya sebagai pegawai KPK, melainkan dia adalah ”wajah terdepan” KPK selama lima tahun terakhir. Ia yakin, di manapun Febri berada pasti akan selalu berjuang dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Penyidik senior KPK Korupsi, Novel Baswedan, juga menyayangkan Febri mundur dari KPK. Sebab, selama ini Febri bekerja dengan baik dan berdedikasi.
”Tetapi kembali kepada permasalahan pokok, yaitu kesungguhan dalam pemberantasan korupsi dari pemerintah dan KPK. Apabila pemerintah tidak mendukung dan KPK tidak tampak sungguh-sungguh berantas korupsi, orang-orang yang memilih jalan untuk berjuang dalam rangka memberantas korupsi akan meninggalkan gelanggang yang tidak ada harapan,” tutur Novel.