Atasi Pandemi Covid-19, GP Ansor Minta Pemerintah Prioritaskan Kesehatan
Pemerintah diminta memprioritaskan aspek kesehatan dan berfokus pada upaya pembatasan penyebaran Covid-19. Realokasi anggaran pun perlu dilakukan untuk mengutamakan penyediaan jaring pengaman ekonomi.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta memprioritaskan aspek kesehatan dan berfokus pada upaya pembatasan penyebaran Covid-19. Lalu, realokasi anggaran perlu dilakukan untuk mengutamakan penyediaan jaring pengaman ekonomi bagi masyarakat yang terdampak.
Bahkan, pemerintah diminta becermin kepada negara-negara yang sudah berhasil mengurangi penyebaran Covid-19 dan mengadopsinya sebagai metode penanganan di Indonesia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, pandemi Covid-19 adalah krisis kesehatan, di mana semua kebijakan harus mempertimbangkan kesehatan sebagai prioritas utama.
”Pemerintah diminta belajar dari pengalaman negara lain yang telah berhasil membatasi penyebaran Covid-19, pengambil kebijakan harus terus-menerus mengevaluasi pendekatan yang dijalankan dengan mengadopsi praktik terbaik dari negara lain dan menyesuaikannya dengan kearifan lokal,” kata Gus Yaqut, sapaannya, dalam rekomendasi hasil Konferensi Besar XXXIII Gerakan Pemuda (GP) yang digelar di Minahasa, Minggu (20/9/2020).
Gus Yaqut mengatakan, untuk menanggulangi dampak pertumbuhan ekonomi yang negatif, pemerintah diharapkan menyusun ulang prioritas kebijakan dan anggaran untuk memastikan masyarakat tetap memiliki daya beli guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
”Program-program pembangunan diprioritaskan kepada program pemberdayaan dan jaring pengaman ekonomi untuk masyarakat,” kata Gus Yaqut.
Segala kebijakan ini, menurut Gus Yaqut, diharapkan diimplementasikan dengan merangkul para ahli dan pemimpin masyarakat untuk dapat menyentuh seluruh lapisan mayarakat tanpa memunculkan ketakutan yang berlebihan dari rakyat Indonesia.
Rekomendasi GP Ansor untuk mengutamakan kesehatan ini konsisten dengan sikap yang diambil oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Minggu (20/9).
Dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, PBNU meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah, dan DPR untuk menunda pelaksanaan tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati.
”Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya,” tulis pernyataan tersebut.
PBNU memahami bahwa ada regulasi terkait pengerahan massa, tetapi terbukti kini dalam pendaftaran pasangan calon, telah terjadi konsentrasi massa yang rawan jadi kluster penularan.
PBNU juga meminta anggaran pilkada direlokasi untuk penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.
NU berpendapat bahwa melindungi kelangsungan hidup dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi masyarakat. Namun, karena penularan Covid-19 telah mencapai tingkat darurat, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengetaskan krisis kesehatan.
Seperti diketahui, pilkada serentak dijadwalkan digelar di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pada 9 Desember 2020. (*)