Polri menyimpulkan kebakaran Gedung Kejaksaan Agung sebagai peristiwa pidana. Kebakaran itu dipicu oleh api terbuka. Publik menanti pihak yang bertanggung jawab.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesimpulan bahwa kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung pada 22 Agustus merupakan peristiwa pidana mesti diikuti transparansi informasi, termasuk pengungkapan pihak yang bertanggung jawab sampai tuntas. Ini diperlukan untuk menjawab persepsi negatif publik yang mengaitkan kebakaran itu dengan kasus korupsi yang tengah ditangani Kejagung.
Adanya aspek pidana dalam kebakaran gedung Kejaksaan Agung itu disampaikan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dalam jumpa pers, Kamis (17/9/2020). Turut hadir dalam jumpa pers ini, antara lain, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana dan Jaksa Agung Muda Intelijen Sunarta.
Listyo menyampaikan, tim kepolisian yang terdiri dari penyidik Bareskrim, Polda Metro Jaya, dan Polres Jakarta Selatan telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, pengumpulan barang bukti, dan analisis laboratorium forensik.
Dari hasil olah TKP, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri menyimpulkan, sumber api pada kebakaran gedung utama Kejagung bukan karena hubungan pendek arus listrik, melainkan karena nyala api terbuka.
”Penyidik berkesimpulan terjadi dugaan peristiwa pidana,” kata Listyo.
Terkait hal itu, dia juga mengatakan, Polri telah melaksanakan gelar perkara bersama tim Kejagung dan akan mengusut tuntas kasus tersebut.
Kebakaran yang berlangsung 22 Agustus malam hingga 23 Agustus dini hari itu menghanguskan gedung utama Kejagung yang terdiri atas enam lantai. Area yang terbakar, antara lain, lantai 5 dan 6 yang merupakan Kantor Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan. Api juga melahap lantai 3 dan 4 yang merupakan Kantor Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak mengatakan, hasil penyelidikan Bareskrim Polri telah memberikan sedikit jawaban. Namun, penyidik diharapkan memberikan informasi secara utuh atau tak parsial kepada publik.
”Dikatakan sumber kebakaran bukan dari arus pendek, melainkan api terbuka. Maka, asal api terbuka itu dari mana? Istilah itu tidak familier di masyarakat dan juga tidak dikunci sehingga bisa menimbulkan berbagai dugaan,” kata Barita.
Menurut Barita, pemberian informasi yang akurat, komprehensif, dan berasal dari sumber yang kompeten sangat penting dalam kasus ini. Sebab, insiden terbakarnya gedung utama Kejagung telah menimbulkan berbagai dugaan dan persepsi negatif di publik.
Hal itu, menurut dia, bisa dimengerti karena insiden itu terjadi ketika Kejagung menangani kasus besar terkait pelarian terpidana perkara cessie Bank Bali, Joko Tjandra. Salah satu tersangkanya ialah jaksa Pinangki Sirna Malasari. Untuk menjawab berbagai pertanyaan publik itu, diperlukan informasi yang jelas dan lugas.
Kini, lanjut Barita, publik menantikan polisi mengumumkan pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran itu beserta motifnya. Untuk menghindari berbagai dugaan, diharapkan informasi tersebut segera disampaikan kepada publik.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto berpandangan, konferensi pers mengenai hasil penyelidikan insiden kebakaran gedung utama Kejagung yang dilakukan Polri bersama pejabat Kejagung justru menimbulkan persepsi tertentu.
Oleh karena penyelidikan kebakaran itu ranah kepolisian, menurut Satya, semestinya cukup polisi yang mengumumkan, tidak perlu bersama kejaksaan. Dia berharap penegak hukum bekerja secara profesional. Siapa pun pihak yang terlibat dalam kebakaran itu mesti diproses.
”Penegak hukum tidak bisa menghindari sorotan atau keingintahuan publik. Apalagi ini dikaitkan publik dengan kasus besar,” ujar Satya.
Tetapkan tersangka
Dalam jumpa pers, Listyo menjelaskan, kebakaran diduga mulai terjadi pukul 18.15. Api diduga berasal dari ruang rapat Biro Kepegawaian di lantai 6. Api lebih cepat menjalar ke ruangan lain dan lantai lain karena adanya akseleran berupa aluminium composite panel (ACP) pada lapisan luar gedung dan cairan minyak lobi yang mengandung senyawa hidrokarbon.
Kondisi gedung yang hanya disekat bahan mudah terbakar, seperti gipsum, lantai parkit, dan adanya bahan mudah terbakar lain turut mempercepat penyebaran api. Saat itu, dari pukul 11.30 sampai 17.30, ada beberapa tukang atau orang yang berada di lantai 6 ruang Biro Kepegawaian untuk melakukan renovasi.
”Kami dapati juga fakta adanya saksi yang berusaha memadamkan kebakaran tersebut. Namun, karena tidak didukung infrastruktur, sarana, dan prasarana memadai, api semakin membesar sehingga mau tidak mau dimintakan bantuan dari dinas pemadam kebakaran,” ujar Listyo.
Kepolisian, katanya, mengolah TKP, memeriksa rekaman CCTV, mengumpulkan abu arang, dan memanfaatkan foto satelit guna mendapat gambar kemungkinan asal api. Penyidik juga mengumpulkan barang bukti berupa potongan kayu sisa kebakaran, botol berisi cairan, jeriken berisi cairan, kaleng bekas lem, kabel instalasi listrik, serta minyak pembersih atau minyak lobi yang disimpan di gudang cleaning service.
Listyo mengatakan, penyidik segera melakukan penyidikan untuk menetapkan tersangka.
Sementara itu, Fadil Zumhana mengatakan, Kejagung mendukung pengungkapan peristiwa pidana tersebut. Pihaknya juga sepakat kasus tersebut ditingkatkan statusnya ke penyidikan.
”Pada prinsipnya, Jaksa Agung sungguh-sungguh akan membuka masalah ini supaya terjawab nanti dan akan kami gulirkan ke persidangan,” kata Fadil.