Kebakaran gedung Kejaksaan Agung menjadi bukti kelalaian pemerintah memenuhi standar keamanan dan keselamatan gedung. Pemerintah perlu mengevaluasi lagi kondisi seluruh gedung agar peristiwa yang sama tak terulang.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebakaran gedung Kejaksaan Agung di Jakarta menjadi bukti kelalaian pemerintah untuk memenuhi standar keamanan dan keselamatan gedung. Pemerintah perlu kembali mengevaluasi kondisi seluruh gedung strategis untuk mencegah insiden yang sama terulang.
Kepala Program Studi S-2 Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan Manlian Ronald A Simanjuntak mengatakan, kebakaran gedung Kejagung menunjukkan kepatuhan terhadap tiga jenis sistem proteksi gedung belum optimal. Tiga sistem itu adalah sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan sistem manajemen keselamatan kebakaran.
”Tiga sistem itu terlihat belum terpenuhi serta belum ada informasi mengenai gambar desain dan gambar terbangun untuk dianalisis. Ini adalah momentum bagi pemerintah untuk mengoptimalkan perlindungan pengawasan gedung pemerintah yang lain. Kebakaran ini jadi pelajaran mahal,” kata Manlian saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (18/9/2020).
Tiga sistem itu terlihat belum terpenuhi serta belum ada informasi mengenai gambar desain dan gambar terbangun untuk dianalisis. Ini adalah momentum bagi pemerintah untuk mengoptimalkan perlindungan pengawasan gedung pemerintah yang lain. Kebakaran ini jadi pelajaran mahal.
Sistem proteksi aktif mencakup perlengkapan keamanan yang melekat pada bangunan, seperti kabel, sprinkler, dan fire hydrant, sementara sistem proteksi pasif mencakup struktur dan bahan gedung. Adapun sistem manajemen keselamatan kebakaran antara lain rambu-rambu keselamatan saat kebakaran, respons terhadap situasi darurat, perawatan fasilitas, dan latihan kebakaran.
Menurut Manlian, ketika kebakaran berlangsung, misalnya, air untuk memadamkan api di gedung Kejagung saja terbatas. Akibatnya, pemadam kebakaran kesulitan memadamkan api dan harus menambah sumber air eksternal.
Manlian melanjutkan, masih sulit menganalisis kondisi sistem proteksi gedung Kejagung lebih jauh karena keterbatasan data mengenai gedung yang belum bisa diakses. Selain itu, kepolisian perlu menjelaskan lebih jauh makna api terbuka yang disebut sebagai sumber kebakaran karena istilah itu belum memiliki definisi jelas.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Kepolisian Negara RI menyimpulkan insiden kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung pada 22 Agustus lalu merupakan peristiwa pidana. Dari hasil olah tempat kejadian perkara, Pusat Laboratorium Forensik menyimpulkan bahwa sumber api bukan karena hubungan pendek arus listrik, melainkan nyala api terbuka.
Kebakaran diduga mulai terjadi pukul 18.15. Api diduga berasal dari ruang rapat Biro Kepegawaian yang berada di lantai enam. Api lebih cepat menjalar ke ruang lain dan lantai lain karena adanya akseleran berupa ACP di lapisan luar gedung dan cairan minyak lobi yang mengandung senyawa hidrokarbon. Kondisi gedung yang hanya disekat oleh bahan yang mudah terbakar, seperti gipsum, lantai parket, dan bahan mudah terbakar lainnya turut mempercepat penyebaran api.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kamis (17/9/2020), mengatakan, tim kepolisian telah melakukan olah tempat kejadian perkara, pemeriksaan saksi, pengumpulan barang bukti, dan analisis laboratorium forensik. ”Ada saksi yang berusaha memadamkan kebakaran tersebut. Namun, karena tidak didukung infrastruktur, sarana, dan prasarana yang memadai, api tersebut semakin membesar sehingga mau tidak mau dimintakan bantuan dari dinas pemadam kebakaran,” ujarnya.
Kebakaran gedung Kejagung ini terjadi tak lama setelah pemerintah menangkap buron kelas kakap, Joko Soegiarto Tjandra, yang menjadi tersangka pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali pada 30 Juli 2020. Penyelidikan menunjukkan Joko telah menyuap sejumlah pejabat kepolisian, pemerintah, dan kejaksaan agar lepas dari jerat hukum. Jaksa Pinangki Sirna Malasari kemudian ditahan pada 11 Agustus 2020 karena ikut terlibat.
Pengawasan lemah
Apabila kebakaran di gedung Kejagung benar tindakan pidana, artinya ada dua kemungkinan. Ada orang asing yang memiliki akses ke dalam gedung atau orang asing itu diperbolehkan masuk oleh orang dalam gedung.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengatakan, selain keamanan gedung, keamanan internal dalam gedung strategis patut diperhatikan. Salah satunya adalah bagaimana mengawasi orang asing masuk-keluar gedung milik pemerintah.
Setiap gedung memiliki protokol sendiri. Namun, di Indonesia masih didapati banyak bangunan strategis milik pemerintah memiliki celah keamanan sehingga orang asing bisa masuk.
”Apabila kebakaran di gedung Kejagung benar tindakan pidana, artinya ada dua kemungkinan. Ada orang asing yang memiliki akses ke dalam gedung atau orang asing itu diperbolehkan masuk oleh orang dalam gedung,” kata Muradi.