101 Daerah Belum Selesaikan Aturan Terkait Protokol Kesehatan
Hingga kini, masih terdapat 101 daerah yang belum menerbitkan peraturan terkait penegakan protokol kesehatan Covid-19. Daerah-daerah tersebut diberi waktu hingga Jumat pekan ini untuk menyelesaikan peraturan tersebut.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 101 daerah belum kunjung menyelesaikan aturan terkait protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Padahal, sebagian daerah itu akan menyelenggarakan Pilkada 2020. Pemerintah memberikan tenggat aturan ini harus selesai pada Jumat (18/9/2020).
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga Rabu (16/9) mencatat, sebanyak 34 provinsi telah menyelesaikan penyusunan peraturan kepala daerah (perkada) tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Covid-19 dan sebanyak 413 kabupaten/kota telah menyelesaikan perkada itu.
Namun, masih ada 55 daerah yang belum menyusun dan 46 kabupaten/kota masih dalam proses penyusunan perkada tersebut.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar mengatakan, semua daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, harus segera menyelesaikan perkada sesuai batas waktu yang diberikan. Apalagi, sejumlah provinsi dan kota/kabupaten tersebut akan menyelenggarakan pilkada.
”Saya tekankan kepada seluruh Tim Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 untuk memastikan, memastikan, dan memberi atensi khusus terkait kendala-kendala dalam penyusunan perkada,” tutur Bahtiar, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (17/9).
Sebagian besar wilayah yang belum menyelesaikan perkada itu berada di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Papua. Beberapa kabupaten/kota yang belum menyelesaikan perkada itu adalah Aceh Jaya, Naganraya, Pidie Jaya, Kota Subulussalam, Dairi, Karo, Labuan Batu, Padang Lawas Utara, Tapanuli Tengah, Bengkulu Tengah, Ogan Ilir, Bojonegoro, Kediri, Sambas, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Sorong, T Asmat, Delyai, Dogiyai, Waropen Yahukimo, dan Yalimo.
Bahtiar melanjutkan, setelah perkada selesai, setiap daerah harus memastikan penegakan aturan tersebut. Dengan demikian, pelanggaran terhadap protokol kesehatan Covid-19 dapat berkurang, misalnya tidak ada lagi kerumunan massa.
Setiap daerah harus memastikan penegakan aturan tersebut. Dengan demikian, pelanggaran terhadap protokol kesehatan Covid-19 dapat berkurang, misalnya tidak ada lagi kerumunan massa.
”Pilkada ini sebagai alat/instrumen untuk perlawanan terhadap Covid-19. Masyarakat juga mendapatkan keuntungan dengan adanya pilkada karena bisa mendapatkan alat peraga kampanye dalam bentuk masker, hand sanitizer, dan lain sebagainya,” ujar Bahtiar.
Indonesia akan menggelar pilkada serentak di 270 daerah pada 9 Desember 2020 setelah sempat ditunda. Masyarakat sipil menyerukan agar pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada karena jumlah kasus Covid-19 telah lebih dari 200.000 kasus. Namun, pemerintah bergeming dengan alasan penyelenggaraan pilkada perlu dilanjutkan agar pemerintahan tidak kosong.
Data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 9 September, dari 309 kabupaten/kota yang terlibat dalam 9 pemilihan gubernur dan 261 pemilihan bupati/wali kota, 45 kabupaten/kota masuk daerah dengan risiko tinggi penularan Covid-19. Sebanyak 152 kabupaten/kota masuk risiko penularan sedang dan 72 kabupaten/kota masuk risiko rendah.
Secara terpisah, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, berpendapat, keberadaan aturan mengenai protokol kesehatan tidak akan efektif selama pemerintah masih memberikan ruang bagi calon kepala daerah dan masyarakat untuk bertemu. Pemerintah tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengontrol kepatuhan dan masyarakat tidak memiliki rasa disiplin terhadap protokol kesehatan.
Keberadaan aturan mengenai protokol kesehatan tidak akan efektif selama pemerintah masih memberikan ruang bagi calon kepala daerah dan masyarakat untuk bertemu.
”Kebijakan kita ini sebetulnya nanggung. Pemerintah sebaiknya menunda pilkada selama tiga hingga empat bulan untuk merapikan aturan agar lebih ketat,” ujarnya.
Untuk menjamin dipenuhinya protokol kesehatan dalam tiap tahapan pilkada, para calon kepala daerah diminta menandatangani pakta integritas. Pakta integritas itu mencakup kesediaan menerima sanksi jika melanggar protokol kesehatan.
Hingga kini, Bahtiar melanjutkan, baru dua provinsi yang melaksanakan penandatanganan Pakta Integritas Komitmen Mematuhi Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pilkada. Kedua provinsi itu adalah Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan. Adapun tujuh provinsi lainnya belum melaksanakan penandatanganan pakta integritas.
Di tingkat kabupaten/kota, baru tujuh daerah yang melaksanakan penandatanganan pakta itu, yakni Banjar, Tanah Bumbu, Kotabaru, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin. Selebihnya, yakni 254 daerah, belum melaksanakan penandatanganan pakta itu.
”Selain itu, ada beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang telah menindaklanjuti dengan melaksanakan Rakor Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dalam Pelaksanaan Pilkada,” katanya.
Provinsi yang telah melaksanakan rapat koordinasi adalah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, 28 kabupaten/kota telah melaksanakan rakor, antara lain Solok, Cilegon, Tangerang Selatan, Sukabumi, Pemalang, Kendal, Surabaya, Bintan, dan Sumba Timur. Adapun sebanyak 233 kabupaten/kota lainnya belum mengadakan rakor.
Kemendagri mengimbau agar semua daerah segera menyelesaikan perkada sesuai tenggat. Setelah itu, setiap daerah perlu menindaklanjutinya dengan penandatanganan pakta integritas guna mencegah penyebaran Covid-19 selama pilkada.