Penundaan Sidang Putusan Kasus Firli Timbulkan Kecurigaan
Penundaan sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri ditunda sepakan oleh Dewan Pengawas KPK. Sejumlah pihak curiga penundaan itu dapat memengaruhi proses etik di Dewas.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penundaan pembacaan putusan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri menimbulkan kecurigaan. Penundaan sidang hingga pekan depan berpotensi digunakan untuk mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mengatakan, penundaan sampai pekan depan menjadi kesempatan bagi Firli untuk melobi agar mendapat sanksi ringan. “Jadi tanda tanya kenapa pengunduran tersebut sampai satu pekan. Harusnya cukup satu atau dua hari saja,” kata Azyumardi, Selasa (15/9/2020).
Penundaan sampai pekan depan menjadi kesempatan bagi Firli untuk melobi agar mendapat sanksi ringan
Menurut dia, penundaan ini menunjukkan independensi dan kredibilitas Dewan Pengawas KPK patut dipertanyakan. Dengan penundaan dan sanksi ringan, Dewas juga akan kehilangan kepercayaan dari publik. Dengan demikian, tidak ada lagi yang bisa dipercaya dari pimpinan KPK dan Dewas KPK.
Adapun Dewas KPK menunda sidang putusan tersebut karena salah satu pegawai KPK yang dinyatakan positif Covid-19 sempat berinteraksi dengan anggota Dewas KPK, sehingga harus dilakukan uji usap Covid-19.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding mengatakan, sidang etik Dewas KPK dengan terperiksa Ketua KPK Firli Bahuri ditunda selama sepekan, dari semula digelar Selasa (15/9/2020) menjadi baru akan digelar pada Rabu (23/9/2020). Tak hanya sidang kasus Firli yang ditunda, pembacaan putusan terhadap dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap juga ditunda.
”Penundaan agenda sidang ini dilakukan karena dibutuhkannya tindakan cepat penanganan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan KPK, khususnya Dewan Pengawas KPK,” kata Ipi.
Penundaan agenda sidang ini dilakukan karena dibutuhkannya tindakan cepat penanganan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan KPK, khususnya Dewan Pengawas KPK (Ipi Maryati Kuding)
Ia mengungkapkan, dari penelusuran yang dilakukan internal KPK, ditemukan indikasi interaksi antara pegawai yang positif Covid-19 dan anggota Dewas KPK. Alhasil, pada Selasa kemarin akan dilakukan uji usap kepada sejumlah pihak terkait.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menambahkan, salah satu pegawai KPK yang dinyatakan positif Covid-19 pernah melakukan kontak dengan anggota Dewas dan semua pegawai di sekretariat Dewas. Anggota Dewas yang harus menjalani uji usap itu adalah Tumpak H Panggabean, Syamsuddin Haris, dan Albertina Ho.
”Sebagai bentuk keterbukaan kepada masyarakat dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Dewas KPK kepada publik, maka juga direncanakan dilakukan konferensi pers terkait Sidang Putusan Dewas setelah pembacaan putusan selesai dilakukan,” kata Ali, Senin (14/9) sore.
Sidang pembacaan putusan yang dilakukan secara terbuka mengacu pada Pasal 8 Ayat (1) Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Sidang pembacaan putusan dan konferensi pers direncanakan dilakukan secara daring melalui akun media sosial KPK.
Seperti diketahui, Firli diduga melanggar kode etik karena menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi pada Juni 2020. Ia menggunakan helikopter itu untuk bepergian dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan. Dugaan pelanggaran tersebut dilaporkan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Adapun Yudi Purnomo disidang terkait perkara pemberitaan pemberhentian penyelidik KPK, Komisaris Rossa Purbo Bekti, pada 5 Februari 2020. Yudi mengatakan, Dewas sudah menyampaikan alasan penundaan sidang dan memberikan surat panggilan kepadanya untuk hadir pada pekan depan.
“Saya memahami penundaan ini dan siap hadir untuk mendengarkan putusan yang digelar secara terbuka tersebut,” kata Yudi.
Kecurigaan
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menganggap, Dewas sangat lambat dalam memutuskan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli. Seharusnya Dewas sudah bisa memutuskan pada awal Agustus lalu seperti yang dijanjikan.
“Jangan sampai jelang pengumuman pada pekan depan dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK,” kata Kurnia.
Dewas KPK dinilai sangat lambat dalam memutuskan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli
Ia menegaskan, tindakan yang dilakukan Firli diduga telah bertentangan dengan Peraturan Dewas yang melarang setiap unsur pegawai KPK menunjukkan gaya hidup hedonis. Sebab, ada banyak tranportasi publik atau pribadi yang dapat digunakan oleh Firli dalam perjalanan dari Palembang menuju Baturaja daripada harus memakai helikopter mewah.
Oleh karena itu, ICW meminta agar Dewas menjatuhkan sanksi etik berat kepada Firli sekaligus merekomendasikan agar yang bersangkutan segera mengundurkan diri.
Boyamin juga sempat curiga dengan penundaan ini. Sebab, sidang putusan ini sudah diumumkan pada Senin (14/9) sore, tetapi tiba-tiba dibatalkan pada malam harinya.
“Terus terang saja curiga karena penundaannya ini ada tarik ulur. Gambaran saya putusannya agak berat. Kira-kira begitu kalau dinyatakan bersalah, tetapi kemudian ada upaya untuk mengulur waktu. Apa ada kompromi?” ujar Boyamin.
Boyamin pun mendatangi kantor Dewas KPK untuk memastikan penundaan tersebut. Ia mendapatkan informasi, penundaan tersebut terjadi karena ada uji usap Covid-19 setelah pada Senin sore ada pegawai Dewas yang dinyatakan positif Covid-19.
Tidak seorang pun yang bisa memengaruhi dan mengintervensi putusan majelis etik yang dibentuk Dewas (Syamsuddin Haris)
Penundaan ini digunakan Boyamin untuk menyerahkan bukti yang dikumpulkannya, yakni berupa foto dan video perjalanannya dari Palembang ke Baturaja. Ia menegaskan, perjalanan yang dilakukannya melalui jalur darat sangat lancar. Boyamin berharap, bukti tersebut dapat memperkuat kesaksiannya.
Anggota Dewan Pengawas Syamsuddin Haris, menegaskan, tidak seorang pun yang bisa memengaruhi dan mengintervensi putusan majelis etik yang dibentuk Dewas. Penundaan sidang terjadi semata-mata karena Covid-19. Sementara itu, Firli menyerahkan kepada Dewas karena mereka yang menentukan.