Masa Pandemi, KY Pertimbangkan Keselamatan Calon dalam Proses Seleksi
KY tetap melanjutkan tahapan seleksi calon hakim agung dan hakim agung ”ad hoc”. KY akan meminimalkan mobilitas para calon dalam mengikuti tes/seleksi mengingat seleksi digelar di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 30 calon hakim agung dan calon hakim ad hoc segera memasuki seleksi tahap ketiga di Komisi Yudisial pada Oktober 2020. Meskipun di masa pandemi, KY berupaya menyelesaikan tahapan tersebut dengan optimal. Sementara itu, Mahkamah Agung berharap kehadiran hakim agung dan hakim ad hoc baru dapat meningkatkan kinerja mereka dalam penyelesaian perkara.
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari saat dikonfirmasi, Rabu (16/9/2020), mengatakan, seleksi tahap akhir calon hakim agung dan hakim ad hoc itu akan digelar pada pekan ketiga Oktober. Seleksi itu meliputi tes kesehatan dan tes kepribadian. Sesuai tradisi, tes kesehatan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Namun, karena saat ini sedang situasi pandemi, KY mempertimbangkan agar tes kesehatan bisa dilakukan di daerah asal calon hakim. Dengan catatan, rumah sakit itu harus memiliki standar yang sama dengan rumah sakit standar kepresidenan.
”Aspek keselamatan calon hakim sangat dipertimbangkan. Sampai saat ini, KY masih merumuskan teknis pelaksanaan tahap ketiga untuk penyesuaian masa pandemi, tetapi juga tetap sesuai dengan standar yang ada,” kata Aidul.
Menurut Aidul, secara teknis, tes kepribadian dan kompetensi memang bisa dilakukan secara daring. Tes daring juga sudah teruji dan digunakan dalam tes kualitas tahap kedua. Selain itu, sebaran calon hakim kebanyakan ada di ibu kota provinsi sehingga ada jaminan konektivitas internet. Namun, secara teknis, tes kepribadian dan kompetensi masih membutuhkan modifikasi karena pemeriksaan kepribadian dan kompetensi hakim agung berbeda dengan pemeriksaan lainnya.
”Kami upayakan agar tidak terjadi mobilitas dan pertemuan para peserta pada satu waktu yang potensial menciptakan penularan. Tetapi, sekali lagi, teknisnya seperti apa masih kami matangkan,” papar Aidul.
Selain teknis tes di masa pandemi, menurut Aidul, dalam proses seleksi hakim ini, KY juga terkendala untuk melakukan investigasi rekam jejak calon hakim. Keterbatasan mobilitas selama pandemi membuat KY sulit melakukan investigasi rekam jejak. Namun, KY juga mengembangkan berbagai variasi metode, seperti penelusuran daring, serta mengefektifkan jaringan di daerah untuk melakukan investigasi. Apabila memang mobilitas ke daerah mendesak dilakukan, KY akan berkoordinasi dengan gugus tugas penanganan Covid-19 di daerah untuk membantu pelaksanaan protokol kesehatan di daerah sasaran.
KY juga terkendala untuk melakukan investigasi rekam jejak calon hakim. Keterbatasan mobilitas selama pandemi membuat KY sulit melakukan investigasi rekam jejak.
KY juga berharap masyarakat dapat berpartisipasi memberikan informasi terkait rekam jejak para calon hakim agung dan calon hakim ad hoc. Masyarakat dapat menyampaikan informasi mengenai rekam jejak hakim melalui surat elektronik rekrutmen@komisiyudisial.go.id.
Masyarakat juga dapat menyampaikan surat secara langsung kepada sekretariat tim seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc MA di kantor Komisi Yudisial, Jalan Kramat Raya Nomor 57, Jakarta Pusat. Surat fisik dan elektronik itu ditunggu paling lambat 25 September 2020. Partisipasi dari masyarakat diharapkan dapat membantu kinerja KY untuk mempertimbangkan aspek integritas calon hakim.
”Masukan dari masyarakat sangat berharga dalam situasi pandemi ini. Sebab, KY ingin benar-benar hakim agung dan hakim ad hoc yang terpilih ini adalah sosok yang berintegritas,” kata Aidul.
Sebelumnya, KY mengumumkan sebanyak 30 calon hakim agung dan hakim ad hoc lolos seleksi tahap kedua. Mereka terjaring dari 117 calon yang lolos tahap pertama. Sebanyak 30 calon hakim itu terdiri dari 4 calon hakim agung kamar tata usaha negara khusus pajak, 16 calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi, dan 10 calon hakim ad hoc hubungan industrial, Selasa (15/9/2020).
Beban perkara yang harus ditangani hakim agung saat ini masih tinggi, yaitu 1:507 kasus perkara.
Tingkatkan kinerja MA
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan, saat ini komposisi hakim agung di MA sebanyak 47 orang. Beberapa di antaranya akan memasuki masa pensiun tahun ini. Berkurangnya jumlah hakim akan membuat kinerja hakim agung semakin berat. Oleh karena itu, MA mengajukan penambahan hakim agung kepada KY. MA berharap komposisi hakim agung dapat dioptimalkan hingga 60 orang sesuai aturan yang ada. Namun, dalam praktiknya, mencari hakim agung yang berkualitas dan berintegritas tidaklah mudah. Oleh karena itu, MA menyerahkan sepenuhnya proses seleksi kepada KY.
”Semoga saja hasil seleksi di KY nanti dapat memenuhi ekspektasi dari MA. KY pasti tidak hanya mencari kuantitas, tetapi juga hakim agung dan hakim ad hoc yang berkompetensi dan berkualitas,” kata Abdullah.
Menurut Abdullah, beban perkara yang harus ditangani hakim agung saat ini masih tinggi, yaitu 1:507 kasus perkara. Rasio penanganan perkara itu diambil dari jumlah perkara yang ditangani MA dibandingkan dengan jumlah hakim agung yang ada. Rata-rata satu perkara ditangani oleh tiga hakim agung.
”Jumlah kasus yang ditangani MA tahun 2019 sebanyak 20.275, sedangkan saat itu jumlah hakim agung hanya 40 orang. Rata-rata satu hakim menangani hingga 1.504 perkara per tahun,” ujar Abdullah.
Banyaknya kasus yang ditangani di MA itu menjadi tantangan tersendiri bagi MA. Tahun 2018-2019, misalnya, peningkatan jumlah perkara 15-20 persen. Dari 20.275 perkara yang masuk, yang berhasil diputus sebanyak 20.057 perkara. Artinya, satu majelis hakim agung dapat memutus hingga 501 perkara per tahun. Tahun ini, menurut Abdullah, Ketua MA M Syarifuddin menetapkan target agar tidak ada penumpukan perkara. Namun, karena sejumlah tantangan seperti kondisi pandemi Covid-19, target tersebut diprediksi sulit tercapai.