Pertaruhan Kredibilitas KPK
Kredibilitas KPK dan Dewan Pengawas KPK dipertaruhkan jika putusan kasus Ketua KPK Firli Bahuri tidak sesuai dengan ekspektasi publik.
JAKARTA, KOMPAS - Putusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua KPK Firli Bahuri akan berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap KPK dan Dewas KPK. Sejumlah pihak menilai, penggunaan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi yang dilakukan oleh Firli pada Juni 2020 tidak etis, bahkan termasuk dalam kategori pelanggaran berat.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mengungkapkan, Senin (14/9/2020), seharusnya Dewas KPK memberhentikan Firli sebagai ketua sekaligus komisioner KPK.
”Seharusnya, sepatutnya kalau besok (hari ini) diumumkan Dewas, maka putusannya karena pelanggarannya ini pelanggaran berat baik dari sudut etika, moral, dan kepatutan publik, harus diberhentikan,” ujar Azyumardi dalam diskusi publik bertajuk ”Menakar Putusan Dewan Pengawas terhadap Dugaan Pelanggaran Kode Etik Ketua KPK” yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Selain Azyumardi, turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto dan peneliti ICW, Lalola Easter.
Baca juga: Dewan Pengawas Klarifikasi Ketua KPK Terkait Penggunaan Helikopter Mewah
Sanksi pemberhentian Firli sebagai ketua dan komisioner KPK diyakini Azyumardi akan menjadi pembelajaran. Sebab, lembaga antikorupsi seharusnya diisi orang-orang yang dapat memberikan contoh baik dan menjadi teladan dari sudut moral, etika, serta kepatutan. Namun, jika orang tersebut melakukan hal yang tidak patut, ia tidak pada posisi yang tepat untuk menjadi komisioner KPK, apalagi Ketua KPK.
Ia melanjutkan, penggunaan helikopter mewah dengan alasan hari libur, cuti, atau memakai uang sendiri oleh orang-orang di KPK tak bisa dibenarkan. Pasalnya, orang KPK menjadi simbol moral dan keteladanan. Penggunaan helikopter mewah sekaligus akan membuat publik bertanya mengenai sumber uangnya.
Untuk diketahui, Firli dilaporkan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman terkait dugaan penggunaan helikopter mewah pada Juni 2020 lalu. Firli diduga memakai helikopter tersebut dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, untuk kepentingan pribadi. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pernah menyatakan, Firli menggunakan helikopter demi efisiensi waktu karena dia cuti hanya sehari.
Kepercayaan publik
Azyumardi pun mengingatkan, putusan yang dijatuhkan kepada Firli bakal berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap Dewas KPK, khususnya yang saat ini dipercaya mengemban amanat sebagai anggota Dewas. Mereka antara lain Tumpak H Panggabean, Syamsuddin Haris, Harjono, Albertina Ho, dan Artidjo Alkostar.
Selama ini, figur-figur tersebut dikenal berkinerja baik. Namun, jika mereka memutuskan Firli tidak bersalah atau sanksi yang dijatuhkan terbilang ringan, hal itu tentu bakal mengubah penilaian publik terhadap mereka. Perubahan itu tak pelak akan membuat publik tak percaya kepada Dewas KPK.
Kepercayaan publik kepada KPK juga akan kian tergerus jika Firli luput dari sanksi atau hanya menerima sanksi ringan. ”Bagaimana kita bisa berharap KPK memberantas korupsi jika orang di lingkungannya bermasalah,” ujarnya.
Kepercayaan publik ini penting untuk dijaga karena sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK lahir, kepercayaan kepada KPK terus memudar. Tak hanya akibat aturan dalam undang-undang yang melemahkan KPK, tetapi juga dari melemahnya penindakan oleh KPK.
Dalam jajak pendapat Litbang Kompas yang dirilis pada 23 Juni 2020 terjadi penurunan tingkat keyakinan dan persepsi positif responden terhadap KPK.
Baca juga: Firli Bahuri Jalani Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK
Sebanyak 54,9 persen responden yakin pemberantasan korupsi oleh KPK akan lebih baik. Keyakinan publik menurun jika dibandingkan jajak pendapat Kompas pada Januari 2020. Saat itu, 76,8 persen responden masih yakin akan kinerja KPK.
Dari sisi tingkat kepuasan terhadap kinerja KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi, 56,9 persen responden menyatakan tidak puas. Persentase ini lebih buruk dibandingkan jajak pendapat sebelumnya, yaitu 35,9 persen.
Sulistyowati Irianto mengatakan, jabatan publik sebagai Ketua KPK melekat pada Firli di mana dan kapan pun ia berada. Oleh karena itu, penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi yang dilakukan Firli tidak diperbolehkan.
Menurut Sulistyowati, Dewas KPK harus melihat perkara ini berdasarkan bukti yang ada dan dianalisis dengan pendekatan akademis. Jika Dewas melakukan hal tersebut, akan menghasilkan kesimpulan yang tidak salah. ”Dewas ini orang akademis, maka mereka harus memberikan alasan secara akademik,” katanya.
Jika putusan Dewas KPK ternyata tidak memenuhi ekspektasi publik, menurut dia, tindak tanduk Firli yang bergaya hidup mewah berpotensi dicontoh pejabat lain.
Rentetan pelanggaran
Peneliti ICW, Lalola Easter, mengatakan, dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli tidak hanya sekali saja. ICW mencatat ada lima dugaan pelanggaran etik yang pernah dilakukan oleh Firli.
Sebelum menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi, Firli juga pernah diduga melanggar kode etik terkait pengembalian paksa penyidik KPK, Komisaris Rossa Purbo Bekti, ke instansi Polri dan abai melindungi pegawai yang sedang mencari Harun Masiku, buron KPK dalam kasus suap untuk bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan.
Kemudian saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK, tahun 2018, Firli juga pernah diduga bertemu dengan pihak yang sedang beperkara di KPK, yakni mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi. Selain itu, pada Maret 2019, pernah pula terjadi problematika penanganan perkara di Kedeputian Penindakan KPK yang saat itu dipimpin oleh Firli.
Menurut Lalola, pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli sarat konflik kepentingan yang menjadi pintu masuk terjadinya korupsi. Ia berharap Dewas memberikan sanksi keras dengan memberhentikan Firli dari komisioner dan Ketua KPK.
Baca juga: Firli Bahuri: Saya Tak Lulus Kalau Tak Punya Integritas
Secara terpisah, Boyamin Saiman menyerahkan sepenuhnya putusan pada Dewas KPK. ”Harapannya, ya, Dewas menyatakan Firli terbukti melanggar etik dan dikenai sanksi mengundurkan dari jabatan Ketua KPK,” katanya. Menurut dia, pemberian sanksi berat tersebut tepat karena Firli telah bergaya hidup mewah sehingga melanggar kode etik KPK.
Kompas sudah berupaya meminta klarifikasi dari Firli, tetapi ia tak merespons. Sebelumnya, Firli menepis tudingan bahwa dirinya bergaya hidup mewah. Firli beralasan, penggunaan helikopter saat itu karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan tugas. Dia juga mengaku membayar biaya sewa helikopter itu dari kantong pribadinya (Kompas, 26/8).
Adapun Syamsuddin Haris meminta untuk menunggu putusan dibacakan saat ditanya terkait kategori pelanggaran yang dilakukan Firli.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, sidang putusan Firli akan disiarkan secara daring.