Masukan dari masyarakat agar Pilkada 2020 ditunda, khususnya di daerah-daerah berisiko tinggi penularan Covid-19, dipertimbangkan oleh Komisi II DPR. Namun, untuk merealisasikannya tidak mudah. Ada sejumlah persoalan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II DPR belum memutuskan perlu tidaknya penundaan Pemilihan Kepala Daerah 2020 secara parsial atau khusus di daerah-daerah yang berada di zona merah. Kondisi setiap daerah itu harus dipantau hari per hari untuk memastikan apakah daerah itu betul-betul masih berada di dalam zona merah atau tidak. Sebab, status zonasi itu sangat dinamis. Di sisi lain, pengetatan protokol kesehatan masih dianggap sebagai opsi terbaik.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, tahapan Pilkada 2020 harus terus dipantau untuk memastikan protokol kesehatan Covid-19 dapat diterapkan dengan baik.
Namun, untuk memutuskan dapat atau tidaknya penundaan pilkada secara parsial, hal itu tergantung pada kondisi yang sedang berjalan saat ini. Persoalannya ialah status zonasi kerentanan penularan Covid-19 itu sangat dinamis.
”Ada daerah yang hari ini merah, lalu besoknya oranye, dan besoknya lagi merah, dan hari berikutnya bisa saja berubah jadi hijau. Jadi, harus diikuti terus perkembangannya dan mencari solusi mengantisipasi hal-hal yang bisa mengganggu tahapan pilkada, terutama protokol kesehatan,” ujarnya ketika dihubungi, Selasa (15/9/2020).
Hal lain yang harus juga dipertimbangkan ialah ketentuan atau peraturan yang mengatur penundaan parsial itu. Doli mengatakan, UU Pilkada mengatur keserentakan. Kendati memang ada Pasal 122 di dalam UU Pilkada yang memberikan jalan keluar jika terjadi bencana alam atau bencana non-alam, opsi itu sebaiknya dipilih ketika sudah tidak ada opsi atau solusi lain yang bisa dilakukan untuk memastikan pilkada serentak digelar.
”Dalam setiap pembuatan UU, pasti selalu ada exit plan ketika terjadi kondisi darurat atau force majeure. Pasal 122 itu mengatur dalam kerangka itu. Kalau memang tidak punya pilihan lain, opsi itu mungkin saja diambil. Tetapi, selama kita punya opsi-opsi antisipasi, ya, saya kira kita belum sampai pada opsi terakhir itu,” kata Doli.
Penundaan pilkada secara parsial, menurut Doli, juga akan membawa implikasi hukum jika dilakukan tanpa melalui evaluasi yang jelas. Sebab, UU Pilkada mengatur keserentakan.
”Pada praktiknya, ini bukan hal sederhana karena bisa rawan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Kita lihat dulu pengaturan di UU soal keserentakan itu. Namun, yang jelas kita akan mengikuti terus perkembangan dan mencari solusi terbaik bagi pelaksanaan pilkada serentak,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, sampai dengan saat ini belum ada pembicaraan ke arah penundaan pilkada secara parsial ataupun secara keseluruhan.
Dari hasil evaluasi secara umum, DPR juga belum menemukan adanya penularan Covd-19 yang muncul akibat dari pelaksanaan tahapan pilkada. Kluster pilkada sebagaimana dikhawatirkan berbagai pihak itu belum ditemui sekalipun kewaspadaan ketat harus ditingkatkan di tengah pandemi yang belum teratasi ini.
Akan tetapi, masukan-masukan dari berbagai pihak, termasuk kalangan masyarakat sipil untuk menunda pilkada secara parsial tetap akan dipertimbangkan. Untuk pengambilan keputusannya terkait penundaan pilkada secara parsial, DPR harus membicarakan kemungkinan itu dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu terlebih dulu.
”Terkait dengan masukan-masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok penggiat pemilu, tentu akan kami pertimbangkan karena memang salah satu poin penting terkait dengan pilkada itu ialah terjaminnya kesehatan dan keselamatan semua penyelenggara dan pemilih. Semua masukan nanti kami sampaikan dalam rapat konsultasi berikutnya dengan KPU,” ucap Saan.
Senada dengan Doli, Saan mengatakan perlunya analisis seksama terhadap kondisi penularan di daerah-daerah yang menyelenggarakan pilkada. Selain berkoordinasi dengan Satgas Covid-19, pemetaan wilayah dan zonasi kerentanan penularan Covid-19 itu dapat dipetakan oleh Kementerian Dalam Negeri.
”Kita harus analisis dulu semuanya dan data itu harus kita bicarakan dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri. Di sisi lain, saat ini, kan, pemerintah dan penyelenggara pemilu sedang menyusun rumusan sanksi yang tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan. Jadi, nanti semua perkembangan akan dilihat,” ujar Saan.