Sejumlah menteri dan kepala lembaga menandatangani keputusan bersama guna menjaga agar aparatur sipil negara netral selama Pilkada 2020. Sebelum keputusan dibuat, sudah ada 500 pelanggaran netralitas di Pilkada 2020.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Surat keputusan bersama tentang pedoman netralitas aparatur sipil negara saat Pemilihan Kepala Daerah 2020 diharapkan mampu menjaga agar aparatur sipil negara tetap netral selama pemilihan berlangsung. Terlebih pelanggaran netralitas aparatur sudah terlihat sebelum surat itu dibuat dengan total sekitar 500 laporan pelanggaran.
Surat keputusan bersama (SKB) tersebut ditandatangani pada Kamis (10/9/2020) di Jakarta oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan.
Penandatanganan ini disaksikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar serta Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mayor Jenderal TNI Purnomo Sidi.
Tjahjo menekankan, netralitas adalah prinsip ASN yang harus ditegakkan dan dijaga serta dilakukan pengawasan dalam implementasinya. ”Netralitas selain telah diatur dan diberikan batasan, baik secara peraturan maupun secara etik, secara umum ASN yang netral tentunya menjamin birokrasi yang kuat dan iklim demokrasi yang sehat dalam pemilihan umum,” kata Tjahjo.
Tjahjo mengatakan, SKB tersebut menjadi pedoman bagi instansi pemerintah dalam menjaga netralitas ASN dalam Pilkada 2020. SKB juga memiliki tujuan untuk membangun sinergitas serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengawasan netralitas ASN. Selain itu, SKB ini diharapkan juga dapat mewujudkan kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas ASN.
Ia menegaskan, negara tidak mencabut hak ASN sebagai pemilih. Namun, untuk menjaga agar ASN tetap netral, perlu dilakukan pengaturan.
Dengan pedoman ini, diharapkan agar penindakan terhadap ASN yang terlibat dalam politik praktis dapat dioptimalkan, termasuk untuk meminimalkan praktik kesewenang-wenangan pejabat pembina kepegawaian (PPK) karena keberpihakan atau ketidakberpihakan ASN. Alhasil, manajemen ASN yang berlandaskan sistem merit dapat dijamin.
Tito Karnavian menegaskan, netralitas ASN merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan Pilkada 2020. Untuk menindaklanjuti SKB, Kemendagri akan mengambil bagian dalam satuan tugas yang akan dibentuk Kemenpan dan RB.
Dalam menjaga netralitas ASN, menurut Tito, pemerintah daerah memiliki peran penting karena memiliki kewenangan mulai dari penyusunan program hingga pengalokasian anggaran untuk melaksanakan berbagai kegiatan, salah satunya Pilkada 2020.
Selain itu, perlu diwaspadai pula terkait dengan mutasi kepegawaian dan jabatan serta pembuatan kebijakan yang dapat memengaruhi publik. Khusus untuk persoalan kepegawaian, sesuai dengan aturan perundang-undangan, dalam jangka waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kepala daerah tidak diperkenankan melakukan mutasi pejabat, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Penetapan pasangan calon dijadwalkan pada 23 September 2020.
”Hingga saat ini sudah 720 usulan mutasi yang ditolak oleh Kemendagri, kecuali untuk pejabat yang wafat atau pejabat yang mendapatkan masalah hukum, misalnya sebagai tersangka yang ditahan, kemudian juga mengisi jabatan-jabatan yang memang betul-betul kosong sehingga harus diisi untuk efektivitas,” kata Tito.
Ketidaknetralan ASN
Abhan mengatakan, tidak sedikit ASN yang tidak netral di setiap gelaran pemilu dengan menginisiasi dan menggalang dukungan politik. Mereka melakukannya dengan harapan kelak mendapatkan promosi jabatan.
Berdasarkan catatan Bawaslu, pada Pilkada 2018, terdapat 700 kasus terkait ketidaknetralan ASN. Bahkan, dalam tahapan Pilkada 2020 yang saat ini berjalan, sudah ada sekitar 500-an kasus pelanggaran yang telah disampaikan kepada Komisi ASN dan sudah ditindaklanjuti oleh PPK masing-masing daerah.
Oleh karena itu, inisiatif pembuatan pedoman netralitas ASN pada Pilkada 2020 ini menjadi langkah progresif yang patut diapresiasi sebagai bagian dari upaya membangun sinergitas serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintah pusat dan daerah dalam mengawasi ASN saat proses pilkada.
”Pedoman ini sekaligus memberikan panduan terhadap mekanisme dan tata kerja kementerian serta lembaga-lembaga terkait dalam hal pengawasan terhadap ASN, mekanisme pelaporan, hingga tindak lanjut dari dugaan pelanggaran,” kata Abhan.
Eksekusi lemah
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, SKB dapat membangun sinergisitas, kesepahaman, dan efektivitas fungsi antarpihak untuk menjaga serta menegakkan netralitas ASN.
”Pembentukan satgas juga akan membuat peran para pihak terkoordinasi baik dan cepat. Hanya saja, tantangannya selama ini terletak pada tindak lanjut dan eksekusi dari berbagai kesepakatan yang banyak dibuat oleh para pihak tersebut,” kata Titi.
Ia menitikberatkan tantangan tersebut pada pengawasan dan penindakan yang melibatkan ASN dengan posisi strategis serta penentu kebijakan daerah. Termasuk juga kesulitan dalam menjatuhkan sanksi pada PPK yang dijabat oleh kepala daerah, yang juga terlibat dalam politisasi ASN.
Selama ini, upaya menjaga netralitas ini lebih banyak menyasar ASN dan cenderung kurang mampu menjangkau para pejabatnya. Ia berharap SKB ini bisa membuahkan eksekusi yang lebih tegas. Selain itu, SKB ini diharapkan juga memberi efek jera kepada para pejabat dan elite ASN yang melanggar netralitas ASN serta melakukan politisasi ASN.
”Tindak lanjut dari SKB ini harus dijalankan secara terbuka, transparan, dan akuntabel sehingga bisa membangun kepercayaan publik dan kontestan pemilihan terhadap jaminan netralitas ASN serta jaminan terselenggaranya pilkada yang adil dan demokratis,” ujar Titi.