Ketua DPR Puan Maharani menyebutkan, sosok Jakob Oetama sangat melekat dengan ”Kompas”, dan sejarah ”Kompas” sangat melekat dengan Bung Karno sebagai sosok yang memberikan nama ”Kompas” pada 1965.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepergian pendiri harian Kompas sekaligus Kelompok Kompas Gramedia, Jakob Oetama, merupakan kehilangan besar bagi insan pers dan Indonesia. Sejumlah kalangan menyampaikan rasa dukacita dan kehilangan atas kepergian Jakob Oetama. Jakob dinilai berperan besar dalam menyampaikan pesan-pesan kedamaian dan kebangsaan dalam bingkai keindonesiaan yang menghargai perbedaan dan kemajemukan dengan pijakan utama pada nilai-nilai kemanusiaan.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, dalam keterangannya, Rabu (9/9/2020), di Jakarta, mengatakan, Jakob Oetama adalah tokoh pers yang sangat menginspirasi, memegang teguh integritas pers, dan memiliki keterkaitan sejarah dengan Presiden Soekarno.
”Duka mendalam buat saya, buat kita semua, atas berpulangnya Pak Jakob Oetama, tokoh yang sangat berintegritas dan menginspirasi bagi pers nasional. Selamat jalan, Pak Jakob...,” kata Puan.
Puan mengungkapkan, sosok Jakob Oetama sangat melekat dengan harian Kompas, dan sejarah harian Kompas sangat melekat dengan Bung Karno sebagai sosok yang memberikan nama Kompas pada 1965. ”Waktu itu Bung Karno mengatakan, ’Tahu apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba,’,” ungkap Puan, mengutip ucapan Bung Karno.
Puan juga mengungkapkan, Jakob Oetama adalah figur teladan dan mampu menginspirasi semua insan pers Indonesia. Konsistensi Jakob Oetama dalam memegang jurnalisme yang benar dan berimbang menjadi bukti bahwa pers berperan penting sebagai pilar demokrasi dan media pendidikan bagi masyarakat.
”Pak Jakob konsisten dengan nilai jurnalisme yang dipegangnya, jurnalisme yang berdiri di atas semua golongan, dan berdasarkan kemajemukan Indonesia,” ujarnya.
Atas dasar itu, Puan menilai Jakob Oetama sebagai tokoh yang mampu mengimplementasikan Pancasila melalui nilai-nilai yang disebarkan tentang humanisme, edukasi, kebudayaan, dan kecintaan terhadap Tanah Air. ”Pak Jakob Oetama adalah pribadi yang ramah, yang membaktikan hidupnya untuk Indonesia, mengamalkan nilai Pancasila melalui jurnalisme yang damai dan mendidik,” ungkap Puan.
Kesan mendalam juga diungkapkan oleh para tokoh dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, Jakob bukan hanya milik insan pers, melainkan juga milik bangsa Indonesia. Kepergian Jakob adalah kehilangan besar bagi Indonesia. Selama ini, Jakob dinilai mampu menjaga toleransi dan keberagaman serta selalu mengajak pada perdamaian melalui pesan-pesan media massanya di bawah kelompok Kompas Gramedia.
”Beliau orang yang istikamah, teguh di dalam pendirian, dan orang yang supel dalam bergaul. Saya mengenal beliau sebagai sosok yang sangat humanis, dan orangnya penuh dengan kesederhanaan dan kebersahajaan,” kata Helmy.
Selama ini, PBNU juga menjalin hubungan yang baik dengan harian Kompas dan kerap bekerja sama dalam beberapa hal. Isu-isu kebangsaan dan kemanusiaan yang selama ini menjadi nada utama dalam pemberitaan Kompas selaras dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh PBNU.
Semua itu tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh para pendiri Kompas, yakni PK Ojong dan Jakob Oetama. Ojong telah lebih dulu meninggal tahun 1980.
Helmy mengatakan, Jakob Oetama menjadi panutan penting bagi insan pers di Tanah Air karena berpuluh-puluh tahun berhikmat kepada bangsa dan negara melalui peranannya di industri pers.
”Pak Jakob Oetama bisa mengikuti zaman, tetapi tidak terseret arus. Jadi, selalu bisa mengikuti zaman, tetapi dengan tetap menjaga sikap kritisnya. Jadi, sebenarnya cerminan mata hati dan kata hati,ya, Pak Jakob Oetama itu,” katanya.
Ketua Umum Pagar Nusa, salah satu Badan Otonom di bawah PBNU, Muchamad Nabil Haroen, mengatakan, Jakob Oetama merupakan begawan, tokoh penting dalam pers Indonesia. Bersama PK Ojong, Jakoeb Oetama menerbitkan harian Kompas, yang menjadi salah satu media terbesar di Indonesia.
Grup Kompas-Gramedia yang didirikan Jakob Oetama kemudian mewarnai pers Indonesia dengan karakter yang khas serta visi dan pendirian yang kuat untuk Indonesia. ”Jasa Pak Jakob Oetama di bidang pers sangat besar, yang juga menopang dan menguatkan kaki industri pers dengan bisnis yang kuat sehingga tetap menjunjung idealisme,” ungkapnya.
Jakob juga dikenal dekat dengan para kiai NU. Kedekatan itu didasari oleh kesamaan visi untuk menjaga Indonesia sekaligus menginspirasi generasi muda untuk terus berbuat baik untuk negeri, berbakti dengan karya dan idealisme masing-masing.
Misi ini, menurut Nabil, diterjemahkan oleh Jakob Oetama dalam semangat di setiap tulisan ataupun gagasan-gagasan penting yang menjadi nyawa harian Kompas dan grupnya.
”Pak Jakob Oetama sangat peduli dengan Nahdlatul Ulama. Dalam kesempatan saya mendampingi Kiai Said dan beberapa pengurus NU ketika bersilaturahmi dengan Pak Jakob Oetama ataupun dengan jajaran pimpinan Kompas Group sangat jelas dukungan beliau terhadap NU karena visi misi untuk Indonesia. Tujuannya agar NU ikut menjadi kompas yang mengawal Indonesia dan setiap generasi dari bangsa kita menjadi bangsa besar yang punya komitmen, dedikasi, karya, dan pengabdian untuk Indonesia,” kata Nabil.
Jakob Oetama tutup usia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (9/9/2020) pukul 13.05. Jenazah pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama (88), akan disemayamkan di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta. Menurut rencana, jenazah Jakob Oetama akan dimakamkan pada Kamis (10/9/2020) di Taman Makam Pahlawan Kalibata.