Rendah, Potensi Kemunculan Calon Baru di Masa Perpanjangan Pendaftaran
Masa pendaftaran calon kepala daerah di 28 daerah yang memiliki calon tunggal akan diperpanjang oleh KPU. Namun, karena calon tunggal didukung mayoritas parpol di DPRD, kemungkinan munculnya calon baru sangat rendah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum akan memperpanjang masa pendaftaran calon kepala daerah di 28 daerah yang memiliki calon tunggal. Namun, karena calon tunggal didukung oleh mayoritas parpol di DPRD, kemungkinan munculnya calon baru sangat rendah. Untuk menciptakan kontestasi demokrasi yang sehat dan adil, ke depan ambang batas pencalonan dan syarat calon perseorangan harus dibenahi.
Berdasarkan data dari KPU hingga hari terakhir pendaftaran, terdapat 28 daerah yang memiliki calon tunggal. Dari informasi yang diunggah di KPU Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, pasangan calon bupati Ony Anwar Harsono dan calon wakil bupati Dwi Rianto Jatmiko didukung oleh 10 partai yang memiliki kursi di DRPD Ngawi. Dari syarat pencalonan minimal 9 kursi di DPRD, pasangan calon tersebut mampu memborong seluruh dukungan parpol, yaitu 45 kursi di DPRD.
Sementara itu, di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, calon bupati Arif Sugiyanto dan calon wakil bupati Ristawati Purwaningsih juga memborong dukungan dari 50 kursi di DPRD Kebumen.
Di Kabupaten Grobogan, Jateng, pasangan calon tunggal Sri Sumarni dan Bambang Pujiyanto diusung oleh 49 dari total 50 kursi parpol di DPRD. Pasangan calon tersebut juga mendapatkan dukungan tambahan dari partai nonparlemen, yaitu Partai Berkarya. Di Kota Semarang, Jateng, pasangan petahana Hendrar Prihadi dan Hevearita Gunaryanti Rahayu pun mendapat dukungan penuh dari seluruh parpol di DPRD. Bahkan, partai nonparlemen, seperti PKPI, Partai Hanura, Partai Berkarya, PBB, dan PPP, juga menyatakan dukungan.
Melihat fenomena dukungan mayoritas parpol yang memiliki kursi di DPRD itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati menyatakan, peluang munculnya calon baru dalam masa perpanjangan pendaftaran sangat rendah.
Melihat data tersebut memang kecil peluang muncul calon baru. Apalagi, waktu perpanjangan pendaftaran hanya tiga hari. Di mana peta pencalonan itu biasanya terlihat sebelum pendaftaran awal. Baik parpol yang memiliki kursi di DPRD maupun parpol nonparlemen akan sulit memenuhi syarat ambang batas pencalonan.
Dari kajian Perludem, hanya ada dua daerah yang berpotensi mengajukan calon baru, yaitu Boyolali dan Sragen. Itu lantaran di Kabupaten Boyolali, calon tunggal hanya didukung satu partai, yaitu PDI-P. Adapun di Sragen, calon tunggal didukung oleh lima partai. Masih ada peluang dari koalisi partai lain yang memiliki kursi di DPRD maupun partai nonparlemen untuk mengajukan calon baru.
”Melihat data tersebut memang kecil peluang muncul calon baru. Apalagi, waktu perpanjangan pendaftaran hanya tiga hari. Di mana peta pencalonan itu biasanya terlihat sebelum pendaftaran awal. Baik parpol yang memiliki kursi di DPRD maupun parpol nonparlemen akan sulit memenuhi syarat ambang batas pencalonan,” ujar Khoirunnisa, Selasa (8/9/2020).
Sementara itu, komisioner KPU, Hasyim Asyari, tetap optimistis kesempatan perpanjangan pendaftaran dapat dimanfaatkan oleh paslon dan parpol pendukung untuk mengajukan calon baru.
Menurut Hasyim, kondisi itu sangat situasional di setiap daerah. Terutama daerah yang memiliki cukup kursi untuk memenuhi syarat pencalonan minimal 20 kursi di DPRD atau 25 persen akumulasi suara sah dari pemilu legislatif daerah tersebut. Apalagi, jika memang di daerah tersebut masih ada parpol yang mendaftarkan dukungan dan memiliki kursi yang cukup sebagai syarat pencalonan. Kemungkinan munculnya calon baru masih mungkin terjadi.
”Contohnya saat pilkada serentak di Kabupaten Karanganyar, Jateng, pada 2018. Saat perpanjangan pendaftaran, muncul pasangan calon baru,” kata Hasyim.
Agar pasangan calon tunggal tidak melawan kotak kosong di pilkada 2020, KPU pun telah menetapkan jadwal sosialisasi perpanjangan pendaftaran dari tanggal 8-10 September 2020 . Adapun untuk jadwal pendaftaran perpanjangan akan dilakukan pada 11-13 September.
Melihat banyaknya potensi calon tunggal menguat dan akan melawan kotak kosong, Khoirunnisa berpendapat harus ada perlakuan yang setara antara calon tunggal dan kotak kosong. KPU harus dapat menyosialisasikan kepada pemilih bahwa calon tunggal tersebut tidak wajib dipilih. Apabila memang tidak sesuai aspirasi masyarakat, bisa memilih kotak kosong. Informasi tersebut harus disosialisasikan dengan baik sehingga walaupun kompetisi tidak sehat, dapat dijalankan dengan adil.
Cegah tren calon tunggal
Kemunculan calon tunggal yang terus meningkat dalam pilkada serentak juga harus disikapi serius oleh penyelenggara pemilu dan DPR. Pilkada serentak 2020 adalah pilkada lanjutan dari pilkada serentak pertama tahun 2015. Namun, peningkatan jumlah calon tunggal meroket tajam sebesar sembilan kali lipat. Oleh karena itu, revisi UU Pilkada mendesak untuk dilakukan.
Menurut Khoirunnisa, untuk menciptakan pilkada yang demokratis dan adil, aturan mengenai ambang batas pencalonan harus diturunkan atau bahkan dihapuskan. Selain itu, aturan untuk calon perseorangan juga harus dipermudah. Saat ini, mayoritas calon perseorangan sulit memenuhi syarat dukungan minimal dan persebaran sebelum maju di pilkada.
”Demokrasi hakikatnya adalah kompetisi yang sehat dan adil. Publik tidak bisa mendapatkan alternatif pilihan selama syarat pencalonan parpol dan jalur independen masih berat. Ini harus menjadi perhatian bersama penyelenggara pemilu dan pembentuk UU,” katanya.
Sementara itu, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan, munculnya banyak calon tunggal di pilkada serentak ini dipengaruhi oleh banyak hal. Pertama, penyelenggaraan pilkada di masa pandemi sangat berdampak pada mahalnya ongkos politik yang harus ditanggung kandidat karena ada kerja ekstra saat kampanye.
Keterbatasan kampanye di masa pandemi membuat mereka harus bekerja ekstra untuk mendapatkan simpati publik. Dengan ongkos yang mahal itu, akhirnya hanya sedikit calon yang mau maju dalam pilkada saat ini. Calon-calon yang muncul pun kebanyakan adalah sosok yang memiliki modal yang kuat, seperti petahana, pengusaha, anak pengusaha, atau anak tokoh politik.
Dari sisi parpol, mereka lebih memilih sikap pragmatis. Di mana mereka memberikan dukungan kepada pasangan calon yang di atas kertas berpeluang menang. Akhirnya, yang muncul adalah fenomena paslon memborong dukungan mayoritas parpol.
Peran partai politik
Situasi yang dihadapi parpol juga tidak mudah. Tidak adanya ambang batas parlemen di legislatif daerah membuat sistem multipartai ekstrem. Dengan multipartai ekstrem itu, koalisi menjadi rumit karena tidak ada parpol yang benar-benar dominan di DPRD. Di sisi lain, ambang batas pencalonan yang diatur UU Pilkada sangat berat. Mereka harus berkoalisi dengan parpol lain agar memenuhi persyaratan minimal 20 persen kursi di DPRD.
”Karena koalisi susah dibentuk sebagai konsekuensi sistem multipartai ekstrem, akhirnya parpol cenderung pragmatis. Lebih baik mendukung calon yang hampir pasti menang. Ini ditambah lagi dengan pilkada yang dilakukan di masa pandemi sehingga tren calon tunggal meningkat,” kata Arya.
Ke depan, agar tren calon tunggal ini tak meningkat di pilkada serentak selanjutnya, Arya mengatakan bahwa regulasi mengenai magnitude district harus dibenahi menjadi lebih kecil. Selain itu, perlu dipikirkan untuk memberlakukan ambang batas parlemen di daerah. Aturan bagi calon perseorangan juga harus disederhanakan agar calon pemimpin daerah berkualitas dapat maju tanpa dukungan parpol. Dengan banyaknya pilihan pemimpin, kontestasi demokrasi dapat lebih berkualitas dari sisi elektoral.
Karena koalisi susah dibentuk sebagai konsekuensi sistem multipartai ekstrem, akhirnya parpol cenderung pragmatis. Lebih baik mendukung calon yang hampir pasti menang. Ini ditambah lagi dengan pilkada yang dilakukan di masa pandemi sehingga tren calon tunggal meningkat.
Selain itu, bagi parpol, regulasi mengenai kaderisasi calon pemimpin pun harus jelas. Di pilkada kali ini, muncul sejumlah calon petahana yang tidak mendapatkan dukungan dari parpol. Justru kader yang baru saja bergabung dengan parpol bisa mendapatkan rekomendasi.
Ke depan, hal ini harus diperbaiki. Parpol harus melakukan transparansi publik terhadap proses demokratisasi internal. Proses perekrutan calon pemimpin harus dilakukan secara lebih terbuka.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, persoalan tren kenaikan calon tunggal ini menjadi perhatian dari Komisi II. Komisi II juga akan mempertimbangkan dari sisi regulasi, aspek mana saja yang perlu dibenahi. Namun, mengenai revisi regulasi pemilu sangat tergantung dengan dinamika pembahasan di DPR. Menurut dia, semua itu harus dikaji secara komprehensif sebab penyebabnya pasti tidak tunggal dari sisi regulasi saja.
”Regulasi yang ada saat ini sudah sangat memadai untuk mengatur eksistensi partai dan sistem perekrutan calon kepala daerah yang ideal. Nanti kita lihat saja dinamika pembahasan revisi paket UU Pemilu di DPR,” kata Doli.