Kasus Covid-19 Meningkat, Kemenpan RB Atur Pembagian Kerja ASN
Akibat Covid-19 belum terkendali, Kemenpan dan RB kembali mengeluarkan aturan baru tentang pembagian kerja ASN berdasarkan zonasi risiko penyebaran Covid-19. Daerah dengan zonasi tinggi, ASN-nya dibatasi 25 persen WFH.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kembali mengeluarkan aturan baru tentang pembagian kerja aparatur sipil negara berdasarkan zonasi risiko penyebaran Covid-19. ASN yang bekerja di zonasi risiko tinggi seperti DKI Jakarta dapat diberlakukan 25 persen karyawan bekerja dari kantor (WFO). Selain membatasi jumlah karyawan yang bekerja dari kantor, ASN juga diminta memberikan contoh yang baik terhadap disiplin terhadap protokol kesehatan.
Menteri PAN dan RB Tjahjo Kumolo melalui keterangan tertulis, Senin (7/9/2020), di Jakarta, mengatakan, Kemenpan RB mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 67/2020 tentang Perubahan atas SE Nomor 58/2020 tentang Sistem Kerja ASN dalam Tatanan Normal Baru. Aturan dikeluarkan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 di lingkungan instansi pemerintah. SE tersebut memberikan pedoman tentang kehadiran jumlah pegawai yang bekerja dari kantor (WFO) berdasarkan kategori zonasi risiko kabupaten/kota.
“Perubahan surat edaran ini dilakukan dengan memperhatikan status penyebaran Covid-19 di Indonesia,” ujar Tjahjo.
Menurut Tjahjo, pengaturan sistem kerja baru bagi ASN ini merupakan kewenangan dari Pejabat Pembina Kepegawain (PPK). PPK dapat mengatur jumlah maksimal pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO) maupun bekerja di rumah (WFH). Pembagian itu didasarkan pada zonasi risiko yang ditentukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yaitu zona tidak terdampak, rendah, sedang, dan tinggi.
"Kemenpan RB mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 67/2020 tentang Perubahan atas SE Nomor 58/2020 tentang Sistem Kerja ASN dalam Tatanan Normal Baru. Aturan dikeluarkan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 di lingkungan instansi pemerintah"
Instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota dengan kategori tidak terdampak dapat mengatur jumlah pegawai yang melakukan tugas kedinasan di kantor maksimal 100 persen. Adapun, wilayah dengan kategori risiko rendah, dapat mengatur ASN yang bekerja di kantor maksimal 75 persen. Untuk wilayah kategori risiko sedang, jumlah ASN yang bekerja di kantor paling banyak 50 persen. Adapun, di wilayah yang berisiko tinggi, jumlah pegawai yang bekerja dari kantor dibatasi maksimal 25 persen.
“Di luar Provinsi DKI Jakarta, masih ada wilayah lain yang berisiko tinggi. Sehingga, saya berhadap SE Menpan RB ini benar-benar diterapkan di setiap instansi pemerintah baik pusat dan daerah, untuk menekan penyebaran Covid-19,” terang Tjahjo.
Tjahjo juga mengingatkan kepada seluruh ASN agar dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat terutama penerapan tatanan normal baru dan protokol kesehatan. ASN diminta memberikan contoh bagaimana tetap produktif melayani publik, dan menjalankan pemerintahan, di era normal baru.
“ASN sebagai representasi dari pemerintah agar mematuhi protokol kesehatan, menggunakan masker, rajin cuci tangan, dan selalu menjaga jarak aman. ASN harus memberikan contoh di lingkungan masing-masing,” kata Tjahjo.
Di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, implementasi SE 67/2020 masih dibahas di internal instansi. Menurut Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN Paryono, SE sedang dibahas di internal BKN karena baru diterima pada hari Senin ini. BKN akan menyesuaikan aturan tersebut dengan kebijakan pembagian kerja baik di instansi pusat maupun kantor perwakilan daerah.
“SE masih dibahas di biro SDM,” kata Paryono.
Perubahan zonasi
Sementara itu, Epidemolog Laura Navila Yamani mengungkapkan, indikator zonasi harus dilihat secara dinamis karena saat ini sudah tidak ada lagi pembatasan pergerakan masyarakat seperti kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dengan pembukaan sektor perekonomian yang sudah diputuskan, pemerintah juga harus siap dengan konsekuensinya. Sebab, tanpa pembatasan pergerakan manusia, akan berdampak pada peningkatan kasus di suatu wilayah. Akibatnya, pemberlakuan zonasi sangat dinamis dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, pemerintah harus selalu waspada jika sewaktu-waktu zonasi berubah.
“Selain mengatur jumlah ASN, pemerintah daerah setempat juga harus memperhatikan karyawan swasta, industri, pabrik dan sebagainya. Mereka harus bekerja dengan protokol kesehatan terutama adalah menjaga jarak fisik (physical distancing). Selain itu, pengaturan juga harus disesuaikan dengan ukuran tempat kerja”
Sebagai epidemiolog, Laura mengaku bahwa pola penyebaran virus sebenarnya tidak mengenal zona. Jadi, seharusnya mereka yang berada di zona apapun tetap harus patuh pada protokol kesehatan. Apalagi, daerah yang sektor perekonomiannya sudah berjalan. Sehingga, pelaksanaan penjarakan fisik dan protokol kesehatan adalah hal yang mutlak. Masyarakat memiliki kewajiban memodifikasi perilakunya untuk berdisiplin pada protokol kesehatan demi menekan penyebaran kasus.
“Selain mengatur jumlah ASN, pemerintah daerah setempat juga harus memperhatikan karyawan swasta, industri, pabrik dan sebagainya. Mereka harus bekerja dengan protokol kesehatan terutama adalah menjaga jarak fisik (physical distancing). Selain itu, pengaturan juga harus disesuaikan dengan ukuran tempat kerja,” kata Laura.
Di Indonesia, tren kasus positif Covid-19 terus meningkat. Data per Senin (7/9/2020), sebanyak 196.889 pasien positif Covid-19 atau meningkat 2.880 orang per hari. Adapun, pasien yang sembuh sebanyak 140.652 orang. Pasien meninggal dunia sebanyak 8.130 orang, dan dirawat di rumah sakit sebanyak 48.207.