Wapres Amin Meminta Mahasiswa Menjaga Konsensus NKRI
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak para mahasiswa untuk terus menjaga NKRI dan Pancasila yang merupakan kesepakatan nasional pendiri bangsa. Tidak boleh ada ideologi lain selain Pancasila berkembang di negeri ini.
JAKARTA, KOMPAS — Identitas bangsa Indonesia tecermin dalam ideologi yang sudah disepakati. Oleh karena itu, baik ideologi maupun nilai-nilai luhur bangsa ini perlu dijaga para penerus bangsa, terutama para mahasiswa.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan kembali pentingnya nasionalisme sebagai landasan. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras membuat para pendiri negara mengakomodasinya dalam kesepakatan bentuk negara kesatuan bersemboyan Binneka Tunggal Ika.
”NKRI adalah kesepakatan para pendiri bangsa dengan Pancasila sebagai dasarnya. Oleh sebab itu, Pancasila dan NKRI adalah al miitsaaq al wathani, kesepakatan nasional yang harus kita jaga, sehingga kita tidak boleh membawa sistem lain selain NKRI tersebut. NKRI dan Pancasila-nya sudah final,” tutur Wapres Amin dalam Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru Universitas Negeri Surabaya (PKKMB Unesa) secara virtual, Senin (7/9/2020), dari kediaman resmi Wapres, Jakarta.
Para mahasiswa juga diharapkan meneladani Presiden ke-3 Indonesia BJ Habibie yang dijuluki ”otak Jerman, tetapi berhati Mekkah”. Kemampuan intelektual masyarakat Indonesia harus mampu bersaing secara global, tetapi identitas dan akhlak sebagai insan Nusantara tak lekang.
Baca juga : Generasi Muda Diharapkan Jadi Garda Terdepan Pancasila
Terlebih lagi, sebagai warga yang termasuk kelompok 10 persen dari penduduk berusia 15 tahun ke atas yang berkesempatan menikmati pendidikan tinggi, mahasiswa juga diharapkan menjadi agen perubahan yang terus menyuarakan nilai-nilai nasionalisme, cinta tanah air, patriotisme, dan toleransi. Pemahaman ilmu pengetahuan juga perlu didukung nilai-nilai moral dan penghargaan atas kehidupan sosial.
Oleh karena itu, Wapres Amin juga berharap Unesa terus memantapkan kesadaran dan pemahaman ideologi negara, mengasah karakter mahasiswa, serta membentuk baik hard skill maupun soft skill setiap mahasiswa.
Penguatan nasionalisme dan pemahaman ideologi menjadi lebih penting lagi saat ini. Sebab, fenomena radikalisme di Indonesia masih belum berakhir.
Harapan supaya Unesa berperan dalam menyebarkan empat pilar kepada mahasiswa dan generasi muda lain disampaikan pula oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam acara yang sama. Hal ini dinilai penting karena mahasiswa adalah aset dan investasi bagi bangsa.
Penguatan nasionalisme dan pemahaman ideologi menjadi lebih penting lagi saat ini. Sebab, menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar, fenomena radikalisme di Indonesia masih belum berakhir.
Baca juga : Manfaatkan Dunia Digital untuk Sosialisasikan Pancasila
Jika dibiarkan, hal ini akan berkembang menjadi sikap intoleran yang mendorong praktik kekerasan yang mengatasnamakan agama serta selalu menyalahkan orang lain dan tidak memberi ruang untuk terwujudnya harmoni kehidupan bergama. Lebih parah lagi, ekstrem dalam beragama bisa berujung menjustifikasi aksi teror yang melanggar nilai kemanusiaan dan hukum positif negara serta menghambat proses pembangunan.
Apabila ideologi Pancasila berpegang pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, toleransi beragama, kemanusiaan, dan persatuan serta mengedepankan asas musyawarah dan nilai-nilai keadilan, kelompok radikal intoleran mengedepankan ideologi anti-Pancasila. Kekerasan, sikap intoleran—bahkan mengarah pada radikal terorisme, konsep daulah islamiyah, dan separatisme merugikan masyarakat secara umum.
”Disinyalir mahasiswa dan unsur sivitas akademi lainnya menjadi sasaran pelemahan nilai-nilai kebangsaan melalui berbagai cara,” kata Boy Rafli.
Disinyalir mahasiswa dan unsur sivitas akademi lainnya menjadi sasaran pelemahan nilai-nilai kebangsaan melalui berbagai cara.
Hasil penelitian beberapa lembaga juga disebutkan untuk menggambarkan betapa nilai radikalisme, terorisme, dan ekstremisme beragama mulai masuk ke kalangan muda. Riset PPIM UIN 2018 menyebutkan, 58,5 persen mahasiswa memiliki pandangan radikal, sedangkan 46,09 persen guru dan dosen berpandangan radikal intoleran.
Alvara Research Center juga menyurvei 4.200 responden milenial yang terdiri dari 1.800 mahasiswa dan 2.400 pelajar SMA di Indonesia. Hasilnya, 18,4 persen pelajar dan 17.8 mahasiswa menyetujui konsep khilafah sebagai bentuk ideal sebuah negara. Selain itu, 23 persen mahasiswa setuju berjihad untuk khilafah.
Survei IDN Research Institute pada 1.400 responden milenial usia 20-35 tahun juga menunjukkan, 19,5 persen menilai Indonesia lebih ideal menjadi negara khilafah. Selain itu, riset Wahid Foundation pada 1.626 responden aktivis kerohanian Islam (rohis) SMA pada 2016 mendapati potensi intoleransi di kalangan remaja. Sebanyak 60 persen responden menyatakan siap berperang saat ini apabila ada panggilan untuk membela umat Islam yang tertindas.
Perguruan tinggi sebagai kawah candradimuka tidak hanya menjadi center of excellence yang melahirkan SDM unggul, tetapi menghasilkan SDM yang mampu menjadi benteng atas radikalisme intoleran dan radikalisme teror.
Menyikapi fenomena tersebut, lanjut Boy Rafli, diperlukan komitmen dari semua sivitas akademika dalam menjaga keutuhan NKRI. Perguruan tinggi sebagai kawah candradimuka tidak hanya menjadi center of excellence yang melahirkan SDM unggul, tetapi menghasilkan SDM yang mampu menjadi benteng atas radikalisme intoleran dan radikalisme teror.
Untuk itu, ia mengatakan, bela negara dapat menjadi bagian kegiatan yang melekat atau kegiatan ekstrakurikuler di kehidupan kampus. Sebab, bela negara merupakan tanggung jawab bersama sivitas akademika dan semua mahasiswa.
Jihad melawan Covid-19
Tak hanya itu, dalam menghadapi pandemi Covid-19, Wapres Amin juga mengajak semua pihak untuk berjihad melawan wabah akibat virus korona baru ini. Perguruan tinggi bisa berperan besar dalam mencari terobosan-terobosan untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat. Selain itu, diharapkan semua betul-betul memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan baik dan disiplin. Edukasi dan sosialisasi secara masif bisa dilakukan perguruan tinggi sebagai teladan masyarakat.
Dalam sambutannya, Rektor Unesa Nurhasan menyepakati, perguruan tinggi perlu menjadi kawah candradimuka yang melahirkan generasi unggul. Untuk itu, Unesa juga menyiapkan pendidik-pendidik yang unggul dengan menambah empat guru besar yang dikukuhkan bersama dengan PKKMB Unesa tahun akademik 2020-2021. Keempat guru besar itu adalah Prof Budiyanto, Prof Hariyati, Prof Fida Rachmadiarti, dan Prof Munasir.
Baca juga : Milenial 39 Tahun Jadi Sasaran Pembumian Pancasila