Besok (8/9/2020), Kejagung mengundang KPK dan sejumlah institusi lain saat gelar perkara kasus pelarian Joko Tjandra yang melibatkan jaksa Pinangki. Kejagung hanya melibatkan KPK saat gelar perkara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan koordinasi terkait penanganan perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus pelarian Joko Tjandra.
Saat mengunjungi Gedung KPK di Jakarta, Senin (7/9/2020), Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, Kejagung dan KPK berkoordinasi untuk melakukan gelar perkara terkait penanganan perkara jaksa Pinangki.
”Yang jelas besok sudah kita jadwalkan bahwa akan dilakukan ekspose (gelar perkara) terkait selesainya hasil penyidikan. Ini sudah tahap I berkas P (Pinangki). Kita akan lanjutkan ke penuntutan. Ini kita ekspose secara terbuka dan kita undang beberapa pihak,” kata Febrie.
Ia menegaskan, Kejagung hanya akan melibatkan KPK dalam kegiatan ekspose. Mereka tidak melibatkan jaksa KPK dalam penanganan kasus Pinangki. Selain KPK, Kejagung akan mengundang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim Polri) dalam kegiatan gelar perkara tersebut.
Febrie mengungkapkan, dalam kasus pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung untuk Joko Tjandra, Pinangki meyakinkan Joko Tjandra bahwa dia bisa mengurusnya dengan menjual beberapa nama. Alhasil, Joko Tjandra yakin dengan tawaran Pinangki.
Akan tetapi, Febrie tidak menyebutkan nama yang dijual oleh Pinangki untuk meyakinkan Joko Tjandra. Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan Pinangki, Joko Tjandra, dan pekerja swasta yang juga bekas kader Partai Nasdem, Andi Irfan Jaya, sebagai tersangka.
Andi ditetapkan tersangka dan ditahan karena diduga bekerja sama dengan Pinangki. Andi diduga menerima uang suap dari Joko Tjandra sebelum dialirkan ke Pinangki. Kejagung menitipkan Andi kepada KPK untuk ditahan di rumah tahanan KPK.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, kedatangan Febrie ke KPK dalam rangka koordinasi dengan KPK terkait penanganan perkara oknum jaksa Pinangki. ”Ada rencana gelar perkara oleh tim penyidik Kejagung dengan mengundang KPK,” kata Ali.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/9), mengatakan, KPK akan mengundang Kejagung dan Polri untuk melakukan gelar perkara kasus pelarian Joko Tjandra dalam waktu dekat. Dalam gelar perkara tersebut, KPK akan melihat perkembangan penanganan perkara.
Pengambilalihan perkara oleh KPK baru akan dilakukan jika memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Syarat dimaksud adalah jika laporan dari masyarakat tidak ditindaklanjuti, proses penanganan korupsi tidak tuntas tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan penanganan perkara justru melindungi pelaku sesungguhnya.
Selain itu, penanganan perkara mengandung unsur tindak pidana korupsi; adanya hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; serta keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan perkara sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, setidaknya ada dua alasan yang dapat dijadikan landasan bagi KPK untuk segera mengambil alih perkara ini. Pertama, Kejagung terlihat lambat dalam membongkar praktik korupsi yang dilakukan jaksa Pinangki.
Kedua, praktik suap-menyuap ini dilakukan oleh seorang penegak hukum dan terhadap penegakan hukum. Karena itu, pengambilalihan oleh KPK penting dilakukan agar obyektivitas dan independensi penanganan perkara tetap terjamin.
”Jika KPK telah memutuskan mengambil alih penanganan perkara, Kejagung berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak berhak untuk menolak langkah tersebut,” kata Kurnia.